Peretasan terhadap awak media Narasi TV
Penulis: Rizki Syafaat Urip | Publikasi: 27 September 2022 - 07:29
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Peretasan terhadap awak media Narasi TV
Ilustrasi upaya peretasan keamanan siber (foto: pixelcreatures/pixabay)

Upaya pembungkaman terhadap kerja-kerja pers kembali terjadi. Kali ini menimpa awak media Narasi TV melalui serangkaian peretasan terhadap nomor WhatsApp dan sejumlah akun media sosial pribadi mereka.

Menanggapi kasus tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar konferensi pers yang dihadiri oleh perwakilan Narasi TV, AJI Indonesia, LBH Pers, Tim Reaksi Cepat, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), serta puluhan media (26/9/2022).

Menurut Head of Narasi Newsroom Laban Abraham, upaya peretasan sudah terendus sejak 23 September. Keesokan harinya, Akbar Wijaya, salah seorang produser Narasi, mengaku sudah tidak bisa mengakses nomor WhatsApp pribadinya.

Berselang beberapa jam, giliran manajer pemberitaan merasakan hal yang sama. Bedanya, aplikasi yang diretas adalah Facebook dan Telegram. Peretas itu bahkan sempat masuk ke device baru.

Hingga 26 September, total ada ada 24 kru dan empat mantan kru Narasi TV yang kena peretasan. Tim Narasi TV menelusuri ada dua perangkat yang digunakan untuk meretas, yakni ponsel dan Google Chrome. Akun kru yang paling banyak diretas adalah Facebook dan Telegram.

Tim Narasi TV belum bisa memastikan motif di balik peretasan. Akan tetapi dapat dipastikan bahwa peretasan ini dilakukan secara terorganisir.

Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito mendukung penuh Narasi TV dalam menyuarakan hak kebebasan pers. Menurutnya kasus ini tidak hanya menyerang kebebasan media, tetapi juga publik.

Bagi Sasmito, dengan peranti yang memadai seharusnya kasus ini dapat diselesaikan aparat penegak hukum dalam tempo seminggu.

Selama ini upaya penyelesaian kasus peretasan seolah tebang pilih. Bila korban yang mengalami berasal dari kalangan pejabat, respons berlangsung begitu cepat. Sementara jika para awak media yang mengalami, maka penanganannya berjalan lamban dan tidak serius. Sasmito bahkan mengaku pernah mengalami hal serupa.

Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Nenden Sekar Arum menilai bahwa kasus peretasan terhadap media seringkali terjadi bila media tersebut kritis dalam laporan-laporan jurnalistiknya. Ketika masalah seperti ini terjadi dan tidak mendapatkan solusi dari penegak hukum, maka mereka gagal memenuhi tugasnya.

Ahmad Fathanah Haris dari LBH Pers merujuk pada kasus-kasus peretasan sebelumnya yang juga menimpa perusahaan pers. Laporan telah dilayangkan, namun tindak lanjut dari penegak hukum tiada kejelasan.

Teguh Aprianto dari Tim Reaksi Cepat memaparkan bahwa yang sedang dialami oleh Narasi mempunyai kesamaan dengan media-media lain. Polanya identik.

Dalam kesempatan itu, Teguh juga menyampaikan proses peretasan biasanya terjadi dengan duplikasi kartu SIM (Subscriber Identification Module).

Bila hal itu terjadi, pengguna tidak dapat mengambil alih kembali akunnya. Hal ini banyak terjadi di Indonesia dan paling sering menimpa pemilik akun Telegram.

Untuk mengantisipasi upaya peretasan, Teguh menyarankan agar pengguna ponsel mengaktifkan fitur verifikasi dua langkah pada aplikasi percakapan serta akun medsos masing-masing. Alih-alih menggunakan opsi SMS, sebaiknya aktifkan PIN atau kata sandi. Jangan hanya mengandalkan nomor telepon ponsel.

Pun demikian, laiknya sebuah upaya mitigasi, hal tersebut tetap saja tidak lantas menjamin akun kita bebas 100% dari peretasan. Untuk sampai pada level aman, yang perlu dilakukan adalah membuat virtual number (sebuah nomor telepon luar negeri). 

Tim Narasi TV sedang fokus mengambil alih akun sekaligus merumuskan langkah hukum yang tepat terhadap kasus yang mereka alami. Kru Narasi TV saat ini tetap bekerja seperti biasa, momen ini buat mereka makin kuat dan makin satu suara.

Pada hari yang sama, peretas juga menyerang nomor WhatsApp koordinator media BEM SI sekitar pukul 21.24 WIB. Upaya jahat tersebut dilakukan sehari sebelum BEM SI menggelar aksi demo di depan Gedung DPR/MPR (27/9).

Peretasan merupakan salah satu cara seseorang atau kelompok membatasi kerja-kerja jurnalis yang dijamin kemerdekaannya oleh UU No. 40/1999 tentang Pers. Pembatasan semacam ini tidak hanya dialami oleh para pekerja media yang ada di luar Sulawesi Tengah, tetapi juga menimpa awak redaksi media-media lokal di Palu.

Sepanjang tahun 2021, AJI Palu mencatat di Sulteng ada lima wartawan yang mengalami kekerasan. Lalu setahun berikutnya sempat heboh di media seorang Satpol PP melempar ponsel seorang wartawan yang sedang meliput di lapangan.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Serangan terhadap kemerdekaan pers di Sulteng meningkat
Serangan terhadap kemerdekaan pers di Sulteng meningkat
AJI Kota Palu mencatat ada tujuh peristiwa kekerasan terhadap wartawan terjadi di Sulteng kurun 2023.…
TUTURA.ID - Suara menolak RUU Penyiaran oleh jurnalis di Palu
Suara menolak RUU Penyiaran oleh jurnalis di Palu
Sejumlah wartawan di Kota Palu menggugat beberapa isi draf RUU Penyiaran. Berpotensi membungkam kebebasan pers…
TUTURA.ID - Jafar G Bua dan jalan pedang menjadi wartawan
Jafar G Bua dan jalan pedang menjadi wartawan
Selama menjadi wartawan, Jafar G Bua akrab meliput di daerah konflik. Pun demikian, prinsipnya tetap…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng