Ikhtiar menuntaskan kasus Munir; tak boleh (lagi) setengah hati
Penulis: Anggra Yusuf | Publikasi: 29 Desember 2022 - 09:35
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Ikhtiar menuntaskan kasus Munir; tak boleh (lagi) setengah hati
Lebih dari 18 tahun berlalu, penyelesaian kasus Munir masih terkatung-katung. Foto menunjukkan seorang aktivis menggunakan topeng Munir dalam sebuah unjuk rasa. (Foto: Toto Santiko Budi / Shutterstock.com).

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan akan mengusut lagi kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib. Saat ini, Komnas Ham tengah merampungkan pembentukan tim adhoc, yang diharapkan mulai bekerja efektif pada Januari 2023.

Tim adhoc kabarnya akan beranggotakan empat orang komisioner Komnas HAM. Kelompok masyarakat sipil juga bakal diberi ruang untuk bergabung dalam tim tersebut.

“Karena sebelumnya sudah dibentuk juga tim periode lalu dan timnya sudah selesai. Maka kami membentuk tim di Komnas HAM untuk melanjutkan penyelidikan kasus pembunuhan Cak Munir," ujar komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, dilansir detik.com (27/12/22).

Rencana ini menerbitkan optimisme bagi Komite Aksi untuk Munir (KASUM), kelompok masyarakat sipil yang selama belasan tahun mengadvokasi dan menyerukan penuntasan kasus pembunuhan Munir.

Anggota KASUM, Usman Hamid berharap pembentukan tim adhoc ini bisa mengisi kekosongan proses pencarian keadilan yang terhenti selama beberapa tahun terakhir. Usman juga sebut bahwa pihaknya diminta untuk mengusulkan nama dalam tim adhoc.

“Penyelidikan dalam arti optimal tentu tidak akan mudah. KASUM sendiri saat ini dapat ikut membantu proses penyelidikan dan diberi kesempatan mengusulkan nama,” kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia itu, dikutip Tempo.co (25/12/22).

Kilas balik kasus Munir: Penyelesaian setengah hati

Munir Said Thalib wafat pada usia 38 tahun. Ia berpulang di udara, pada 7 September 2004, dalam perjalanan menumpang pesawat Garuda Indonesia (GA-974) rute Jakarta-Amsterdam. Kisah kematian dan keberaniannya dalam menegakkan hak asasi manusia menginspirasi grup musik, Efek Rumah Kaca membuat lagu "Di Udara."

Munir meninggal dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam. Penyebab kematiannya ialah racun arsenik yang dicampurkan dalam minuman saat transit di Bandara Changi, Singapura.

Proses persidangan dalam kasus ini hanya berhasil menyeret Pollycarpus Budihari Priyanto, dan dianggap banyak pihak tak bisa mengungkap dalang pembunuhan.

Adapun Pollycarpus divonis 20 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada Januari 2008. Menurut putusan MA, Pollycarpus terbukti telah melakukan pembunuhan terhadap Munir. Bekas pilot Garuda Indonesia itu menyelipkan arsenik pada minuman milik Munir saat keduanya transit dan menongkrong di gerai Coffee Bean, Bandara Changi, Singapura.

Pollycarpus mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis tersebut. Pada Oktober 2013, PK Pollycarpus dikabulkan oleh MA. Hukumannya dikorting jadi 14 tahun penjara. Selama menjalani masa tahanan, tokoh yang sudah mangkat pada Oktober 2022 itu juga dapat total remisi sekira lima tahun.

Ia bebas bersyarat pada November 2014; hingga akhirnya dinyatakan bebas murni pada Agustus 2018.

Banyak pihak menganggap Pollycarpus sekadar operator pembunuhan. Sedangkan dalang sebenarnya gagal diungkap.

Dalam perjalanan kasus ini sebenarnya ada nama Muchdi PR, mantan komandan jenderal Kopasus, yang sempat jadi tersangka. Namun Muchdi belakangan dinyatakan bebas.

Pada September 2022, seorang peretas dengan epitel Bjorka menuding Muchdi sebagai dalang utama kasus ini. Ringkasnya, Bjorka menyebut bahwa Muchdi mengendalikan Pollycarpus dalam operasi pembunuhan. Kala pembunuhan Munir terjadi, Muchdi berstatus sebagai deputi V bidang penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN).

