Memupuk militansi penutur Bahasa Kaili yang kian memudar
Penulis: Syahrul Wardana | Publikasi: 30 November 2023 - 10:23
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Memupuk militansi penutur Bahasa Kaili yang kian memudar
Percakapan para remaja yang menggunakan Bahasa Kaili di tempat-tempat mengetren seperi kafe hampir sudah tak pernah lagi terdengar di Palu (Foto: Moh. Rifky/Tutura.Id)

Bahasa Kaili, salah satu mutu manikam di Sulawesi Tengah, merupakan bukti kekayaan budaya dan identitas Suku Kaili yang tak ternilai.

Merujuk makalah berjudul "Suku Kaili di Sulawesi Tengah" oleh Fakultas Budaya dan Media, Institut Seni Budaya Indonesia, yang diterbitkan 2019, jumlah populasi etnik Kaili di Sulteng pada tahun 1980 mencapai 300.000 sampai 350.000 jiwa.

Etnik Kaili memiliki lebih 30 rumpun subetnik yang tinggal menyebar di Kota Palu, Donggala, Sigi, Parigi Moutong, dan sebagian pesisir Poso. Dialeknya juga beragam, mulai dari Ledo, Rai, Tara, Da'a, Unde, Doi, dan masih banyak lagi. Masing-masing tentu saja memiliki ciri khas.

Namun, di balik kekayaannya, Bahasa Kaili menghadapi tantangan serius. Meskipun seharusnya menjadi perekat emosional bagi penuturnya, terutama kaum muda urban di Lembah Palu, antusiasme untuk merawat dan melestarikan Bahasa Kaili mulai meredup.

Hasil survei Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa Bahasa Kaili tergolong sebagai bahasa daerah yang lemah. Militansi penuturnya rendah.

"Bahasa Kaili militansi pendukungnya tidak tinggi. Sekadar mengaku bisa berbahasa Kaili, tapi militansinya tidak begitu baik," terang Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Asrif saat ditemui Tutura.Id di ruang kerjanya, Selasa (28/11/2023).

Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Asrif (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.Id)

Menurut Asrif, sebagian besar masyarakat Kaili lebih akrab menggunakan bahasa Indonesia secara umum ketimbang menggunakan dialek Kaili dalam kehidupan sehari-hari.

Militansi yang rendah berdampak terhadap penggunaannya yang terbatas. Hal yang perlu digaungkan saat ini adalah pandangan masyarakat terhadap penggunaan Bahasa Kaili. Kebanggaan harus dihadirkan.

"Tidak hanya membiasakan semua orang berbahasa dari anak-anak, tapi juga mengubah paradigma tentang bahasa itu," imbuh Asrif.

Beralasan bahwa yang melatari lunturnya penggunaan bahasa daerah Kaili lantaran keberagaman suku dan budaya di Palu juga lemah. Faktanya banyak kota yang lebih metropolitan tetap bisa menghidupkan bahasa daerahnya.

Ambil contoh penutur Bahasa Sunda di Bandung, Bahasa Jawa di Yogyakarta, atau Bahasa Makassar dan Bugis di Makassar. Kita bisa dengan mudah menjumpai generasi muda yang menuturkan bahasa daerahnya dengan penuh kebanggaan saat asyik mengobrol di kafe-kafe, kantor, atau kampus.

Hal ini yang membuat akhirnya beberapa perantau di kota-kota tersebut jadi terpapar hingga lama-kelamaan jadi bisa menguasai bahasa daerah lain. Alah bisa karena terbiasa.

Kekhawatiran soal melemahnya penggunaan Bahasa Kaili juga dibenarkan Akhsan Intje Makkah. Pemerhati Bahasa Kaili itu menyebut Bahasa Kaili kini justru menjadi asing di rumah sendiri, utamanya bagi generasi muda di perkotaan.

Orang tua malah menikmati kondisi tersebut. Mereka menjadikan Bahasa Kaili sebagai bahasa sandi atau bahasa rahasia karena maknanya yang tak lagi bisa dimengerti oleh anak-anak muda.

"Cukup banyak contoh dalam keluarga to Kaili. Jika ada hal yang dirahasiakan kepada anaknya, mereka (suami dan istri) berkomunikasi dengan Bahasa Kaili. Agar anaknya tidak mengerti apa yang mereka percakapkan," ujarnya saat bersua Tutura.Id (29/11).

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by ROA BELO (@robel.plw)

Menjaga tren bahasa Kaili agar tetap eksis

Berbagai usaha telah dilakukan untuk menjaga eksistensi penggunaan Bahasa Kaili, pun musik daerah, di ranah populer yang identik dengan remaja. Kelompok The Box, Saillibow Ensamble, dan Roa Belo, misalnya, menciptakan lagu dengan menggunakan lirik dan judul berbahasa Kaili.

Melalui jalur yang lebih formal yakni sektor pendidikan, ada satu sekolah yang menyadari pentingnya melestarikan penggunaan Bahasa Kaili kepada anak didiknya. Sekolah yang dimaksudkan adalah PAUD dan SD Unggulan Putra Kaili Permata Bangsa.

