Morowali berada di urutan kedua dalam indeks “Booming Cities Indonesia 2022” yang dirilis oleh Datanesia (unduh versi pdf). Sebagai catatan, istilah “booming” yang ini bukan berarti top, viral, atau paling hype dikunjungi pelancong.
Istilah “booming” pada indeks tersebut merujuk pada kota yang sedang berkembang pesat. Penghitungannya menyertakan 514 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Ada tiga indikator yang jadi acuan utama dalam indeks ini: ekonomi, kondisi sosial, dan keuangan.
“Kinerja ekonominya cenderung stabil atau tumbuh, kondisi sosialnya tidak menjadi beban, serta keuangan warganya cenderung kuat,” demikian Datanesia melukiskan tolok ukur “Booming Cities” atau bayangan ideal atas kota paling booming.
Pada 10 besar, Morowali terlihat cemerlang dengan jadi runner-up. Kabupaten berusia hampir 23 tahun itu hanya kalah dari Jakarta Pusat--yang notabene laik disebut “Jantung Republik”.
Pencapaian daerah andalan ekonomi Sulawesi Tengah itu bahkan melampaui kota-kota utama nan beken, sebutlah Jakarta Selatan atau Surabaya.
Moncer ekonomi
Morowali paling moncer di indeks ekonomi, yang nilainya mencapai 69,1. Tiada kota atau kabupaten lain yang bisa menandingi capaian Morowali dalam indeks ekonomi.
Lonjakan Morowali ini misalnya terasa pada 2020. Bila banyak wilayah lain mengalami kontraksi ekonomi dan babak belur dihantam pandemi, kabupaten yang kesohor dengan nikelnya ini justru beroleh pertumbuhan ekonomi hingga 28,9 persen.
Pun demikian bila tengok pertumbuhan pendapatan per kapita warganya. Pada 2016 hanya Rp85,51 juta per tahun. Lalu naik jadi Rp502 juta per tahun pada 2020.
Angka tersebut timpang bila dibandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Tengah yang menjadi induknya. Pesaing terdekatnya hanya Morowali Utara dengan pendapatan per kapita mencapai Rp85,51 juta per tahun. Sedangkan ibu kota Sulteng, Palu hanya punya nilai Rp60,89 juta per tahun.
Analisis Datanesia juga menunjukkan tiga sektor utama yang berkontribusi atas booming-nya Morowali, yakni Industri Pengolahan (71,3 persen), Pertambangan dan penggalian (18,6 persen), dan Konstruksi (5,6 persen).
Nikel memang jadi kekayaan utama Morowali saat ini. Di sana berdiri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang membuat kabupaten tersebut jadi titik penghasil nikel olahan terbesar di Indonesia.
Meski moncer pada sisi ekonomi, Morowali masih agak tertinggal dalam aspek kondisi sosial yang hanya dapat nilai 26,7. Angka itu membuat Morowali tertinggal di urutan 108 dari 514 kota pada indeks “Booming Cities Indonesia 2022”.
Kelemahan pada aspek sosial ini bisa dilihat dari tingkat pengangguran terbuka. Pada 2021, Morowali punya nilai 5,08 persen. Situasi yang membuatnya berada di nomor dua tingkat pengangguran terbuka di Sulteng setelah Palu dengan persentase 7,61 persen.
Pun demikian bila melirik jumlah penduduk miskin di Morowali yang cenderung naik turun: 16,61 ribu (2019), 16,50 ribu (2020), dan 17,07 ribu (2021).
Menengok kenyataan statistik tersebut, boleh jadi terbit pertanyaan menggelitik: Di balik pertumbuhan ekonomi Morowali yang pesat, sudahkah terjadi distribusi dan pemerataan kesejahteraan?