Bahrizal Busilemba sang peraih banyak medali yang nestapa
Penulis: Nasrullah | Publikasi: 5 Oktober 2022 - 11:17
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Bahrizal Busilemba sang peraih banyak medali yang nestapa
Bahrizal Busilemba dengan beberapa medali yang pernah diraihnya saat menjadi atlet (Foto: Nasrullah/Tutura.Id)

Mencetak prestasi dan mengharumkan nama Indonesia dalam berbagai ajang olahraga bergengsi merupakan dambaan banyak atlet kita. Namun, menjadi juara yang meraih banyak prestasi tidak serta merta membuat atlet bisa menjalani hari tua dengan gemilang.

Ada banyak kisah pilu yang menyertai mantan atlet andalan ketika menjalani usia senja. Kehidupan masa muda yang tiap hari diisi latihan keras dan disiplin ketat seolah belum cukup. Masa tua tetap saja harus berjibaku melanjutkan kehidupan.

Salah satunya dialami Bahrizal Busilemba. Mantan atlet cabang olahraga dayung kelahiran 14 Agustus 1969 yang kini berdomisili di Desa Alindau, Kecamatan Sindue Tobata, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Bahrizal telah mengumpulkan puluhan medali hasil mengikuti berbagai kejuaraan nasional hingga internasional di cabang olahraga dayung dari nomor perlombaan perahu naga dan kano. “Sebenarnya masih ada medali yang saya dapat dari lomba di Singapura, tapi sudah hilang,” ujarnya kepada Tutura.Id, Senin (3/10/2022).

Total perolehan medali yang masih tersimpan di rumahnya berjumlah 33, masing-masing terdiri dari 17 medali emas, 8 medali perak, dan 8 medali perunggu.

Bahrizal menuturkan saat mulai merintis kariernya di olahraga dayung bermula dari ajakan sepupunya. Ajakan yang semula ia tolak lantaran dayung bukan olahraga kesukaannya. Hatinya kala itu tertambat pada olahraga bola voli. “Cuma ada dorongan dari orang tua, jadi saya menurut saja,” ungkapnya.

Bermodalkan semangat dan rasa penasaran, Bahrizal memutuskan ke Palu agar bisa lebih mengasah kemampuannya menjadi atlet dayung. Seleksi mengikuti Pekan Olahraga Nasional 1989 mewakili kontingan Sulteng coba diikutinya. Lantaran persiapan yang mepet, ia kala itu tidak lolos. Namun, ia tidak patah arang. Justru semangatnya bertambah untuk meningkatkan kemampuan.

Ajang olahraga berlevel nasional perdana yang ia jajaki terjadi setahun kemudian dalam Kejurnas Palangkaraya. Saat itu ia dan timnya menyabet juara keempat. Prestasi serupa ditorehkannya pada 1992 saat mengikuti kejuaraan di Sumatera Barat.

Ramalan kedua orang tuanya yang menyebut bahwa nasib baik akan menemuinya di cabang olahraga dayung terbukti. Usai berlaga dalam Kejurnas di Sumbar, Bahrizal terpilih mengikuti pemusatan latihan nasional (pelatnas).

Dalam pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara alias Sea Games yang berlangsung di Chiang Mai, Thailand, 1995, kontingan dayung Indonesia dari nomor perahu naga yang diikuti Bahrizal sukses membawa pulang tiga medali emas dari empat nomor yang mereka ikuti. Bonus yang dijanjikan pemerintah pusat sebesar Rp25 juta dikantonginya saat itu.

Berjuang untuk mengharumkan nama bangsa menjadi motivasi Bahrizal untuk tetap bertahan menggeluti olahraga ini. Walaupun merasa kelelahan saat mengikuti sesi latihan yang sangat berat, ia bertekad untuk terus maju. Tidak ada alasan baginya untuk mundur.

Peluh keringat yang terbuang tidak percuma karena akhirnya terbayar dengan torehan medali dari berbagai kejuaraan yang diikutinya.

Selain dari Sea Games 1995, Bahrizal juga berhasil membawa pulang medali dari berbagai ajang, semisal emas dalam Kejuaraan Internasional Singapura 1993, emas dari Kejuaraan Dunia Hong Kong 1996, perak dari Kejuaraan Internasional Cina 1997, dan masih banyak kejuaraan lainnya mulai dari level nasional hingga internasional.