Sejak pertama kali hadir pada 2014 hingga sekarang, sekolah swasta yang berlokasi di Jalan Permata Bangsa, Kelurahan Tondo, ini memasukkan Bahasa Kaili jadi salah satu mata pelajaran muatan lokal. Sistem belajarnya melalui nyanyian maupun pelajaran tertulis.

"Kami menyadari Bahasa Kaili bisa akan hilang kalau tidak dipelihara dengan baik. Dengan semangat itulah Bahasa Kaili tetap kami jadikan sebagai muatan lokal, bahkan wajib," jelas Irfan, sang kepala sekolah, saat kami temu di ruang kerjanya (28/11).

Putra Kaili Permata Bangsa juga menyusun modul belajar khusus untuk pelajaran Bahasa Kaili. Semua anak murid mulai dari tingkat PAUD, TK, hingga SD mendapatkan pelajaran Bahasa Kaili sesuai dengan kelasnya. Total ada enam guru yang siap mengajarkan Bahasa Kaili di sekolah.

Saban pagi menjelang masuk kelas, para siswa dan siswi akan mendengarkan lagu-lagu Kaili yang mengalun melalui pengeras suara di lingkungan sekolah. Sesekali di luar ruangan para guru juga mengajak berbicara siswanya dengan menggunakan dialek Bahasa Kaili.

Sejak pertama kali hadir pada 2014, PAUD dan SD Unggulan Putra Kaili Permata Bangsa telah memasukkan Bahasa Kaili jadi pelajaran muatan lokal (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.Id)

Upaya pelestarian bahasa daerah Kaili yang dilakukan PAUD dan SD Unggulan Putra Kaili Permata Bangsa bahkan mendahului rencana program Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Palu.

Awal 2023 lalu, Kadisdikbud Kota Palu Hardi memprogramkan setiap SD dan SMP wajib menghadirkan mata pelajaran muatan lokal Bahasa Kaili. Penyusunan kurikulumnya dilakukan dengan menggandeng pihak Universitas Tadulako Palu.

Kemudian sejak Maret 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI melalui Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah (BBPST) melaksanakan program "Revitalisasi Bahasa Daerah".

Tujuannya untuk meningkatkan kembali kecintaan masyarakat terhadap bahasa daerah. Ada empat bahasa utama yang diajukan untuk direvitalisasi, yaitu Kaili, Pamona, Banggai, dan Saluan.

Program itu bukan hanya mengatasi potensi terancam punahnya bahasa daerah, melainkan juga melestarikan penggunaannya sekalipun masih dalam kategori baik.

Sejak awal penggagasan, BBPST telah menjalin kesepahaman bersama kabupaten/kota pemilik empat bahasa daerah tadi. Selain itu, ada pula pelatih bimbingan teknis yang menghadirkan ratusan guru untuk menjadi penyalur pengajar Bahasa Kaili di sekolah masing-masing.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Balai Bahasa Sulteng (@balaibahasasulteng)

Progres dari program tersebut kemudian terwujud, salah satunya, dalam acara Festival Tunas Bahasa Ibu Tingkat Provinsi Sulteng yang berlangsung 13-15 November 2023. Kegiatan ini diikuti sejumlah siswa SD dan SMP yang berasal dari Palu, Donggala, Poso, Banggai, dan Banggai Kepulauan.

Jenis lomba yang dipertandingkan mulai dari mendongeng, pidato, tembang tradisi, puisi, menulis cerpen, dan lawakan tunggal. Semua peserta harus menggunakan bahasa daerah.

Kemudian pada 23 November 2023, melalui acara malam Penghargaan Kebahasaan dan Kesastraan Sulawesi Tengah, BBPST juga memberikan apresiasi kepada tokoh-tokoh yang dianggap memiliki dedikasi dalam melestarikan bahasa dan sastra di Sulteng.

Asrif dalam sambutannya mengatakan bahwa penghargaan tersebut merupakan bentuk apresiasi kepada orang-orang yang telah mempertahankan, menjaga, merawat, dan memajukan bahasa dan sastra daerah di Sulteng.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Gumbuyo, lantunan syair suku Lauje yang sarat doa dan sumber pesan leluhur
Gumbuyo, lantunan syair suku Lauje yang sarat doa dan sumber pesan leluhur
Sulawesi Tengah kaya dengan tradisi lisan. Syair-syair doa penuh makna dalam gumbuyo lestari di lidah-lidah…
TUTURA.ID - Melanjutkan spirit kepahlawanan Tombolotutu
Melanjutkan spirit kepahlawanan Tombolotutu
Tombolotutu hingga hari ini masih tercatat sebagai satu-satunya tokoh asal Sulteng yang mendapat gelar pahlawan…
TUTURA.ID - Khazanah wastra di Sulteng; dari kulit kayu hingga tenun ikat
Khazanah wastra di Sulteng; dari kulit kayu hingga tenun ikat
Beragam pakaian dan kain tradisional dari suku-suku penghuni Lembah Palu terpajang dalam pameran yang berlangsung…
TUTURA.ID - Tabaro dange, panganan berbahan sagu khas Kaili
Tabaro dange, panganan berbahan sagu khas Kaili
Tabaro dange jenis kuliner khas nan unik dari Tanah Kaili. Ia bisa jadi makanan utama;…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng