Pagi yang terik seperti biasanya di Kota Palu. Beberapa orang tampak berdiri di atas trotoar depan Universitas Alkhairaat (Unisa) dan memanjang hingga ke seberang Wisma Donggala, Jalan Diponegoro, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat.
Ada yang memilih berkelompok, terdiri sekitar 4-5 orang. Namun, tak sedikit juga yang memutuskan berdiri sendirian, terpisah dari kelompok-kelompok tadi. Jika matahari bersinar terik, maka berdiri di bawah pohon rindang jadi pilihan.
Semuanya mengenakan seragam warna khaki, cokelat muda serupa jerami padi kering, yang saban hari kantor bekerja sebagai pegawai di lingkup Pemerintah Kabupaten Donggala.
Ihwal mengapa lokasi tersebut menjadi titik kumpul tak lain karena sejarah. Hingga akhir dekade 90-an, di atas lahan yang sekarang menjadi Kampus Unisa adalah Kantor Bupati Donggala. Sementara lahan berjarak selemparan batu di seberangnya yang kini berdiri Wisma Donggala tak lain Rumah Dinas Bupati Donggala.
Seiring terbitnya Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1999 tentang Pemindahan Ibukota Daerah Kabupaten Donggala dari Wilayah Daerah Kota Palu ke Wilayah Kota Donggala Kecamatan Banawa, banyak pegawai yang juga boyongan pindah kantor.
Bergerak lurus menyusuri Jalan Diponegoro ke arah Palu Grand Mall, maka pemandangan serupa juga tampak di Jalan Malonda, tepatnya di perempatan lampu merah Silae.
Kebiasaan para pegawai Donggala ini juga identik; melambaikan tangan ke arah mobil yang lewat. Tentu bukan kepada setiap pengemudi mobil yang melintas, tapi khusus yang menggunakan pelat merah alias mobil operasional kantor.
Harapan lainnya, ada sesama pegawai yang berangkat menggunakan mobil pribadi menghentikan laju mobilnya dan bersedia memberikan tumpangan.
Jika ada satu atau dua orang pemilik kendaraan pribadi yang bukan pegawai berbaik hati memberikan tumpangan, maka mereka juga tak segan untuk langsung naik.
Tak jarang mereka berlarian menuju mobil yang berhenti melewati tempat mereka semula berkumpul. Berlomba mencari kursi kosong. Bagi yang tidak kebagian, harap sabar menunggu kedatangan mobil tumpangan berikutnya.
Pasalnya hanya dengan mengandalkan tumpangan mobil tersebut mereka bisa menuju kantor yang jaraknya puluhan kilometer.
Salah seorang pegawai yang melakukan kebiasaan tersebut adalah Hermin Kalaena (57). Perempuan berambut pendek itu sudah 24 tahun bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Donggala.
Kini ia ditempatkan dalam satuan pendidikan nonformal Sanggar Kegiatan Belajar Mavali. Alamat kantornya di Jalan Jati, Gunung Bale, Banawa. Merujuk aplikasi Google Maps, jaraknya dari Palu sekitar 30,1 kilometer.
“Saya dari jam 7 pagi sudah di sini (Jl. Diponegoro). Biasanya paling lama sampai jam 9 saya menunggu,” ucap Hermin saat ditemui Tutura.Id, Selasa (5/3/2023).
Menurut Hermin, selalu ada mobil dinas yang saban pagi mengarah ke Donggala. Mobil-mobil tersebut yang menjadi andalan mereka untuk menumpang ke kantor.
Selesai jam kantor, aktivitas serupa berangkat tadi kembali ia lakukan. Menunggu mobil dinas atau mobil pribadi yang lewat dan mengarah ke Palu. Titik turunnya juga sama, Jalan Diponegoro, tepatnya di depan Wisma Donggala.
Untuk bisa tiba di rumah masing-masing, para pegawai biasanya akan menyambung kendaraan lain, entah naik ojek daring atau menghubungi anggota keluarga untuk datang menjemput.
Hermin mengaku bahwa Pemerintah Kabupaten Donggala pernah menyediakan bus untuk mengangkut pegawai yang tinggal di Palu. Namun, kondisi bus-bus tersebut sekarang sudah rusak.
“Banyak yang so rusak karena Pemda so tidak anggarkan lagi operasionalnya (BBM, perawatan, dan honor sopir). Adapun bus-bus kecil yang masih jalan, itu operasionalnya dari dinas masing-masing sudah. Sementara tidak semua dinas punya bus,” tulis Angga Dharmawan melalui WhatsApp (6/3).
Angga mengaku sejak 2007 menjadi pegawai honorer di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Donggala. Statusnya terangkat menjadi pegawai tetap pada 2012.
Marwa, seorang pegawai di Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Donggala, mengatakan kantor tempatnya bekerja sempat menyediakan bus kecil. Hanya saja jumlahnya terbatas. Pun anggaran operasionalnya.
“Itulah sudah dibilang (Donggala) kota antik. Pegawainya antik dan unik, setiap hari melambaikan tangan,” kata Marwa berkelakar.
Pemkab Donggala pernah memiliki delapan bus untuk mengangkut para karyawannya. Namun, melansir Mercusuar (5/5/2014), anggaran Rp8 miliar per tahun untuk bus-bus tersebut dihentikan Kassman Lassa saat menjabat bupati.
Anggaran tersebut menurutnya hanya merupakan pemborosan dan tidak sejalan dengan programnya yang ingin memindahkan domisili para PNS ke ibu kota Donggala.
Meskipun kini punya mobil pribadi, Angga mengaku sesekali masih mengandalkan tumpangan jika hendak ke kantornya.
Hermin juga sama. Punya mobil pribadi, tapi lebih sering memilih ikutan antre bersama banyak pegawai lainnya menunggu kedatangan mobil dinas untuk menebeng.
“Kadang bawa mobil pribadi juga. Cuma kalau bawa mobil pribadi, bensin ke sana itu 100 ribu. Kalau isi bensin 300 ribu itu hitungannya sekitar empat hari saja untuk pulang pergi (kantor). Jadi, ya, cukup menguras,” kata Hermin memberikan alasan.
Walau sudah terbiasa bersusah payah menunggu mobil tumpangan setiap berangkat dan pulang kantor, Hermin tetap berharap agar Pemkab Donggala kembali menyediakan bus transportasi untuk para pegawai seperti dirinya.
“Adanya bus memudahkan kami pergi dan pulang di Palu dengan selamat. Tidak lagi seperti ini panas-panas kitorang menunggu. Aduh,” tutupnya.
Menanggapi banyaknya keluhan serupa terkait ketiadaan bus angkutan, Dinas Perhubungan Donggala pada Agustus 2023 berinisiatif memperkenalkan program layanan bus angkutan bagi para pegawai yang belum memiliki kendaraan pribadi dan tinggal di Kota Palu.
Dishub Donggala telah berkolaborasi dengan Dishub Provinsi dan mendapatkan dukungan berupa bantuan dua unit bus. Program tersebut menggunakan sistem pembayaran bulanan dengan harga terjangkau dan diharapkan beroperasi tahun ini.
Selain itu, Asisten 1 Kabupaten Donggala Mohammad Yusuf telah mewanti-wanti kepada para pengendara mobil dinas agar memberikan tumpangan kepada sesama pegawai. Pun ia meminta kepada para pegawai, jika ada mobil dinas yang menolak memberikan tumpangan agar segera mencatat pelat mobil bersangkutan dan melaporkannya.
“Tahan saja kalau lihat mobilnya kosong. Mobil dinas itu bukan mobil pribadi. Itu mobil milik kita bersama. Uang negara dipakai beli mobil. Jadi kepada pejabat, kiranya dapat memberikan tumpangan kepada ASN yang hendak menuju Donggala,” tegas Mohammad Yusuf dilansir Media Alkhairaat (19/1).
Andi Baso Djaya turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pegawai Negeri Sipil Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kabupaten Donggala transportasi Wisma Donggala Universitas Alkhairaat mobil dinas mobil operasional