Aliansi Jurnalis Independen (AJI) genap berusia 28. Resepsinya berlangsung lewat daring pada Minggu (7/8). Peringatan tahun ini ambil tema “Memperkuat Solidaritas di tengah Represi Digital dan Oligarki”.
AJI memang dikenal sebagai organisasi wartawan yang tak berkutat pada perkara profesi semata, tapi juga bergerak dalam isu demokrasi, kebebasan pers, hingga hak asasi manusia.
Sejak berdiri, AJI memang sudah jadi wadah jurnalis untuk memperjuangkan kebebasan pers. Organisasi itu lahir dan tumbuh di bawah tekanan Orde Baru.
Embrio pembentukannya sudah tercetus awal 1990-an, ditandai dengan berdirinya sejumlah simpul jurnalis di berbagai kota (terutama di Jawa).
Saat itu, muncul keinginan untuk menghadirkan organisasi jurnalis; atau setidaknya alternatif dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang sangat dominan di massa Orde Baru. Ada pula ide ingin bangun media sendiri; dan mendirikan satu organisasi bersama. Namun semua ide terpendam.
Baru pada Juni 1994, gagasan ini jumpa momentumnya. Orde Baru membredel tiga media: Tempo, Tabloid Detik, dan Editor. Pemberangusan pers itu malah jadi momen tumbuh suburnya gagasan bikin organisasi alternatif bagi para wartawan.
Bogor, 7 Agustus 1994, konsolidasi para wartawan dari berbagai kota akhirnya terwadahi. AJI lahir dari konsolidasi itu. Penandanya ialah “Deklarasi Sinargalih” yang diteken puluhan jurnalis.
Sejak itu, AJI jadi salah satu motor dalam perjuangan mendongkel kekuasaan Orde Baru. Alat utamanya ialah Buletin Independen, media alternatif yang bikin sakit kuping rezim Orde Baru.
Tiga pegiat Buletin Independen pernah merasakan kejamnya bui: Ahmad Taufik, Eko Maryadi, dan Danang Kukuh Wardoyo.
Kekuasaan Orde Baru yang pongah akhirnya roboh pada Mei 1998. Meski demikian, bukan berarti perjuangan memperjuangkan demokrasi juga ikut tuntas.
“Hingga kini, AJI bersama kelompk masyarakat sipil masih berjuang mendesak pencabutan terhadap pasal-pasal karet di UU ITE, mendesak pembatan Permenkominfo 5/2020, dan menolak masuknya pasal-pasal anti demokrasi di RKUHP,” kata Ika Ningtyas, Sekjen AJI, dalam sambutan di HUT ke-28 AJI.
Adapun rangkuman sejarah AJI Palu bisa disimak lewat grafik berikut.