Pada tahun 2007 Bahrizal memutuskan gantung dayung. Berhenti sebagai atlet. Sebagai atlet yang bergelimang prestasi dan telah mengharumkan nama daerah, keputusan pensiun Bahrizal mendapat sambutan dingin dari pemerintah. Tiada apresiasi yang diberikan kepadanya. “Tidak ada tunjangan dari pemerintah,” katanya.

Usaha untuk menagih janji manis pemerintah bukan tidak pernah dilakukannya. Salah satunya ketika menemui Longki Djanggola yang saat itu menjadi gubernur Sulawesi Tengah. “Saya minta tolong untuk diperhatikan nasib saya, tapi sudah dua periode Pak Longki menjabat masih begini-begini saja,” ujar Bahrizal.

Permintaan Bahrizal bukan tanpa alasan, sebab Abdul Azis Lamadjido, gubernur Sulteng sebelumnya, pernah menjanjikan kepada mantan atlet yang berprestasi untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pasalnya saat itu mereka sudah mengantongi surat rekomendasi dari Menteri Pemuda dan Olahraga untuk gubernur Sulawesi Tengah agar diberikan pekerjaan tetap.

Ia juga menuturkan bahwa mantan rekan-rekan setimnya dari daerah lain sudah terangkat menjadi PNS setelah mewakili Indonesia dalam kejuaraan dunia dayung. “Ada saya punya teman dari Kalimantan. Pulang dari Sea Games langsung dijadikan PNS. Padahal dia cuma cadangan di tim,” tutur Bahrizal.

Pemberian apresiasi yang demikian menurutnya bisa semakin menambah motivasi para atlet untuk lebih giat berlatih dan bertanding. Mereka bisa jadi lebih fokus tanpa perlu lagi risau memikirkan nasib hari tua.

Setelah mengakhiri karier sebagai atlet, Bahrizal kini berpindah haluan menjadi pegawai honorer di kantor camat sejak 2008. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan mengongkosi pendidikan lima anaknya, ia banting-tulang mencari penghasilan tambahan, mulai dari jadi kuli bangunan hingga bertani.

Pernah ada ajakan yang mampir untuk menjadi salah satu pelatih di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP). Tawaran itu dengan berat hati ditolaknya karena pelbagai pertimbangan, mulai dari gaji yang tidak mencukupi hingga jarak yang mengharuskannya hidup terpisah dengan anggota keluarga.

“Saya sekarang bertani dan jadi pegawai honor. Namun, sampai sekarang tidak diangkat-angkat (jadi PNS),” lanjutnya.

Kepada pemerintah, Bahrizal mengharapkan agar lebih memperhatikan nasib para atlet muda sekarang. Agar nasib mereka tak seperti dirinya yang ditelantarkan saat memasuki usia pensiun.

“Kalau misalnya bapak gubernur, bapak presiden mau memperhatikan nasib kami, ya, kami ucapkan terima kasih. Karena kami sudah tua. Tidak bisa apa-apa lagi untuk cari uang. Jangan habis manis sepahnya dibuang,” pungkasnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Berbagai kejadian menarik selama babak penyisihan Piala Dunia 2022
Berbagai kejadian menarik selama babak penyisihan Piala Dunia 2022
Mulai dari kekalahan Argentina ketika menghadapi Arab Saudi, hingga penunjukan perempuan sebagai pengadil pertama dalam…
TUTURA.ID - Skate Competition Central Celebes 2023 jadi ajang seleksi Pra-PON
Skate Competition Central Celebes 2023 jadi ajang seleksi Pra-PON
Komunitas Palu Skateboarding beroleh mandat dari KONI Sulteng menjaring calon atlet potensial dari cabor papan…
TUTURA.ID - Gedung serbaguna bernama Gelora Bumi Kaktus
Gedung serbaguna bernama Gelora Bumi Kaktus
Keputusan mengizinkan GBK Palu sebagai tempat acara selain olahraga sempat mendapat protes. Namun, Dispora Sulteng…
TUTURA.ID - CEO Persipal, Sultan Beybar Mastura: Saya akan menjawab keraguan orang-orang
CEO Persipal, Sultan Beybar Mastura: Saya akan menjawab keraguan orang-orang
Sultan Beybar Mastura (28) jadi CEO baru Persipal. Kepada Tutura.Id, Sultan menepis anggapan bahwa dirinya…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng