Sulawesi Tengah berada di urutan enam dari bawah dalam urusan sanitasi layak di Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (2021), hanya 76,06 persen rumah tangga di Sulteng yang punya akses sanitasi layak. Sisanya, sebanyak 23,94 persen, tak memiliki akses buang air besar (BAB) nan layak atau sebutlah masih boker sembarangan.
Persentase tersebut juga menempatkan Sulteng berada di bawah rata-rata nasional yang mencapai 80,29 persen.
Ihwal kelayakan sanitasi ini hanya ada lima provinsi yang persentasenya di bawah Sulteng, yakni: Papua (40,81 persen), Sumbar (68,69 persen), Jabar (71,66 persen), NTT (73,36 persen), dan Kalteng (73, 77 persen).
Bila merujuk dokumen profil Dinas Kesehatan Sulteng, jumlah rumah tangga di Sulteng mencapai 708.799. Alhasil angka 23,94 persen dari total rumah tangga yang belum boker layak di Sulteng bisa setara dengan 169.686 ribu.
Sebesar itulah taksiran rumah tangga yang masih berak bebas merdeka.
Sebagai catatan, ukuran sanitasi layak berbasis pada standar Sustainable Development Goals (SDGs) alias Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Merujuk standar tersebut, rumah tangga dianggap punya sanitasi layak jika memiliki fasilitas tempat BAB yang digunakan sendiri atau komunal.
Tempat BAB ini juga haruslah kloset model leher angsa dan dilengkapi tangki septik; atau bisa juga di lubang tanah bagi rumah tangga di perdesaan.
Sumber lain perkara berak bisa dilihat dalam data Potensi Desa (BPS, 2021). Pada data itu terungkap bahwa 52 desa di Sulteng masih BAB di bukan jamban.
Perhitungan tersebut berdasarkan pada banyaknya rumah tangga yang buang air besar di jamban atau bukan. Bila dalam satu desa lebih banyak yang buang air besar di bukan jamban, maka wilayah itu termasuk dalam 52 desa.
Urusan beol memang hak tiap individu. Metabolisme tubuh mengharuskan manusia untuk memproduksi feses dan pada akhirnya “ke belakang”.
Masalahnya, berak sembarang bisa bikin masalah kesehatan. Beol di sungai, misalnya, bisa memicu penyebaran bakteri Escherichia coli, yang jadi biang keladi penyakit diare.