Kecelakaan kerja di area konsesi tambang nikel di Sulawesi Tengah kembali terjadi. Kali ini, berlokasi di PT Koninis Fajar Mineral (KFM)—korporasi pengolahan ore nikel—yang berbasis di Kecamatan Bunta dan Simpang Raya, Kabupaten Banggai.
Menurut keterangan Kapolsek Bunta Syukri Larau, insiden menimpa pekerja bernama Muh. Ikbal (37). Peristiwa nahas terjadi ketika yang bersangkutan sedang mengemudikan mobil dump truck bermuatan ore nikel melalui rute pemindahan (hauling) menuju dermaga (jetty), Sabtu (16/12/2023).
Namun, malang bagi Ikbal, truk merah berjenis sachman milik perusahaan subkontrak PT EIM yang ia kendarai terbalik saat memasuki kilometer dua. Akibatnya Ikbal harus menderita luka berat pada kedua kakinya; kaki kanan putus, sementara kaki kiri hancur.
Belakangan warga Kelurahan Simpong, Kecamatan Luwuk Selatan, ini dikabarkan meninggal dunia ketika dirujuk menuju RSUD Luwuk usai menjalani perawatan intensif di Puskesmas Bunta di hari yang sama.
Perlu diketahui, Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT KFM seluas 2.738 hektare yang mencakup Desa Tuntung, Desa Nanga-Nangaon, dan Desa Pongian di Kecamatan Bunta. Lalu Desa Gonohop dan Desa Koninis di Kecamatan Simpang Raya.
Tetapi hingga hari kedua hari paska kecelakaan, tak ada tanda-tanda pengungkapan apa penyebab di balik kecelakaan kerja tersebut.
Berdasarkan laporan Dandi Abidina (24), warga Desa Tuntung, peristiwa itu diduga karena sarana yang dilewati untuk mengangkut hasil tambang menuju dermaga.
“Jalur pengangkutan (jasrun) di PT KFM ini berada di ketinggian, setelah penurunan langsung menikung. Memang diduga jalannya terlalu terjal, apalagi jalurnya ini sepanjang 250 meter. Insiden kemarin juga terjadi di lokasi yang sama dengan kecelakaan pertama,” kata Dandi ketika dihubungi Tutura.Id, Senin (18/12).
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tompotika (Untika) Luwuk ini bilang, kejadian pekan lalu berada di lokasi yang sama pada saat kecelakaan kerja tiga bulan yang lalu.
Pada 23 September 2023, Laode Baharudin (43) terpaksa menjalani perawatan intensif di Puskesmas Bunta akibat luka robek di bagian dagu kiri, bengkak di kaki kanan, dan sakit di bagian dada.
Saat itu, pria asal Kendari, Sulawesi Tenggara, ini sedang membawa mobil dump truck berisikan ore nikel dari arah PIT menuju efo dua. Tetapi naas bagi warga yang berdomisili di Kelurahan Bunta I ini. Mobil yang ia kendari justru terbalik saat memasuki kilometer 1,8. Kendaraan yang dikemudikannya juga dimiliki oleh PT EIM.
“Banyak buruh sudah bersuara soal keselamatan kerja ini. Tetapi mereka terancam sanksi oleh PT KFM. Mereka jadinya cuma mengeluh ke kami (warga lokal nonburuh). Jangan kan hal serius seperti ini, kritik gaji saja buruh bisa dikasih surat peringatan,” ungkap Dandi.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untika ini turut menegaskan, semestinya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banggai meninjau ulang pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan (K3L) di PT KFM.
Dandi juga meminta agar jalur pengangkutan (jasrun) yang selama ini dipakai untuk dievaluasi. Sebab menurutnya koridor yang dilewati untuk pendistribusian ore nikel itu tak sesuai standar.
Indikasi ketidakpatuhan atas SMK3P
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng Muhammad Taufik menilai, kecelakaan kerja yang menimpa dua pekerja tambang kurun tiga bulan terakhir lantaran perusahaan mengabaikan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan (SMK3P).
“Ada indikasi PT KFM tak patuh pada implementasi SMK3P. Karena kalau mereka (PT KFM) taat, kecelakaan kerja tak mungkin terulang. Parahnya, korban kejadian terakhir bahkan kehilangan anggota tubuhnya,” tutur Taufik kepada Tutura.Id, Senin (18/12).
Soal isu minim pengalaman atau sulitnya adaptasi pekerja di lokasi tambang, yang mungkin jadi salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja, sambung Taufik, hal itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan yang merekrut.
“Bila kondisinya seperti itu semestinya semua perusahaan tambang wajib memberikan pengetahuan, mendorong pelatihan di lingkungan perusahaan, seperti latihan mengemudikan truk di area berisiko atau teknis lainnya, hingga pengetahuan dan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di area perusahaan,” ujarnya.
Sekadar informasi, SMK3P merupakan peraturan yang wajib dilaksanakan di lingkungan pertambangan. Regulasi ini termuat dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) 38/2014.
Kebijakan lain terkait ini terdapat pada Permen ESDM 26/2016 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral Batu Bara.
Maraknya kecelakaan kerja di kawasan pertambangan beberapa tahun terakhir, lanjut Taufik, seharusnya beroleh perhatian serius dari pemerintah di seluruh level. Menurutnya, pemerintah harus mengevaluasi total aktivitas pertambangan di Sulteng.
Antara lain dengan melakukan penilaian kondisi pertambangan sesuai Permen ESDM 38/2014 dan Permen ESDM 26/2018. Harus ada pemantauan dan pengukuran kinerja, inspeksi penerapan keselamatan pertambangan, dan evaluasi kepatuhan terhadap perundang-undangan atau ketentuan lainnya.
Langkah tak kalah penting lainnya adalah menyelidiki kecelakaan, gangguan atau penyakit akibat kerja di seluruh korporasi pertambangan di Kabupaten Banggai, serta mendesak kepala inspektur tambang melaksanakan audit eksternal penerapan SMKP minerba di PT KFM.
“Ini perlu diambil supaya publik tahu apakah SMK3P benar-benar diterapkan atau tidak? Ini juga sebagai siasat agar tak ada lagi kecelakaan kerja berujung kehilangan nyawa di lokasi tambang,” pungkas Taufik.