Candu nikmat itu bernama tetu
Penulis: Retno Tandi Rerung | Publikasi: 20 Maret 2024 - 14:06
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Candu nikmat itu bernama tetu
Deretan kue tetu yang telah matang. Siap santap untuk buka puasa | Foto: Dwi Efrian/Tutura.Id

Ada yang tak pernah terlupakan oleh warga Palu saban Ramadan tiba. Kue tetu. Selalu jadi favorit dan laris. Padahal kudapan ini sebenarnya juga tersedia saat hari-hari lain di luar bulan puasa.

“Kue lapis, tetu, dan pisang ijo paling laris di sini,” ujar Bu Satria (39), salah seorang penjual takjil di Jalan Kartini, Kelurahan Lolu Selatan, Kecamatan Palu Timur, saat kami temui (14/3/2024).

Tetu Fresh mungkin satu-satunya kedai yang jadi tempat produksi massal tetu di Palu. Khusus selama Ramadan, dalam sehari bisa menghasilkan 3000 tetu yang terbungkus dalam 1000 plastik mika. Tiap mika berisi tiga buah tetu.

Lokasi berjualannya di Jalan Balai Kota Selatan, Tanamodindi, Palu Selatan. Tempat ini ada sejak Ramadan tahun lalu dan saban hari buka mulai pukul 12.00 hingga 18.00 Wita.

Saat kami tiba, Selasa (19/3) siang, kesibukan di kedai sudah terlihat lantaran bangunannya semi terbuka. Dapur menempati area depan alias teras. Antrean pembeli juga sudah tercipta.

Tampak beberapa pegawai lincah mengaduk dan menuangkan adonan ke dalam wadah tetu berbentuk mirip perahu di atas dandang ukuran besar.

Wajan besar yang digunakan mengukus tetu kemudian ditutup rapat. Berselang sekitar delapan menit, tutup wajan dibuka. Kepulan asap yang keluar membawa serta wangi pandan. Glek.

Tetu Fresh menggunakan lima kompor untuk mengukus tetu, empat memakai dandang besar dan satu lagi dandang berukuran lebih kecil. Untuk setiap dandang besar bisa memuat hingga 30 biji tetu. Sementara dandang kecil menampung sekitar 14 tetu.

Saat berbincang dengan kami, Mohammad Reza Alfarid (22), salah satu anak dari pemilik kedai, mengaku ide bikin Tetu Fresh sebenarnya berasal dari keluhan penikmat tetu. Mereka protes karena terkadang membeli tetu yang sudah basi alias tidak segar lagi.

Alhasil Reza dan ibunya berinovasi menjual tetu yang segar alias fresh. Caranya dengan memasak langsung di depan pelanggan. Ternyata model ini tepat guna. Seketika Tetu Fresh jadi buah bibir dan ramai pembeli.

“Kalau antrean bulan puasa itu biasanya kami bikin lis. Misalnya sudah banyak orang menunggu, sementara tetu belum matang. Kami buatkan lis, silakan tulis nama melalui Google Forms yang kami bikin. Nanti dia tinggal datang ambil pesanannya cukup sebut nama, tidak perlu lagi mengantre,” ucap Reza.

Selama bulan puasa, permintaan kue tetu diakuinya melonjak. “Omzet bisa sekitar Rp5-6 juta tiap hari, khusus dari hasil penjualan tetu. Kalau mau digabung dengan penjualan takjil lain bisa Rp10 juta. Sementara hari biasa (di luar Ramadan) ndak sebanyak ini pembelinya,” ungkap Reza.

Tetu Fresh turut menyediakan aneka takjil lain seperti risol dan puding. Kedai ini juga menerima takjil buatan orang lain untuk titip jual, semisal kue jagung, nona manis, kue lapis, onde-onde, klepon, katirisala, dan barongko.

Kedai Tetu Fresh menggunakan lima kompor untuk mengukus kue tetu. Bisa produksi 3000 biji tetu setiap hari | Foto: Dwi Efrian/Tutura.Id

Kue tetu berbahan dasar adonan dari tepung terigu (atau tepung beras), santan, dan sedikit garam. Pada wadah mirip perahu yang terbuat dari pandan, gula merah cair atau gula putih dituangkan. Setelah itu adonan cair dituangkan ke atasnya. Kukus hingga adonan matang atau mengental.

