Kata arsip bagi kebanyakan orang kerap bersinonim dengan hal yang membosankan. Tua dan kuno. Sebab menjadi pengarsip berarti harus siap menekuri beragam dokumen atau berkas lawas yang berceceran, lalu mengumpulkannya dengan rapi dalam satu wadah. Tujuannya agar memudahkan orang saat mencarinya.
Tak mengherankan jika akhirnya menjadi arsiparis, tak terkecuali dalam bidang seni musik dan visual, juga kurang populer. Kalah mentereng dibandingkan hasrat menjadi seorang musisi, produser, pencipta lagu, komposer, atau pemilik label rekaman.
Umumnya sosok yang mengabdikan dirinya sebagai pengarsip bekerja dalam sunyi. Jauh dari sorotan kamera. Jarang mendapat porsi pemberitaan.
Padahal melalui kerja-kerja mereka kita bisa menelisik jauh ke belakang artefak sejarah yang menjadikan kita seperti hari ini. Sayangnya kesadaran untuk merawat dan melestarikan berbagai pencapaian para seniman di kota ini hanya dimiliki segelintir orang.
Beruntung telah ada satu upaya melakukan pengarsipan seni musik dan visual di Kota Palu melalui sebuah kolektif bernama BAH. Akronim dari Bring Archive History. Selain mudah diingat karena singkat, istilah “bah” dalam ragam bahasa pergaulan di kota ini biasanya dilontarkan untuk menggambarkan antusiasme.
Antusiasme serupa yang mendorong Adjust Purwatama (32) dan Raynard Batara (28) menginisiasi lahirnya BAH dalam bentuk situsweb. Resmi diluncurkan pada 10 November tahun 2021.
Tujuan mereka sederhana saja; menjadikan BAH sebagai wadah arsip karya seni musik dan visual dari para seniman di Kota Palu. Harapannya agar generasi sekarang bisa mengetahui dan mengakses ragam karya yang dihasilkan oleh para seniman terdahulu.
Desain antarmuka situsweb BAH juga cukup simpel; sapuan putih dan hitam sebagai latar, lalu sajian tiga menu utama yang terdiri dari kanal musik, visual, dan tulisan.
Saat mengklik kanal musik, muncul daftar nama grup band yang tersusun berdasarkan abjad. Masing-masing nama grup band terdiri dari halaman baru yang menampilkan profil singkat, daftar lagu, dan videoklip yang pernah dirilis. Hal serupa terjadi saat menekan lis nama seniman di kolom visual.
Kesadaran mengumpulkan karya para seniman musik dan visual di Palu ini muncul lantaran belum pernah ada yang menginisiasi. Melakukan penelusuran sejarah terkait geliat musik independen di Lembah Kaili dekade lampau akhirnya menjadi perkara sulit.
Privilese memiliki karya-karya musik band independen di Kota Palu yang pernah begitu banyaknya juga tak semua orang punya. Bahkan kesadaran dari para seniman mengarsipkan karya-karya mereka juga masih rendah. Maka jangan heran jika banyak grup band atau seniman mengaku tak menyimpan karya-karya milik mereka.
Apa yang selama ini terjadi hanya sekadar penyampaian lisan alias tutura dari para penyaksi atau pelaku sejarah.
Ihwal kelahiran BAH lantaran Adjust dan Rayn dulu pernah aktif di skena musik Palu. Rayn tercatat pernah menjadi vokalis Scarhead Barricade, sementara Adjust dengan nama pena Mørk bergelut dengan kesukaannya menghasilkan ilustrasi visual.
“Setiap nongkrong atau menonton acara musik, seringkali kami mendapat pertanyaan soal band-band Palu. Untuk menjawabnya kami berdua memutuskan bikin situsweb yang memuat arsip data musik dan visual karya teman-teman. Fungsinya memudahkan orang untuk melihat sekaligus mendengarkan karya-karya grup musik lama dan baru yang pernah rilis di Palu,” ujar Adjust kepada Tutura.id.
Kerja-kerja yang mereka lakoni saat ini semua berlangsung manual dengan pendanaan swadaya. Untuk menemukan sebuah arsip band, misalnya, Adjust dkk. harus berjibaku menanyai kiri-kanan dan mendatangi sana-sini orang. Bagian ini menjadi tantangan paling berat.
Terlebih saat menemukan arsip yang sudah tidak utuh dan nihil penjelasan. Semisal ada sebuah lagu milik band yang tanpa ketahuan profil dan foto para personelnya. Atau sebaliknya. Otomatis tim BAH harus melakukan verifikasi kepada beberapa orang agar tidak salah memberikan informasi.
Mengingat posisi Adjust dan Rayn saat ini bermukim di luar kota, maka kerja-kerja tadi dilakukan oleh para sejawat mereka di Palu yang ikhlas membantu tanpa imbalan. Maklum, posisi BAH saat ini belum menghasilkan profit.
Beberapa pihak, seperti Halaman Belakang Films, RnR Music Studio, dan Sub Plaza, sempat memberikan urunan dana yang mereka alokasikan untuk tambahan membayar kebutuhan situsweb.
Namun, bukan berarti antusiasme Adjust dkk. mengendur. “Kami senang karena adanya platform ini bikin teman-teman yang dulu aktif di skena musik bisa bernostalgia kembali. Yang baru-baru aktif juga bisa melihat kalau Palu punya karya-karya bagus,” ungkapnya.
Dengan segala keterbatasan, Adjust dkk. tetap bersikukuh menempuh jalan pedang. Mereka bahkan sudah punya sejumlah rencana ke depan, mulai dari menggelar tur pameran arsip hingga membuat film dokumentar musik di Palu kurun 2000-2020.
Selain itu, BAH juga bisa dimanfaatkan sebagai etalase untuk menjual berbagai produk merchandise milik band-band lokal. Plus menyediakan jasa pembuatan press kit yang sangat penting dimiliki sebuah band.
"Tapi fokus utama kami sekarang masih di ranah pengarsipan. Sayang sekali jika karya-karya bagus dibiarkan berceceran. Teman-teman juga jangan malu bertanya atau minta tolong jika data grup bandnya ingin diarsipkan melalui BAH,” pungkas Adjust.