Gunawan tampak duduk santai di atas motornya yang terparkir persis di samping sebuah gazebo berukuran sekira 2x4 meter.
Selain dirinya, beberapa orang lainnya terlihat berinteraksi satu sama lain. Sesekali mata mereka menoleh ke arah ponsel masing-masing.
Kebetulan, ponsel Gunawan berdering. “Orderan kah?,” sahut salah seorang di antara mereka. Gunawan menjawab santai, “Bukan, cuma notifikasi biasa.”
Gunawan (31) bersama teman-temannya yang asyik berkumpul itu adalah pengemudi ojek daring. Jaket hijau yang mereka kenakan makin menambah kesan hijau titik Jalan Zebra, Birobuli Selatan, yang sudah rindang oleh pepohonan.
Bagi kebanyakan warga Kota Palu, menaiki sepeda motor jadi salah satu opsi kendaraan yang praktis lagi murah menuju ke tujuan. Moda ojek daring lahir sebagai kombinasi antara kegesitan dan kemudahan.
Penjemputan dan pengantaran orang atau barang juga lebih praktis. Cukup dengan satu sentuhan di layar telepon pintar, segala urusan antar-mengantar beres belaka.
Saat dijumpai Tutura.Id, Jumat (3/3/2023) pagi, Gunawan mengatakan dia dan kawannya sesama pengemudi ojek daring lebih banyak diam di satu tempat untuk menunggu orderan. Akrabnya, tempat itu biasa disebut pangkalan.
"Lebih banyak mangkal di sini karena strategis. Dekat juga dengan rumah”, ujar Gunawan. Ia kebetulan tinggal di Desa Kalukubula, Sigi, yang tidak jauh dari tempatnya sering mangkal.
Lagi pula, dengan mangkal mereka tetap bisa mendapatkan banyak pesanan. Pun bisa lebih hemat bahan bakar karena tidak perlu berkeliling mencari penumpang.
Kuncinya harus jeli memilih tempat strategis untuk mangkal. Paling umum para pengemudi ini akan memilih lokasi yang dekat pusat keramaian, semisal jejeran rumah toko atau tempat perbelanjaan.
Contoh paling kasat mata, pangkalan di samping McDonald's, Jalan Juanda. Tempat mereka mangkal juga biasanya dilengkapi spanduk atau papan penanda.
“Di sini juga banyak restoran atau warung makan. Jadi lumayan banyak dapat orderan. Hitung-hitung hemat bensin juga,” lanjut Gunawan.
Indra (27), pengemudi ojek daring yang biasa mangkal di Jalan Soetomo, Palu Timur, tepat di trotoar depan kantor BPMP Sulawesi Tengah, senada dengan Gunawan.
Opsi mangkal baginya lebih menghemat bahan bakar motor dan tenaga. “Intinya itu kan sistem rating. Kalau makin rajin kita ambil orderan, besar peluangnya kita dapat. Jadi kita menunggu saja, lebih menghemat tenaga dan bensin,” ujar Indra.
Sebenarnya model tempat mangkal yang sering disambangi para pengojek ini sudah eksis sejak dulu. Sejak zaman pengojek pangkalan yang masih konvensional itu.
Khusus era para pengendara ojek daring sekarang, tempat mangkal lebih banyak dimanfaatkan oleh mereka yang menanti orderan makanan ketimbang antar jemput penumpang.
“Beda tipis sebenarnya antara mengantar food dengan orang (penumpang, red.),” ungkap Gunawan.
Salah seorang driver ojek daring yang biasa mangkal di dekat gerai McD, Bekti (49), mengaku lebih senang menunggu orderan dengan tetap mangkal. Sebab, kata dia, lebih praktis dan lebih menghemat energi. Tidak melelahkan.
“Semenjak buka McD agak banyak memang orderan dari sini. Kan ada KFC juga di seberang jalan sana. Jadi ba tunggu di sini saja”, katanya.
Dalam sehari, sebelum harga bahan bakar minyak naik, Bekti rata-rata hanya perlu mengeluarkan Rp15 ribu untuk keperluan mengantar dalam sehari. Kini dia harus merogoh kocek lebih dalam.
Untuk menyiasati bensin yang terbuang percuma, ia mengurangi mobilitas dan memilih mangkal di tempat-tempat yang sekiranya ramai orderan.
“Kita kan juga harus pikir bahan bakar. Soalnya bukan jaminan juga kalau kita mobile dapat orderan lebih banyak daripada mangkal,” tambah Bekti.
Selain keputusan mangkal atau berdiam dalam satu lokasi, tetap ada pengemudi yang memilih sering berpindah tempat alias berkeliling. Hanya saja para penganut cara ini biasanya juga tidak akan berkeliling terlalu jauh.
ojek daring tukang ojek pangkalan ojek penumpang layanan antar jemput driver ojek online pusat keramaian bahan bakar minyak