Adopsi konsep wayang kulit, Nova dan Grey cerita bahaya krisis iklim
Penulis: Anggra Yusuf | Publikasi: 26 Juli 2023 - 22:12
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Adopsi konsep wayang kulit, Nova dan Grey cerita bahaya krisis iklim
Nova dan Grey di atas panggung Ramporame Festival 202. (Foto: Pintara Dinda Syahjada)

"Seperti pantai yang penuh dengan sampah atau deforestasi. Tugas kami sebagai seniman adalah membuat isu-isu tersebut lebih terlihat,"

Demikian penggalan prolog dari penampilan storytelling alias konser bercerita yang dibawakan Nova Ruth dan Grey Filastine, duo seniman pemilik Arka Kinari, di panggung Ramporame Festival 2023, Minggu (23/7/2023) malam.

Arka Kinari merupakan proyek musik yang dikerjakan oleh Nova Ruth dan Grey Filastine. Berkelana keliling dunia menggunakan kapal layar, menyampaikan pesan krisis iklim lewat seni sembari berlayar.

Tutura.Id berkesempatan menyaksikan penampilan mereka. Malam itu, keduanya hadir dan membawakan karyanya di areal persawahan, Desa Porame, Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi.

Malam itu, ketika Rendi Brendy mendaulat Nova dan Grey untuk mentas, penonton yang hadir perlahan-lahan mencari tempat yang nyaman dan pas untuk menyaksikan mereka. Ada yang memilih berdiri, duduk beralaskan karpet, dan juga duduk pada beberapa kursi. Sebagian pula dengan asyik menyeruput kopi. 

Semua penonton yang hadir perlahan terdiam dan menjadi hening saat menyaksikan penampilan mereka. Sebelumnya, Wiston Dachu, salah satu inisiator Ramporame Festival, berkesempatan membawakan sebuah puisi pengantar menuju penampilan Nova dan Filastine. 

Nova dan Filastine tampil dengan konsep pertunjukan multimedia yang mengusung isu ekologi dan sosial budaya. Hanya saja kali ini kemasannya terasa spesial karena tetap hadir dalam kemasan kontemporer. Mereka memamerkan aneka arsip foto dan dokumentasi selama perjalanan kapal Arka Kinari bersama kru.

Arka Kinari memang lahir dari kegelisahan Nova dan Filastine akan isu perubahan iklim, energi, ekologi, sampai sosial-budaya yang terjadi di zaman modern saat ini.

Penampilan duo Nova dan Filastine malam itu, juga ditemani seekor anjing hitam yang setia bersama perjalanan mereka, yang dinamai Dora the Explorer. 

Bagai menonton wayang

Penonton tampak larut dengan pertunjukan storytelling itu. Begitu lampu sorot menyinari panggung "Ruang Tamu Desa", sebuah proyektor memutar video. 

Aksi Nova dan Filastine di panggung juga menghadirkan presentasi karya audio-visual, mengadopsi konsep penampilan wayang kulit. Namun cerita yang dilantunkan bukanlah cerita Ramayana, melainkan cerita dari bahaya krisis iklim yang kini mendera bumi.

Cerita bermula dengan memperkenalkan proyek Arka Kinari yang telah lama jadi impian duo ini. Lalu menyambung dengan lagu yang dilantunkan Nova yang juga memetik gitar. Sementara Filastine bergantian memainkan kendang dan kencrengan sambil tetap mengoperasikan sebuah mixer di depannya yang menghasilkan berbagai bebunyian elektronik. 

Terselip sebuah pesan, khazanah kemaritiman sebagai penyambung budaya antara satu titik ke titik lainnya. Sekaligus memupuk kesadaran sejarah, sembari terus menjaga kelestarian alam bagi masa depan yang berkelanjutan. 

Nova mengatakan bahwa Arka Kinari selalu meyakini bahwa ekosistem alam yang baik tidak bisa lepas dari ekosistem seni dan budaya yang baik pula. 

Penampilan Nova dan Filastine kian membetot perhatian penonton. Utamanya saat mengajak penonton untuk merefleksikan fenomena perubahan iklim dan usaha beradaptasi. Keduanya menyajikan cerita ketika berada di tengah Samudera Pasifik, dekat proyek ledakan nuklir di Bikini Atoll. 

Tak melulu serius, terkadang tawa penonton sesekali terdengar. Itu terjadi tatkala Nova membantu Filastine yang beberapa kali tak begitu fasih dalam mengucapkan kosakata tertentu. Namun, momen itu tak mengurangi keintiman cerita mereka. 

Nova dan Filastine juga mengajak penonton untuk memahami betapa pentingnya untuk kembali menengok ke daratan, setelah sekian lama mereka bergelut di perairan samudera yang luas. Setiap bentang alam memang memiliki perannya masing-masing yang saling melengkapi dan menyeimbangkan.

Mereka mengibaratkan bumi menurut peribahasa Jawa yang bertutur bahwa "bumi telah lupa akan musimnya."

Pertunjukan Arka Kinari ini memberikan pengalaman unik bagi penonton, menggabungkan keindahan seni bertutur dengan pesan yang mendalam mengenai pentingnya menjaga lingkungan.

Cerita yang mereka balut dalam pertunjukan malam itu mengingatkan bahwa laut dan kearifan lokal bisa jadi solusi saat krisis lingkungan melanda daratan. Di akhir pertunjukan, ada pesan untuk bertindak dan turut serta dalam upaya memperbaiki bumi.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mantra Chef Fildzah Djafar untuk menjaga lingkungan
Mantra Chef Fildzah Djafar untuk menjaga lingkungan
Sejak awal mendirikan Kayana Restaurant, Fildzah Djafar sudah pasang komitmen "manjakan dirimu tanpa merusak bumi".…
TUTURA.ID - Momentum Pilkada Sulteng untuk usaha konsolidasi pembangunan berkelanjutan
Momentum Pilkada Sulteng untuk usaha konsolidasi pembangunan berkelanjutan
Banyak pemilih menaruh perhatian serius terhadap isu krisis iklim. Visi misi para calon kepala daerah…
TUTURA.ID - Sulteng menuju transisi energi: Plan energi terbarukan hingga kendaraan listrik
Sulteng menuju transisi energi: Plan energi terbarukan hingga kendaraan listrik
Pemprov Sulteng berencana bangun pembangkit listrik tenaga air dan angin. Pun, ada keinginan mendorong pemakaian…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng