Sejak 10 Maret 2000, Indonesia punya lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Pengawasannya meliputi instansi pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta maupun perorangan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Sepanjang dana operasionalnya menggunakan APBD/APBN.
Namanya Ombudsman RI. Lembaga ini punya perwakilan di seluruh daerah Indonesia. Pun halnya dengan Sulawesi Tengah. Pada pengujung 2022, Ombudsman Sulawesi Tengah (Sulteng) punya catatan mengenai kualitas pelayanan publik di daerah ini.
Kepala Perwakilan Sulawesi Tengah Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Mohammad Iqbal Andi Magga mengungkapkan bahwa pihaknya bekerja dengan mengasup standar penilaian berbasis pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Adapun ruang lingkup pelayanan publik yang dinilai, mencakup pelayanan barang, jasa, dan administratif.
Contohnya, kata Iqbal, pelayanan barang publik termasuk gedung-gedung pendidikan, kesehatan, terminal, bandara, dan lain sebagainya. Sedangkan pelayanan jasa publik ada pada penyediaan listrik, siaran TV, radio, hingga jaringan telekomunikasi.
Sementara untuk pelayanan adminsitrasi meliputi pembuatan KTP, SIM, akta kelahiran, dokumen perizinan, dan lain sebagainya.
Hasil penilaian
Dalam rilis resmi berjudul "Kaleidoskop Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tengah” terungkap bahwa Ombudsman Suleng telah menerima 668 laporan selama 2022.
Rincian laporannya meliputi: 520 penundaan berlarut, 129 perbuatan tidak patut, 6 penyimpangan prosedur, 2 penyalahgunaan wewenang, 2 permintaan barang dan jasa, 2 tidak memberikan pelayanan, 2 tidak kompeten, dan 1 diskriminasi.
Dari laporan itu, instansi yang paling banyak dilaporkan adalah Pemkab Donggala dengan 591 laporan. Di susul Pemkot Palu (17), dan Pemkab Morowali Utara (11).
Adapun kabupaten yang tidak masuk daftar laporan adalah Tojo Una-una, Morowali, Banggai Laut, Banggai Kepulauan, dan Tolitoli. Laporan tersebut merupakan gambaran umum terhadap kualitas layanan pemerintah saat ini.
Bidang Pencegahan Ori Sulteng, Susi mengakui bahwa pihaknya masih sebatas memberikan peringatan terhadap pemberi layanan yang kurang aktif dalam menangani pengaduan.
"Saat ini kami hanya sebatas monitoring dan me-warning. Tetapi di tahun 2023, akan disinkronkan dengan akun Ombudsman untuk ditindaklanjuti," kata Susi.
Laporan Kaleidoskop ORI Sulteng itu juga menunjukkan peningkatan pada kategori penilaian kepatuhan.
Pada 2021 tidak satu pun pemerintah daerah di Sulteng yang masuk dalam zona hijau. Itu meliputi 13 kabupaten dan kota, plus pemerintah provinsi
Pada laporan teranyar (2022), pelayanan publik di Kota Palu, Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Poso masuk dalam zona hijau. Sedangkan Pemda Sulteng masuk dalam zona kuning. Untuk diketahui, hijau berarti pelayanan yang diberikan baik, kuning diartikan sedang, dan merah berarti rendah.
Potensi malaadministrasi
Dalam kerja-kerja pelayanan publik, Iqbal mengungkapkan ada yang disebut dengan malaadministrasi. Dia mengamati bahwa di Palu ada beberapa hal berpotensi malaadministrasi.
“Misalnya pengalihan hak perdata orang yang di Balaroa. Pemindahan ini banyak yang dipertimbangkan. Yang paling substansi, apakah hak perdatanya sudah selesai? Belum lagi kalau yang belum dapat,” ujarnya.
Bila mengacu pada UU 37/2008 tentang Ombudsman, malaadministrasi diartikan sebagai "Perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan."
Menurut Iqbal, penindakan malaadministrasi dilakukan dengan dua acara. Pertama berdasarkan laporan, kedua berdasarkan Investigasi mandiri.
“Kalau mengenai laporan, semisal masyarakat siapa saja yang datang, kita periksa pelapornya. Lalu ketika dia memenuhi syarat sebagai pelapor, kemudian kita periksa lagi objek yang dilaporkan. Sedangkan untuk investigasi mandiri berdasarkan isu,” jelas Iqbal.
Selama 2022, Iqbal mengungkapkan laporan terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Pemkot Palu yang diterima pihaknya baru berjumlah 17 laporan. Masih minimnya laporan secara mandiri, ujar Iqbal, paling mungkin disebabkan belum banyak warga yang tahu tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Ombudsman.
Padahal sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi dan menindak pelanggaran pelayanan publik, Ombudsman dapat memberikan sanksi. Sanksi administatif bisa dijatuhkan kepada terlapor dan atasannya yang tidak melaksanakan rekomendasi. Sedangkan sanksi pidana diberlakukan bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan.
Iqbal mengungkapkan bahwa warga penyintas bencana juga dapat menggunakan jasa Ombudsman bila mendapati kerancuan dalam pelayanan publik terhadapnya.
“Kalau dirinya (korban) belum terlayani dengan baik selama jadi penyintas, saya akan Investigasi. Selama laporannya ada, kita wajib selesaikan karena itu menjadi sumpahnya kita,” kata Iqbal.