Intel dan jurnalis; pencari informasi, beda maksud dan tujuan
Penulis: Anggra Yusuf | Publikasi: 19 Desember 2022 - 14:36
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Intel dan jurnalis; pencari informasi, beda maksud dan tujuan
Mencari informasi bisa dilakukan dengan beragam cara, termasuk jika harus menyamar sekalipun.

Intelijen dan jurnalis memiliki tugas yang sedikit beririsan karena sama-sama menggali informasi di lapangan.

Perbedaannya hanya dalam hal pelaporan maupun tujuannya. Informasi yang diperoleh oleh wartawan disampaikan kepada masyarakat melalui karya jurnalistik.

Sedangkan intelijen menyampaikan informasi yang berhasil dikantonginya kepada atasan. Segala info tersebut nantinya diolah menjadi bahan pertimbangan terkait pengambilan keputusan menyangkut keamanan.

Masih ingat kejadian 2014? Jenderal Polisi Drs. Sutarman, S.I.K. yang kala itu menjabat sebagai Kapolri mengajak wartawan untuk menjadi intelijen.

Alasannya guna membantu memberikan informasi awal terkait yang dibutuhkan. Agar Polri bisa memberikan langkah pencegahan pada setiap daerah.

Ajakan tersebut bersambut penolakan tegas dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Mereka bahkan menilai pernyataan Sutarman di luar nalar sebab wartawan memiliki pertanggungjawaban kepada publik.

Nyaris satu dekade kemudian, publik geger oleh pemberitaan tentang seorang agen intelijen kepolisian yang menyaru menjadi wartawan.

Upaya penyusupan yang dilakukan Korps Bhayangkara ini seolah jadi penanda bahwa negara tidak menaruh kepercayaan terhadap institusi yang mengawasinya.

Kita tahu jurnalisme berfungsi sebagai watchdog yang mengawasi atau mengkritisi kinerja lembaga-lembaga yang memiliki kekuasaan besar terhadap masyarakat.

Sosok agen intelijen itu bernama Iptu Umbaran Wibowo, Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah, yang baru dilantik oleh Kapolres Blora, AKBP Fahrurozi, Senin (12/12/2022). Ternyata selama ini sang wartawan adalah seorang intel kepolisian yang telah bertugas selama 14 tahun.

Pelantikan tersebut tentu mengagetkan. Pasalnya selama ini Umbaran dikenal sebagai kontributor di stasiun TVRI Jawa Tengah cabang Pati. 

Kamuflase yang dilakukannya bisa dibilang sempurna. Semisal detektif partikelir Sherlock Holmes bukan tokoh rekaan, mungkin angkat topi dibuatnya.

Pasalnya Umbaran lulus saat mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dilakukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Predikat sebagai wartawan madya pun melekat padanya.

Dewan Pers mencatatnya sebagai wartawan TVRI Jateng dengan nomor sertifikasi 8953-PWI/WDya/DP/I/2018/19/10/84. Sementara PWI mengakuinya sebagai anggota dengan nomor 11.00.17914.16B.

Artinya, Iptu Umbaran punya tiga kartu profesi yakni Kartu Tanda Anggota Polri, Kartu PWI, dan Kartu Wartawan Madya dari Dewan Pers.

Padahal dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 tentang Standar Kompetensi Wartawan, disebutkan bahwa salah satu syarat ikut UKW adalah bukan anggota Polri.

“Tidak sedang sebagai bagian dari partai politik, anggota legislatif, humas lembaga pemerintahan dan swasta, anggota TNI dan Polri”. Demikian bunyi aturan tersebut pada bagian pendahuluan, poin J tentang Peserta UKW, nomor 2.

Aksi pria berusia 38 tahun itu juga menyalahi Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jurnalis seharusnya tidak menempuh cara-cara kotor dan selalu memperhatikan kepentingan umum dengan memberikan informasi yang tepat, akurat, benar.

Apa yang dilakukan Iptu Umbaran justru sebaliknya. Menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas.

Hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap pasal 6 dalam Kode Etik Jurnalistik yang menyebutkan; "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap". 

Ilustrasi jurnalis foto saat liputan di lapangan (Foto: Bramanyuro/shutterstock)

Respon organisasi profesi wartawan dan Polri

AJI dan LBH Pers mengecam cara kotor pemerintah, khususnya kepolisian, yang menyusupkan seorang intelijen ke institusi pers.

"AJI menilai praktik tersebut merupakan tindakan memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia," tulis AJI dan LBH Pers melalui siaran pers (15/12).

Oleh karena itu, AJI Indonesia dan LBH Pers mendesak pemerintah, wabilkhusus Polri, untuk berhenti melakukan praktek menyusupkan anggota intelijen ke institusi media.

Dewan Pers juga diharapkan menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan Iptu Umbaran.

Tuntutan lainnya adalah mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif terhadap para wartawannya. Perusahaan media juga diminta untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen. Pol. Dedi Prasetyo membantah tudingan bahwa Polri menempuh cara kotor menyusupkan intelijen ke institusi media. 

Pasalnya setiap penugasan intelijen pasti bersifat tertutup atau rahasia. Lagi pula, sambung Dedi, kebebasan pers di Jateng berjalan lancar tanpa hambatan.

Iptu Umbaran dalam kesempatan terpisah menyatakan perjalanannya di dunia jurnalistik murni bagian dari tugas dan perintah pimpinan.

Sementara itu, Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno mengaku kaget dengan fakta bahwa Umbaran Wibowo sejatinya anggota kepolisian yang sedang menyamar jadi wartawan.

"TVRI Jawa Tengah benar-benar tidak tahu kalau saudara Umbaran adalah anggota intel. Selama menjadi kontributor memang tidak ada kewajiban untuk hadir setiap hari di kantor. Dia bisa mengirim berita dari mana saja," ungkap Iman dalam keterangan pers.

Dus, intel ternyata bukan cuma bisa menyaru jadi penjual bakso, anak kost, atau pembeli narkoba dalam bertugas.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
2
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Peretasan terhadap awak media Narasi TV
Peretasan terhadap awak media Narasi TV
Peretasan terhadap media pers kembali terjadi. Kali ini menimpa awak redaksi Narasi TV.
TUTURA.ID - Jafar G Bua dan jalan pedang menjadi wartawan
Jafar G Bua dan jalan pedang menjadi wartawan
Selama menjadi wartawan, Jafar G Bua akrab meliput di daerah konflik. Pun demikian, prinsipnya tetap…
TUTURA.ID - Kecelakaan lalu lintas selama musim libur Lebaran di Palu
Kecelakaan lalu lintas selama musim libur Lebaran di Palu
Jumlah kecelakaan lalu lintas selama periode libur Lebaran tahun ini menurun 50% dibandingkan periode serupa…
TUTURA.ID - Menggugat jalur damai pada kasus kekerasan seksual di Huntara Mamboro
Menggugat jalur damai pada kasus kekerasan seksual di Huntara Mamboro
Kasus kekerasan seksual di Huntara Mamboro berujung damai. Jalur restorative justice itu dikritik karena tak…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng