Pasar hari ini kian bergeser dari pemaknaan sebelumnya sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli secara fisik.
Saat ini mulai bermunculan pasar yang tetap jadi tempat jual beli, tapi nirinteraksi tatap muka. Kita mengenalnya dengan sebutan lokapasar alias marketplace. Tempat kejadiannya di dunia maya.
Bagi sebagian orang, sampai kapan pun sulit rasanya meninggalkan pasar-pasar fisik atau pasar tradisional. Ada begitu banyak hal yang dapat dilakukan kala berada di pasar.
Suara ingar-bingar, peluit tukang parkir, klakson kendaraan, dan para pedagang saling bersahutan jadi sesuatu yang menjadikan pasar tradisional hidup. Suasana demikian tak akan kita temukan saat berbelanja di lokapasar.
Kehadiran pasar tradisional juga menciptakan banyak peluang ekonomi yang tidak hanya dimonopoli penjual maupun pemilik lahan. Tukang becak, kusir dokar, kuli panggul, tukang parkir, hingga pengemudi ojek daring bisa turut mengais rezeki.
Zaenal (36), seorang peternak sapi yang tinggal di kawasan Jalan Munif Rahman, Kelurahan Kabonena, termasuk salah satu yang mengambil manfaat dari kehadiran pasar tradisional.
Saban petang, Zaenal bergantian dengan ayahnya mendatangi Pasar Inpres Manonda, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, yang jaraknya sekitar tiga kilometer.
Maksud kedatangan mereka untuk mendatangi satu per satu pedagang sayur yang ada di Pasar Inpres. Berharap bisa membawa pulang limbah kupasan kembang kol, kubis, atau sawi putih. Sisa-sisa sayuran tersebut akan mereka gunakan sebagai pakan ternak.
Jika pemilik lapak belum sempat mengupas sayurannya musabab sibuk melayani para pembeli, Zaenal menawarkan diri untuk melakukan pekerjaan tersebut.
“Biasanya penjual juga tawarkan sayuran yang sudah tidak bisa dijual macam wortel atau kentang. Kami jadi ikut bantu kupas sayur biar cepat juga selesai,” kata Zaenal kepada Tutura.Id (20/6/2024).
Zaenal mengungkapkan aktivitas ini telah dilakukannya sekitar lima tahun. Alasannya karena saat ini sudah sulit mencari padang rumput hijau untuk makan hewan ternak. Masifnya pembangunan rumah-rumah di kawasan tempat tinggal mereka telah mengubah padang rumput jadi lantai beton.
Dus, kebiasaan mereka yang dulu setiap sore mengangon sapi berganti kunjungan ke Pasar Inpres.
Apa yang dilakukan Zaenal bersama ayahnya ternyata jadi hikmah bagi para pemilik lapak sayuran. Salah satunya Wahyu (26).
Wahyu merasa pekerjaannya jadi terbantu berkat kehadiran orang-orang seperti Zaenal. “Kami yang jualan merasa senang karena biasanya, kan, stok sayuran datang dan jumlahnya juga lumayan banyak. Jadi kalau mereka datang bantu kupas sayur, saya bisa kerjakan yang lain, macam melayani pembeli atau cuci sayur. Lapak jualan juga jadi kelihatan bersih dari daun-daun yang berserakan,” ujar Wahyu.
Aktivitas mengambil sisa-sisa sayur untuk pakan ternak ternyata tak hanya dilakukan Zaenal. Ada beberapa pemilik ternak lain yang tinggal di sekitar Pasar Inpres Manonda melakukan hal serupa.
Apa yang dilakukan Zaenal dan Wahyu jadi salah satu bukti betapa pasar tradisional sebagai ruang komunal tidak melulu soal transaksi jual beli. Simbiosis mutualisme dalam bentuk lain juga tercipta di sana.