Rasa manis gula dan gurihnya santan ditambah wangi khas daun pandan membuat kue ini punya cita rasa unik. Seolah tak cukup hanya menikmati satu. Istilahnya “rasa tambah” alias “bikin ketagihan”. Kue tetu dimakan dengan cara disendok hingga ke bagian dasar. Paling pas menikmatinya selagi hangat.

Mengutip buku Jejak-Jejak Mandar: Kamus, Sejarah, Kebudayaan dan Ensiklopedia Tokoh (Pustaka Ilalang, 2017), disebutkan bahwa tetu merupakan penganan khas Suku Mandar, Sulawesi Barat. Sudah jadi warisan turun-temurun.

Suku Mandar yang suka merantau kemudian memperkenalkannya ke daerah-daerah lain, mulai dari seluruh wilayah Sulawesi hingga ke Kalimantan. Kerukunan Warga Sulbar di Bontang Selatan, Kalimantan Timur, misalnya, tiap tahun mengadakan Festival Kue Perahu.

Penganan tradisional ini paling sering kita jumpai dengan sebutan kue perahu di daerah lain. Musabab wadahnya mirip perahu yang terbuat dari daun pandan.

Di Ternate, warga lokal menyebutnya kue pelita. Di Banten lain lagi. Namanya kue jojorong. Sementara di Gorontalo, kue ini dikenal dengan sebutan kue popaco. 

Bergeser ke Manado, sebutannya kue lampu-lampu. Wadah alias perahunya menggunakan daun pisang yang disemat dengan lidi pada kedua sisinya (takir). Sama dengan kebiasaan warga Jambi yang bikin wadah tetu, di sana namanya kue padamaran, memanfaatkan daun pisang.  

Menggunakan daun pandan sebagai alas tetu punya keunggulan lebih. Wanginya langsung menyusup ke dalam hidung.

“Kalau perahunya kita beli dari penjual-penjual di pasar. Ada yang dari Sigi Biromaru, Pasar Inpres, atau Pasar Masomba. Jadi kalau misalnya di Pasar Masomba ada tiga orang penjual perahunya. Kami borong semua di situ,” kata Reza.

Saking larisnya berjualan tetu di tempat ini, Tetu Fresh kemudian membuka cabang baru di daerah Tondo, tepatnya di Jalan R.E. Martadinata, samping Imam Stainless Steel. Ukuran tempatnya jauh lebih kecil. Produksinya setiap hari maksimal 900 buah tetu.

“Cabang yang di Tondo buka empat bulan lalu. Adik yang pegang di sana. Kalau yang di sini saya dengan mama,” ujar Reza mengakhiri percakapan. Ia harus kembali melanjutkan kesibukannya. Melayani antrean pembeli yang makin sore makin panjang.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
2
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Rumah Dua Jari hadirkan festival berbagi kebaikan
Rumah Dua Jari hadirkan festival berbagi kebaikan
Untuk pertama kalinya program berbagi kebaikan dari Yayasan Rumah Dua Jari hadir dalam bentuk festival…
TUTURA.ID - Ragam tradisi menyambut perayaan Idulfitri di Parigi Moutong
Ragam tradisi menyambut perayaan Idulfitri di Parigi Moutong
Warga Desa Lobu, Kecamatan Moutong, terus mengawetkan tradisi “malam pasang lampu” alias “tumbilotohe” dalam menyambut…
TUTURA.ID - Takbir keliling sambil mengadakan karnaval
Takbir keliling sambil mengadakan karnaval
Kebiasaan khas warga Desa Karya Mukti di Kecamatan Dampelas adalah menggelar takbir keliling sambil berkarnaval.
TUTURA.ID - Mengenal sejarah dan kiprah Muhammadiyah di Sulawesi Tengah
Mengenal sejarah dan kiprah Muhammadiyah di Sulawesi Tengah
Lebih dari seabad hadir mewarnai Indonesia dengan segala dinamikanya, Muhammadiyah tetap kokoh dalam usaha-usaha pendidikan,…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng