Makan siomai tanpa takut, ini cara deteksi kandungan daging tikus
Penulis: Pintara Dinda Syahjada | Publikasi: 21 Mei 2023 - 17:54
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Makan siomai tanpa takut, ini cara deteksi kandungan daging tikus
Siomai menurut aturan terbuat dari daging unggas, ikan dan hewan memamak biak lainnya. Bila ada kandungan daging tikus, maka terjadi cemaran bahan pangan. (Foto: shutterstock/ A Dharma Prasetya)

Siomai menjadi kudapan favorit. Tidak heran bila begitu banyak pembelinya dan menjadi salah satu pilihan usaha kuliner yang menjajikan. Namun bagaimana bila bahan utamanya justru dibuat dari daging tikus? Alih-alih daging ayam, ikan atau sapi demi mengeruk keuntungan berlipat.

Ya. Isu siomai daging tikus kembali menyeruak ketika akun Tiktok @dewi2710 mengunggah video seseorang memakan siomai daging tikus pada 9 Mei 2023. Pemilik akun yang belakangan diketahui berdomisili di Morowali itu, seketika menyebabkan huru-hara; orang takut membeli siomai.

Hanya selang sehari, perempuan pemilik akun Tiktok @dewi2710 kembali menggunggah video klarifikasi dan permintaan maaf. Pasalnya, akibat video yang diunggahnya sebelumnya membuat penjual siomai di Morowali mendapat imbas.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, minta maaf ya kayak-kakak soal video yang saya bagikan kemarin yang viral, nah niatku bagikan begitu biar semua yang suka makan siomay hati-hati ki kalau mau beli siomay. Kebetulan saya juga doyan sekali makan siomay. Minta maaf juga sebelumnya untuk penjual siomay, bukan kasian niatku biar sepi penjual ta, kita kasian juga sebagai pembeli ya begitu mi pasti mengerti ki, mau ki cari yang bagus to beli yang bagus apalagi dimakan,” ucapnya melalui video yang diunggahnya pada 10 Mei 2023.

Dia pun menjelaskan mengapa video siomai tikus dihapusnya. Meski sudah memberikan keterangan bahwa video tersebut bukannya miliknya dan tidak terjadi di Morowali, tetapi masih ada orang yang bertanya dan meminta untuk diberitahu siapa penjualnya dan dimana membeli siomai tersebut.

Entah benar atau tidak, namun rupanya pemerintah Indonesia telah melakukan antisipasi bila terjadi penjual yang “nakal”. Panganan siomai telah diatur Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) tentang bakso atau siomai daging.

Dalam peraturan BPOM RI Nomor 34 tahun 2019 tentang kategori Pangan, menjelaskan definisi siomai daging adalah produk yang terbuat dari daging unggas atau ruminansia (hewan memamah biak) yang dihaluskan, dicampur dengan atau tanpa hasil perikanan yang dihaluskan atau potongan, bumbu-bumbu, dan bahan pangan lain, dilapis dengan kulit yang terbuat dari adonan terigu dan air dan dibentuk, dimasak, dikemas, dan dibekukan dengan kandungan daging tidak kurang dari 30%.

Bila ditemukan kandungan soimai di luar ketentuan itu, maka pembuat dan penjual siomai akan mendapatkan ancaman  sanksi adminsitrasi berupa perintah penarikan dari peredadaran dan pemusnaan pangan, pencabutan izin edar/surat persetujuan pendaftaran, dan atau larangan penayangan iklan.

Cara deteksi

Dosen Bidang Gizi Manusia dan Pangan, Program Studi Gizi, Universitas Tadulako, St. Ika Fitrasyah, S.Gz., M.Si., mengungkapkan isu daging tikus sebaiknya disikapi secara bijak. Pembeli selaku konsumen, menurutnya punya hak untuk dilindungi dari bahan yang tidak seharusnya dikomsumsi. Apalagi bila terjadi di suatu daerah dengan penduduk mayoritas Islam, dimana daging tikus secara syariat masuk dalam kategori hewan tidak diperbolehkan dimakan dan diperintahkan untuk dibunuh.

Untuk itu, dia meminta agar bisa berhati-hati dan sebaiknya pembeli memiliki pengetahuan agar bisa mendeteksi siomai yang mengandung daging tikus. Pasalnya, Ika mengungkapkan ada beberapa penelitian yang melaporkan beberapa bahan makanan yang tercemar bahan yang haram, seperti daging tikus  pada Tahun 2014 dan 2015.

Dia juga menyebutkan pada Tahun 2019 pernah ada laporan berita di media, yang menuliskan terdapat kandungan daging tikus pada produk bakso sapi. Meskipun hal tersebut tidak terjadi di Kota Palu.

“Daging tikus kan sebenarnya lumayan gampang ditemukan dibandingkan daging-daging unggas kaya ayam atau daging sapi, ada juga ikan yang kita campurkan ke produk olahan pentol. Karena tingkat kemudahannya diperoleh, maka otomatis dagingnya lebih murah harganya, biasanya seperti itu,” kata Ika yang dihubungi via Whatsapp pada Rabu (10/5/2023).

Olehnya, Ika meminta pembeli wajib curiga bila menemukan siomai yang lebih murah daripada harga siomai pada umumnya. Cara lainnya adalah memeriksa tekstur siomai.

Dia menjelaskan tekstur siomai yang mengandung daging tikus cenderung berbeda dengan siomai yang menggunakan daging sapi, ayam, atau ikan. Olehnya, sangat mungkin bisa dibedakan

“Kalau daging tikus dia biasanya memiliki tekstur yang cenderung lebih keras dibandingkan bakso daging sapi atau daging ayam. Jadi kalau mau kita urutkan yang paling keras dagingnya diantara daging-daging yang sering kita gunakan saat mengolah bakso atau pentol atau siomai diurut yang paling keras adalah daging tikus, kemudian daging sapi, kemudian daging ayam, seperti itu,” lanjutnya.

Meski begitu, tekstur lembut, kenyal atau keras pada siomai menurut Ika bisa dipengaruhi oleh seberapa benyak penggunaan tepung tapioka. Olehnya, mengamati tekstur siomai untuk bisa mendeteksi kandungan daging tikus, perlu kehati-hatian.

Namun, jangan khawatir. Sebab ada lagi cara untuk mengetahuai siomai mengandung daging tikus atau tidak. Caranya dengan menusuk siomai tersebut. Bila mudah pecah, maka dapat dicurigai bila siomai tersebut mengandung daging tikus.

Ika pun menyarankan bila membeli siomai, jangan buru-buru memakannya. Cobalah hirup aromanya. Pasalnya, siomai yang menggunakan daging tikus akan tercium lebih amis daripada siomai menggunakan daging ayam, sapi atau ikan.

Bikin sakit parah

Di beberapa negara dan kebudayaan, daging tikus dikonsumsi dengan cara dipanggang seperti ini. Namun di Indonesia, daging tikus dilarang dicampur dalam siomai merujuk Peraturan BPOM RI kategori Pangan (Foto: shutterstock/Santi Nanta)

Larangan memakan daging tikus bagi setiap muslim, jelas Ika, tentu ada sebabnya. Pasalnya daging tikus mengandung bakteri Listeria monocytogene. Bakteri ini dengan mudah menyerang wanita hamil, Lansia dan bayi baru lahir.

Bakteri Listeria monocytogene bisa menyebabkan gejala sakit kepala, hilang keseimbangan, sulit untuk bernafas, diare, mual hingga demam dan untuk infeksi paling buruk bisa terjadi infeksi darah dan radang selaput otak alias meningitis. Bakteri tersebut juga bisa ditemukan dalam makanan yang tercemar tikus.

Ika menambahkan danging tikut, tidak hanya mengandung Listeria monocytogene tapi juga bakteri Salmonelosis. Bakteri ini biasanya dibawa dari makanan yang tercemar urin atau gigitan tikus. Bakteri ini bisa menyebabkan penurunan berat badan, muntah, mual, keram perut hingga munculnya darah pada kotoran yang dikeluarkan dan untuk gejala yang lebih parah penderita bisa mengalami tipes.

Tetapi jika makanan tersebut juga terkontaminasi urin tikus juga dapat menyebabkan kondisi leptospirosis. Kondisi terdapat beberapa gejala seperti, demam, batuk, diare, sakit kepala, ruam dan iritasi pada mata.  Namun, gejala tersebut akan terasa setelah 5-14 hari terinfeksi bakteri yang menyebabkan leptospirosis. Bila sudah masuk ke ginjal, hati hingga jantung harus segera dilakukan tindakan medis

Itu saja? Ternyata tidak. Dalam lam daging tikus juga terdapat Hantavirus yang bisa masuk melalui urin atau kotoran hingga bisa juga melalui udara. Penderitanya bisa mengalami gejala flu selama lebih dari 10 hari dan jika tidak mendapatkan penanganan medis bisa menyebabkan risiko kematian.

“Karena hantavirus bisa masuk ke paru-paru yang membuat penderita sulit untuk bernafas,” ungkap Ika.

Ancaman kesehatan ini juga akan berlipat bila ternyata dalam daging tikus terdapat racun. Hal itu kerja organ limpah. Dimana limpah berfungsi menyaring sel darah merah yang rusak dan melindungi tubuh dari infeks, sehingga jika sistem kekebalan mengalami gangguan artinya yang lainnya juga akan mendapatkan gangguan.

“Jadi memang urin, feses, gigitan tikus kemudian bakteri, karena sebenarnya tikus selalu main ditempat yang kotor maka kemungkinan besar untuk memperoleh bakteri maupun virus yang berbahaya yang berasal dari bahan tikus itu sendiri maupun kotorannya itu semakin besar risikonya, walaupun dagingnya sudah dimasak tetap ada kemungkinan bakteri maupun virus yang dibawa oleh tikus tersebut bisa mengkontaminasi makanan yang kita konsumsi. Jadi bukan hanya melalui pentol tetapi melalui makanan-makanan yang tidak kita jaga keamanan pangannya. Jadi pentingnya menjaga keamanan pangan sih juga di sini,” pungkasnya.***

 

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
8
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
4
Kaget
1
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Kekalahan Indonesia dalam sengketa WTO soal hilirisasi nikel
Kekalahan Indonesia dalam sengketa WTO soal hilirisasi nikel
Indonesia kalah dalam sidang sengketa WTO. Uni Eropa keberatan dengan larangan ekspor bahan mentah (nikel)…
TUTURA.ID - Bagaimana media membingkai peristiwa ledakan tungku smelter di Morowali
Bagaimana media membingkai peristiwa ledakan tungku smelter di Morowali
Publik harus senantiasa mengingat bahwa setiap pemberitaan tak lepas dari sudut pandang dan kepentingan redaksional…
TUTURA.ID - Sudah siap lepas dari nasi? Konsumsi karbohidrat paling tinggi di Sulteng
Sudah siap lepas dari nasi? Konsumsi karbohidrat paling tinggi di Sulteng
Menurut laporan data Dinas Pangan Sulteng, warganya lebih banyak mengonsumsi pangan mengandung karbohidrat. Sementara protein…
TUTURA.ID - Mengais rezeki dari lautan Teluk Palu
Mengais rezeki dari lautan Teluk Palu
Masih banyak nelayan di Kota Palu yang terhambat saat melaut karena kurangnya perahu. Pun ketiadaan…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng