Gedung Juang bakal berusia 100 tahun. Gedung yang bersemuka dengan Bundaran Nasional, Lolu Utara, Palu itu jadi saksi bagi banyak momen politik di Sulawesi Tengah.
Meski sarat sejarah, hingga kini Gedung Juang belum sandang status Cagar Budaya. Banyak orang mengusulkan agar status itu bisa segera diberikan. Bila hal itu terwujud, Gedung Juang bakal jadi cagar budaya pertama di Sulteng.
"Tentunya penetapan gedung ini sebagai BCB (Benda Cagar Budaya) akan menjadi kado terbaik perayaan satu abad," kata Neni Muhidin, pegiat literasi, dalam diskusi bertajuk "Gedung Juang, Riwayatmu Kini," di Gedung Juang, Sabtu (13/8).
Diskusi ini diinisiasi oleh Forum Revitalisasi Gedung Juang. Forum ini diisi oleh sejumlah individu pemerhati sejarah dan budaya Kota Palu.
Ajang tukar pikiran itu juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kota Palu, Irmayanti Pettalolo. Sekkot Irmayanti mengajak kepada para pegiat sejarah hingga seniman untuk turut terlibat dalam revitalisasi Gedung Juang.
“Kalau di sini punya cerita, kenapa tidak kemudian cerita itu kita jaga dan kita kembangkan agar siapapun yang datang tau cerita itu. Bahwa di sini suatu tempat bersejarah yang punya cerita untuk diketahui orang banyak," katanya.
Gedung Juang memang punya sejarah panjang. Bangunan ini berdiri pada 1924, sebagai bangunan untuk Kontrolir Palu, pejabat birokrasi Hindia Belanda. Pemerintahan kolonial dulu membayangkan wilayah di sekitar kawasan Gedung Juang sebagai pusat pemerintahan.
Pada masa pendudukan Jepang gedung ini tak lagi dipakai. Saat itu, kawasan tersebut dikenal sebagai Lapangan Honbu. Di lapangan itu, pada 6 mei 1950, Kerajaan Palu, Sigi dan Kulawi, membacakan maklumat yang berisi tentang melepaskan diri dari Negara Indonesia Timur (Republik Indonesia Serikat). Belakangan gabung pula dengan NKRI.
Pasca pembacaan maklumat itu, gedung Juang juga beralih fungsi jadi markas Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Enam tahun berselang, pada 1956, bangunan ini menjadi kediaman Residen Koordinator Sulawesi Tengah, H.D. Manoppo.
Selanjutnya, pada 1985, bangunan ini juga pernah jadi bagian dari markas Komando Resor Militer (Korem) 132 Tadulako. Lalu pada 1987, penggunaan Gedung Juang diserahkan oleh Gubernur Sulteng, Aziz Lamadjido kepada Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI).
Sejak itu Gedung Juang hanya dirawat seadanya, misal pengecatan yang dilakukan pada medio 2003. Bila bisa diusulkan sebagai cagar budaya, sebagaimana harapan banyak kalangan, Gedung Juang akan lebih terjamin perawatannya di bawah Balai Pelestarian Cagar Budaya--berkantor di Gorontalo.
Adapun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu belum mengalokasikan anggaran khusus untuk Gedung Juang pada tahun ini.