Menakar kemungkinan pemekaran wilayah di Sulteng
Penulis: Rizki Syafaat Urip | Publikasi: 12 September 2022 - 01:10
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Menakar kemungkinan pemekaran wilayah di Sulteng
Pulau Papan, salah satu andalan pariwisata Kepulauan Togean. Kabupaten Pulau Togean menjadi salah satu wilayah yang diusulkan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) di Sulteng. - Foto: Shutterstock.

Wacana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) kembali mencuat di Sulawesi Tengah. Hal itu setidaknya terlihat dalam beberapa agenda dan retorika Gubernur Sulteng, Rusdi "Cudi" Mastura.

Pada 31 Agustus 2022, Cudi berjumpa dengan apa yang disebut sebagai Tim Keahlian DPR guna membahas pemekaran wilayah.

Sepekan kemudian, 6 September 2022, Cudi menyatakan kata sepakat atas rencana pembentukan Kabupaten Pulau Togean. Retorika itu disampaikan saat berjumpa dengan sejumlah pembesar dari Kabupaten Tojo Una-Una.  

Dalam dua kesempatan itu, Cudi mengucapkan setidaknya tiga nama provinsi baru. 

Sulawesi Timur tentu bukan nama yang sepenuhnya baru. Wacana pembentukannya sudah beredar setidaknya sejak dua dekade silam. Adapun dua nama provinsi yang baru belakangan terdengar ialah Banggai Raya dan Seribu Megalit (versi lainnya: Sintuvu Maroso). 

Guna memenuhi mimpi pembentukan provinsi baru diperlukan pula pemekaran daerah tingkat dua—termasuk di dalamnya membentuk sejumlah kota madya.

Selain Kabupaten Pulau Togean, Cudi juga menyinggung beberapa wilayah pemekaran baru, misal kabupaten baru yang meliputi wilayah Bunta, Pagimana, dan Toili. Ada pula wacana memekarkan wilayah Kabupaten Poso guna mewujudkan angan Provinsi Seribu megalit. Pun demikian dengan wilayah Parigi Moutong dan Donggala yang juga disebut masih bisa dimekarkan.

“Pemekaran yang kita lakukan adalah pemekaran yang memberikan  kebahagiaan kepada semua masyarakat, karena daerah kita sangat luas dan sangat layak dibentuk sampai empat provinsi,” demikian retorika Cudi.

Jalan panjang pemekaran

Sebagai retorika, perkataan Cudi terdengar manis lagi optimistis. Namun pemekaran wilayah bukanlah perkara mudah. Kenyataannya pemerintah pusat masih menerapkan moratorium DOB—kecuali pemekaran wilayah di Papua. 

Pada Juni 2022, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan pihaknya sudah mengantongi 324 usulan pemekaran wilayah. Meski begitu pemerintah masih melakukan penundaan.

“Target akhirnya adalah kemandirian fiskal, mereka mampu memiliki anggaran tersendiri, tidak tergantung kepada pusat, sehingga mereka bisa menyejahterakan rakyat melalui program-program," kata Menteri Tito, menjelaskan latar moratorium.

Syarat membentuk DOB pun tak semudah retorika. Bila merujuk pada Undang-Undang 23/2014 tentang Pemekaran Daerah setidaknya ada syarat dasar dan administratif yang perlu dipenuhi. 

Syarat dasar mengacu pada kewilayahan, mulai dari luas wilayah, jumlah penduduk, hingga cakupan wilayah. Kapasitas wilayah juga jadi pertimbangan, terutama guna melihat kemampuan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan warganya.

Lalu ada syarat administratif berjenjang. Misalnya, bila ingin buat provinsi maka butuh kesepakatan dari DPRD dan kepala daerah di kabupaten atau kota. Setelahnya perlu pula persetujuan DPRD dan kepala daerah provinsi induk--yang selanjutnya melempar usulan pada pemerintah dan legislator di level pusat. 

Setelah syarat administratif dipenuhi bakal ada serangkaian penilaian dari Tim Kajian Independen. Hasil kajian akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah untuk dikonsultasikan. 

Hasil konsultasi itulah yang bakal jadi pertimbangan bagi pemerintah pusat guna mengambil keputusan; layak atau tidaknya terjadi pemekaran. 

DOB susah mandiri

Akademisi Universitas Tadulako, Patta Tope, menyebut bahwa pemekaran DOB di Sulteng berpeluang kecil terlaksana dalam waktu dekat. 

“Saya melihat APBN kita sudah luar biasa terbebani. Semakin banyak daerah otonom, tentu semakin banyak pula uang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat,” ujar guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako itu.

Pada kenyataannya, kata Patta Tope, ketergantungan daerah pada pusat dalam urusan keuangan masih tinggi “Karena memang Pendapat Asli Daerah (PAD) belum seberapa bila dibandingkan dengan kebutuhan. Sehingga masih butuh bantuan dari pusat,” katanya saat ditemui Tutura, Jumat (9/9).

Wacana pemekaran, dalam kacamata Patta Tope, makin rumit bila menengok kondisi keuangan negara lepas pandemi serta kenaikan BBM. Ia pun menyarankan agar pemekaran ditunda; sepanjang pelayanan pada masyarakat masih bisa dilakukan oleh daerah induk. 

Menukil data olahan Kompas, dari 217 DOB kabupaten dan kota yang terbentuk sepanjang 1998-2014, ada 186 wilayah yang masih punya kemampuan fiskal rendah. Pun 169 DOB itu masih sangat bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU).

Kata kunci terkait
Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Bantuan modal usaha bagi para pelaku usaha mikro dan super mikro di Sigi
Bantuan modal usaha bagi para pelaku usaha mikro dan super mikro di Sigi
Pemerintah Kabupaten Sigi kembali menyerahkan bantuan kepada para pelaku UMKM dan super mikro agar dapat…
TUTURA.ID - Pemkab Sigi terima penghargaan dalam bidang pengelolaan keuangan daerah
Pemkab Sigi terima penghargaan dalam bidang pengelolaan keuangan daerah
Badan Riset Inovasi Daerah Sulteng menilai Pemkab Sigi salah satu yang berhasil dalam hal inovasi…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng