Menikah tak hanya jadi peristiwa penting dalam hidup, tapi juga hari-hari paling repot yang akan dilalui oleh para pasangan yang akan melangsungkannya.
Momen tersebut diharapkan berjalan lancar pada setiap prosesnya. Untuk memastikan hal tersebut, mempelai yang punya bujet lebih biasa akan menyerahkannya kepada penyelenggara acara pernikahan alias wedding organizer. Biasanya orang lebih suka menyebutnya WO.
Kehadiran penyedia jasa ini merupakan solusi untuk para pasangan yang ingin melangsungkan wedding dream tanpa perlu repot mengurusi semuanya.
Penyelenggara acara pernikahan berperan penting untuk membantu pasangan, mulai dari menentukan konsep pernikahan yang diinginkan, tempat, makanan, hingga hal-hal lainnya seperti menjadi psikolog dadakan untuk memastikan pengantin memiliki suasana hati yang terjaga hingga hari sakral tiba.
Dewi Yanti (35), pemilik The Chox—salah satu wedding organizer di Kota Palu, mengaku lebih senang bertemu klien yang ribet dan banyak mau, ketimbang pengantin yang menyerahkan sepenuhnya kepada dirinya.
“Kalau saya dapat pengantin yang serahkan semua ke wedding organizer, langsung saya tarik itu pengantinnya dan tentukan maunya apa. Karena saya tidak mau nanti tidak sesuai ekspektasinya,” ungkap Dewi yang merintis usahanya sejak 2018 kepada Tutura.Id (10/5/2024).
Bersama The Chox yang kini total telah memiliki 32 orang kru, Dewi mengatakan bahwa penting untuk menghasilkan sesuatu berdasarkan keinginan klien. Pasalnya rasa puas tersebut akan berimbas positif terhadap reputasi usahanya.
“Kami harus memastikan bahwa nantinya dream wedding-nya klien sesuai dengan maunya. Apa maunya kita ikuti. Dia suka ini, kita buatkan seperti itu,” jelasnya.
Pun demikian, Dewi tetap realistis menghadapi para klien. Seringkali para pengantin datang dengan konsep yang luar biasa, sedangkan jika ingin divisualisasikan, hal tersebut berbenturan dengan situasi, kondisi, dan rupiah yang disodorkan.
“Sebagai penyelenggara acara pernikahan saya akan katakan langsung, ‘Oh, ini tidak sesuai dengan tempat.’ Atau biasanya karena bujet mereka yang tidak sesuai konsep,” tambahnya.
Menjadi seorang yang bekerja di sektor jasa seperti penyelenggara acara pernikahan, ucap Dewi, harus memiliki mental baja. Ada banyak hal yang harus diperhatikan, termasuk segala printilan semisal suvenir yang ikut menjadi tanggung jawab mereka.
Belum lagi kalau ada “impostor” yang kerjanya sibuk mengurusi dan mengomentari prosesi pernikahan dengan nyinyir, mulai dari dekorasi hingga riasan pengantin.
“Biasanya ada satu orang dari pihak keluarga yang akan protes tentang banyak hal. Kami cuma bisa tarik nafas dan bersabar. Pasang senyum terbaik karena memang itu risikonya kita kerja begini,” kata Dewi.
Untuk menggunakan jasa The Chox, harga yang ditawarkan mulai dari Rp7,6 juta hanya untuk paket resepsi. Ada juga kisaran Rp8 juta hingga Rp10 juta untuk paket seharian penuh yang meliputi prosesi dari akad/pemberkatan hingga resepsi.
View this post on Instagram
Selain Dewi, kami juga menghubungi Jerry Ronald (47), pemilik Mata Organizer, Kamis (9/5). Jerry yang awalnya pemandu acara merintis Mata Organizer di Jakarta sejak 2007. Dia lantas memutuskan untuk membawa usahanya ini ke Kota Palu pada 2018.
Sama seperti Dewi, Jerry juga telah merasakan pahit manisnya bekerja dalam bidang jasa seperti ini. Dia terbiasa mengurusi printilan kecil hingga menjaga psikis calon pasangan suami istri.
“Menjadi seorang wedding organizer itu harus menjaga mood pengantin. Karena kita mau pengantin menikmati pernikahannya yang sudah dirancang sedemikian rupa,” tutur Jerry.
Seorang kepala penyelenggara acara pernikahan juga harus menyiapkan rencana-rencana cadangan, khususnya jika mengadakan acara resepsi di luar ruangan. Kemungkinan terburuk, seperti hujan deras yang bisa saja mendadak turun, harus sudah ada dalam skenario sehingga bisa segera dicarikan solusinya.
“Harus punya plan B dan plan-plan lainnya. Kita tidak mau acara pernikahan klien ini rusak karena WO-nya tidak mempersiapkan apa pun,” imbuh Jerry.
Menjadi pekerja di bidang WO, sebut Jerry, gampang-gampang susah. Susahnya karena tak hanya mengurusi kedua mempelai, tapi juga kedua orang tua mempelai, bahkan hingga keluarga besar masing-masing pihak.
Alhasil mereka terkadang hadir sebagai penengah guna memastikan keinginan masing-masing tetap bisa terakomodir sehingga bisa memuaskan kedua belah pihak.
Menurut Jerry, mengurusi acara pernikahan dengan konsep tradisional termasuk yang menguras tenaga. Penyebabnya sudah tentu karena di dalamnya turut melibatkan prosesi adat.
“Kami beberapa kali terima pernikahan adat. Kalau adat dia lebih kompleks dan kadang memang ada beberapa printilan yang susah didapatkan. Hanya saja so far masih aman karena kita juga kerja sama dengan vendor-vendor yang ada di sini,” Jerry menambahkan.
Perihal bayaran menggunakan jasa Mata Organizer, rentangnya mulai Rp7 juta hingga Rp40 juta.
“Kami memang agak sedikit pricey, tapi syukurnya kami belum pernah kosong orderan. Karena dengan harga segitu kami menawarkan kualitas yang terbaik juga,” tegas Jerry.
Diakuinya kesadaran masyarakat Kota Palu tentang anggaran biaya yang harus dikeluarkan jika melibatkan wedding organizer sudah makin menyebar luas. Jadinya ia tak pernah hirau soal harga.
Kendala terbesar yang masih ia dan timnya hadapi hingga saat ini tak lain soal eksekusi. Pasalnya ada saja klien yang datang menyodorkan konsep pernikahan ala luar negeri. Sementara tempat-tempat di Palu punya keterbatasan.
“Orang Palu kadang konsepnya susah untuk direalisasikan di sini. Soalnya tempatnya juga kurang. Paling kalau outdoor di hotel atau di restoran yang memungkinkan,” ungkapnya.
Tantangan mewujudkan konsep acara pernikahan impian kedua mempelai, sebut Jerry, jadi faktor yang membuatnya juga makin semangat dan kreatif. Jika mentok karena situasi dan kondisi yang tak mendukung, Jerry dkk. biasanya memberikan opsi lain yang sebisa mungkin mirip dengan permintaan klien.
wedding organizer penyelenggara acara pernikahan mata organizer the chox vendor resepsi pernikahan