Empat film dokumenter pendek bertema “Hidup dengan Bencana” telah rampung diproduksi dan tengah bertemu penonton dalam pemutaran keliling di area Palu, Sigi, dan Donggala.
Sinekoci, laboratorium film berbasis di Palu, jadi motor utama produksi keempat film. Dukungan juga datang dari Good Pitch, In-docs, Yayasan Insan Cita Indonesia, Indosterling Capital, Yayasan PLAN Indonesia, Docs Society, Campaign.com, Hope ST Productions, dan Halaman Belakang Films.
Keempat film ini digarap oleh komunitas dari Palu dan Donggala, yakni Forum Sudut Pandang (“Saya di sini Kau di sana”), Nemu Buku (“Turun ke Atas”), Tana Sanggamu (“Tanigasi”), dan Sikola Pomore (“Timbul Tenggelam).
Tiap film angkat isu berbeda. "Tanigasi", misal, ambil tema soal ketahanan pangan. Atau "Turun ke Atas" yang bawa cerita sejarah kawasan dan toponimi.
“Konsep awalnya, akan lahir satu film panjang, tetapi mengalami perubahan karena pertimbangan dampak yang ditargetkan,” ujar Sarah Adilah, produser keempat film dokumenter pendek itu.
Saat ini, sudah tiga agenda pemutaran film berlangsung: “Turun ke Atas” diputar di Tawaeli, Palu; “Saya di sini Kau di Sana” ditayangkan di Kaleke, Sigi; dan “Tanigasi” bertemu penonton di Pombeve, Sigi.
Film memang sengaja diputar di ruang warga level desa dan kelurahan. Harapannya, dampak film bisa lebih terukur, atau setidaknya bisa memantik diskusi. Roadshow juga dilengkapi dengan kuisioner kepada penonton, guna mengukur dampak.
“Konsep roadshow ini bukan sekadar nonton bareng, tapi semi penelitian untuk mengukur dampak film,” kata Mohammad Ifdal, Impact Produser bagi keempat film. “Beda film, beda pertanyaan. Pertanyaan disusun berdasarkan target yang diinginkan masing-masing film.”
Ifdal pun beri contoh. Saat pemutaran di Tawaeli, “Turun ke Atas” bisa memantik keingintahuan warga atas sejarah kawasan. Sedangkan di Pombeve, lepas menyaksikan “Tanigasi”, warga jadi berangan-angan untuk menanam pangan di pekarangan rumah.
Masih ada lima pemutaran keliling yang diagendakan. Pun bila tiada aral keempat film akan diputar serentak pada 28 September 2022, bertepatan dengan peringatan empat tahun bencana di Pasigala.