Siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Palu kembali menggelar aksi protes terkait kebijakan Dr. Loddy Surentu selaku kepala sekolah. Aksi bermula di halaman sekolah lantas berlanjut mendatangi Gedung DPRD Sulawesi Tengah, Kamis (24/10/2024).
Aksi protes terhadap kebijakan Loddy Surentu sebelumnya berlangsung Mei 2024. Kala itu, para siswa-siswi mengeluhkan mahalnya biaya Praktik Kerja Lapangan (PKL). Semula “hanya” Rp250 ribu per siswa, melonjak jadi Rp 1.250.000. Lalu ada pula potongan Rp10 ribu bagi setiap penerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP).
Setelah melalui proses mediasi, akhirnya uang PKL siswa diturunkan menjadi Rp790 ribu. Sementara potongan Rp10 ribu dari para penerima PIP juga dikembalikan. Loddy menyampaikan permohonan maaf secara terbuka sembari mengaku bahwa uang potongan tersebut diberikan kepada tenaga kerja honorer yang mengurusi berkas-berkas administrasi para penerima bantuan PIP.
Dalam aksi demonstrasi kali ini, ada dua tuntutan yang disampaikan para peserta didik. Pertama meminta agar pihak sekolah mencabut iuran sebesar Rp15 ribu kepada setiap murid yang menitipkan makanannya di kantin.
Tuntutan kedua adalah menghapus kewajiban mengikuti kursus bahasa Inggris bagi seluruh siswa kelas 10 selama setahun penuh. Kursus bahasa Inggris yang notabene kegiatan ekstrakurikuler seharusnya bersifat opsional. Pun pelaksanaannya di luar jam pelajaran sekolah. Sementara yang berlaku di SMKN 2 Palu, kursus bahasa Inggris berlangsung saat jam pelajaran sekolah.
Seluruh siswa kelas 10 yang berjumlah lebih dari 500 orang harus membayar biaya kursus sebesar Rp250 ribu per bulan. Kursus yang bekerja sama dengan Palu English Conversation School (PECS) ini berlangsung dua kali setiap pekan.
Alhasil dua dari total lima hari belajar bagi siswa-siswi kelas 10 berlangsung lebih sore. Pasalnya ada tambahan kursus bahasa Inggris. Kebijakan inilah yang menuai protes.
“Setahu saya, sekolah negeri kalau ada tambahan kursus apalagi menggunakan jasa pihak ketiga pasti opsional atau pilihan,” kata Ira Taliki, salah seorang wali murid, kepada Tutura.Id. Ira juga mengungkapkan bahwa keputusan penyelenggaraan kursus bahasa Inggris ini belum menemui kata sepakat di antara para wali murid.
“Tidak ada larangan untuk pungutan atau sumbangan yang kita ambil dari orang tua siswa, apalagi perihal pendidikan vokasi. Hanya saja kaidahnya harus dengan pertemuan bersama yang menghasilkan keputusan bulat,” kata Zulfikar Is Paudi, Kepala Bidang Pembinaan SMK di Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah, saat mediasi antara para demonstran dengan pihak SMKN 2 Palu di Gedung DPRD Prov. Sulteng.
Saat kami temu di ruang kerjanya, Jumat (25/10), Loddy Surentu mengaku bahwa iuran Rp15 ribu yang dibebankan kepada siswa untuk biaya penitipan makanan di kantin adalah inisiatif dari dewan guru. Ia mengaku awalnya tak ingin mematok jumlah nominal, tapi berdasarkan keikhlasan siswa.
Menyikapi hal ini, Zulfikar menegaskan bahwa tidak boleh ada pungutan atau sumbangan di luar uang kewajiban sekolah kepada para peserta didik, terlebih kepada murid berstatus ekonomi lemah.
Perihal kursus bahasa Inggris kini yang diributkan, Loddy menegaskan bahwa sejatinya sekolah kejuruan harus membekali semua murid dengan kemampuan yang mumpuni agar punya nilai tambah saat memasuki dunia kerja. Kemampuan berbahasa Inggris termasuk salah satunya.
Oleh karena itu, dewan guru bersama para wali murid telah bersepakat mengadakan kursus bahasa Inggris. Besaran tarif kursus adalah hasil ketetapan bersama yang melibatkan para orang tua peserta didik dan lembaga kursus yang jadi mitra SMKN 2 Palu. Uang pembayaran kursus tak sepeser pun yang mengalir ke kas sekolah, tapi langsung ke lembaga kursus.
Terpilihnya PECS sebagai mitra penyelenggara kursus juga berdasarkan hasil keputusan rapat dengan dewan guru. Bahkan siswa-siswi yang kurang mampu bisa tetap mengikuti kursus karena mendapatkan potongan biaya.
Saat berlangsungnya mediasi di Gedung DPRD Sulteng, Sekretaris Dinas Pendidikan Prov. Sulteng Asrul Ahmad menegaskan, penggunaan fasilitas sekolah dan waktu jam belajar formal untuk mengakomodir kursus yang notabene diselenggarakan oleh pihak ketiga menyalahi peraturan.
Pun demikian, Loddy mengatakan bahwa waktu pelaksanaan kursus lagi-lagi berdasarkan hasil kesepakatan antara orang tua peserta didik. Mereka tak mempermasalahkan jam pulang yang jadi lebih sore ketimbang anak-anaknya harus mengikuti kursus di lokasi terpisah dengan sekolah.
Melihat kejadian saling sanggah antara orang tua dan pihak sekolah, Zulfikar Is Paudi mengatakan bahwa Dinas Pendidikan Prov. Sulteng akan membentuk tim dan melakukan pemeriksaan. Tim pemeriksa terdiri dari kepala cabang dinas, sekretaris dinas, kepala bidang SMK, koordinator pengawas, kepala sub bagian kepegawaian, dan tim pengelola sertifikasi guru.
“Nantinya kita lihat secara proporsional. Kalau nanti dirasa perlu maka kami hadirkan inspektorat. Bila terbukti, kita akan ukur kadar kesalahannya. Kalau kadar berat maka ada kemungkinan kami keluarkan rekomendasi pemindahan,” pungkas Asrul Ahmad.
SMKN 2 Palu Loddy Surentu demonstrasi DPRD Sulawesi Tengah kursus bahasa Inggris Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah pendidikan Program Indonesia Pintar Praktik Kerja Lapangan