Bertambahnya usia Kota Palu yang kini menginjak 44 tahun menyisakan problematika yang hingga saat ini belum terselesaikan. Salah satunya datang dari kaum penyintas bencana yang terjadi pada 28 September 2018.
Sudah hampir empat tahun berlalu, kita masih bisa menemui kaum penyintas yang menetap di hunian sementara (huntara) yang tersebar di beberapa titik di Kota Palu dan belum direlokasi ke hunian tetap (huntap).
Berdasarkan pantauan Tutura.Id (27/9/2022), masih ada 138 kepala keluarga yang hingga kini menetap di huntara Mamboro dan Tondo.
Alasan masih bertahan lantaran pembangunan huntap yang dijanjikan kepada mereka belum kunjung selesai.
Menurut penuturan beberapa warga huntara Tondo, mereka sangat menginginkan segera direlokasi ke huntap demi sebuah hunian lebih layak. Mereka mendesak pemerintah segera menunaikan janjinya.
“Sampai sekarang belum ada kepastian. Tidak jelas. Tanah huntara ini sudah habis masa kontrak, jadi kalau yang punya mau pake (tanah), kami mau tinggal di mana?”ujar Isman (43).
Hal serupa menimpa sebagian warga Kelurahan Lere yang belum mendapatkan rumah pengganti di Hunian Tetap Tondo l atau Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Sebidang tanah di yang selama ini menjadi lokasi huntara, tepatnya di Jalan Diponegoro, telah diambil kembali oleh pemiliknya.
Bingung dengan kejelasan nasibnya, sementara waktu terus berderap, akhirnya warga penyintas yang “tergusur” mendirikan kembali rumah-rumah mereka di Jalan Cumi-Cumi. Tepat di atas bekas tempat tinggal mereka yang tersapu gelombang dahsyat tsunami.
Isman mengharapkan agar para pejabat yang berwenang dengan nasib mereka sudi meluangkan waktu untuk menengok nasib mereka di hunian sementara. “Datanglah ke sini. Dengarkan keluhan kami. Mana janji bapak dulu?” tambah Isman.
Para penyintas huntara Mamboro juga mengeluhkan terkait bantuan langsung untuk menunjang kehidupan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Sebenarnya kami masih butuh bantuan, tapi kami mungkin sudah dilupakan,” ujar Abdul Fatah (41) yang mengeluhkan hadirnya bantuan langsung kepada mereka.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Rini, ibu rumah tangga yang mendiami huntara Tondo. “Puasa kemarin ada yang ambil data warga untuk pembagian sembako,tapi sampai sekarang tidak ada wujudnya. Harapan saya kiranya masyarakat yang belum mendapatkan tempat tinggal bisa segera dapat rumah pengganti yang permanen,” ungkap Rini (44).
Faktor-faktor penting lain yang makin mendorong para penyintas untuk segera berpindah terkait kondisi huntara. Fasilitas huntara kurang memadai dan makin menurun akibat termakan usia. Pun kurangnya tenaga kesehatan.
hunian sementara hunian tetap huntara huntap huntap palu huntara palu bencana palu penyintas bencana