Muchdi diduga punya motif sakit hati kepada Munir. Pejuang hak asasi manusia itu berani menyebut Tim Mawar--tim kecil dalam tubuh Kopasus--sebagai aktor utama penculikan aktivis 1997-1998. Nama Muchdi terseret-seret dalam kasus tersebut hingga dicopot dari jabatannya sebagai komandan jenderal Kopasus.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan dibutuhkan keinginan politik nan kuat untuk menuntaskan kasus Munir. Isnur menyampaikan pandangannya saat jadi pembicara dalam "Peringatan Hari HAM dan Mengenang 57 Tahun Munir: Potret Penegakan HAM di Indonesia" di Tebet, Jakarta, awal Desember 2022. 

"Sejak awal kita sudah bilang upaya rekayasa kasus, penghilangan alat bukti sudah dilakukan terhadap kasus Munir. Hingga diputus bersalah, bahkan Polycarpus tidak mau mengakui, bahkan diberi remisi lima tahun," ujarnya (8/12/2022).

Ketidakseriusan penyelesaian kasus Munir kian telanjang saat dokumen Tim Pencari Fakta hilang. 

Sebelumnya, semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terbit Perpres Nomor 111 Tahun 2004 tentang Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir, yang diteken pada 23 November 2004. TPF menyelesaikan tugas pada 24 Juni 2005. Namun, medio Februari 2016, di masa kepemimpinan Jokowi, dokumen tersebut dinyatakan hilang.

Bagi banyak orang, Munir akan selalu dikenang sebagai pahlawan hak asasi manusia. Ia telah berdiri di garda depan penegakan hak asasi manusia sejak Indonesia masih di bawah cengkeraman rezim militer Orde Baru.

Sejak muda, Munir sudah menangani sejumlah kasus pelanggaran HAM. Ia menjadi penasihat hukum bagi keluarga tiga petani yang ditembak tentara dalam kasus Waduk Nipah Madura. Munir juga mengadvokasi kasus pembunuhan aktivis Marsinah, dan Timor-Timur, dua perkara HAM besar yang terjadi di masa senjakala Orde Baru.

Ia juga jadi insan paling giat dalam pengusutan kasus penghilangan paksa aktivis, Talangsari, Semanggi I, Semanggi II, Tanjungpriok, dan lain-lain.

Sekadar catatan, Munir berangkat ke Amsterdam guna menyelesaikan studi pasca-sarjana di Utrecht University. Munir bahkan sudah mengajukan proposal tesis tentang penghilangan paksa aktivis di Indonesia. Tesis Munir itu konon bakal menyebut beberapa pembesar militer di Indonesia dalam kasus penghilangan paksa aktivis.

Kini pengusutan kasus Munir dibuka kembali. Publik tentu berharap penyelesaian yang tuntas. Tak lagi setengah hati. Pun bukan sekadar komoditas politik jelang Pemilu 2024.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Berharap Kota Palu ramah bagi penyandang disabilitas
Berharap Kota Palu ramah bagi penyandang disabilitas
Pembangunan infrastruktur di Kota Palu pascabencana 2018 sedang gencar. Menyisakan harap agar ramah terhadap penyandang…
TUTURA.ID - Praktik mahasiswa memberikan parsel kepada dosen saat ujian skripsi
Praktik mahasiswa memberikan parsel kepada dosen saat ujian skripsi
Praktik mahasiswa memberikan parsel kepada dosen saban mengikuti ujian skripsi sebenarnya termasuk gratifikasi, tapi langgeng…
TUTURA.ID - Sunardi Katili: Segera tutup PLTU batu bara captive di Morowali
Sunardi Katili: Segera tutup PLTU batu bara captive di Morowali
Direktur Eksekutif Walhi Sulteng Sunardi Katili menilai Perpres 112/2022 tak berdaya mengintervensi industri yang menggunakan…
TUTURA.ID - Jokowi akui kasus pelanggaran HAM berat; setelah pengakuan lalu apa?
Jokowi akui kasus pelanggaran HAM berat; setelah pengakuan lalu apa?
Presiden Jokowi mengakui adanya 12 pelanggaran ham berat di Indonesia. Lebih dari penyelesaian non-yudisial, pegiat…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng