Pekan lalu, seorang perempuan di Kabupaten Tojo Unauna, Sulawesi Tengah tewas setelah diterkam buaya di Pulau Salaka, Desa Kavetan, Kecamatan Una-Una.
Kepada wartawan, Kepala Kepolisian Resor Unauna, Maryanto menjelaskan bahwa peristiwa ini terjadi pada Kamis (6/7/2023), sekitar pukul 05.00 WITA.
Peristiwa bermula saat korban, Ayuni Mahmud (21) mengambil air dari pipa di bawah kolong rumahnya. Tiba-tiba muncul seekor buaya yang langsung menerkam.
Korban sempat berteriak meminta tolong. Adik korban yang mendengar teriakan itu bergegas menghampiri. Namun, saat adiknya tiba di kolong rumah, korban sudah berada di tengah laut dengan jarak sekitar 50 meter dari kolong rumah.
"Saksi (adik korban) melihat posisi korban sudah dalam keadaan terapung. Kemudian korban diambil oleh warga, dan dibawa ke rumah dalam kondisi sudah tidak bernyawa," kata Maryanto.
Tiga korban tewas sejak Mei
Peristiwa yang menimpa Ayuni menambah daftar kelam korban serangan buaya. Sejak awal Mei, atau kurang lebih dua bulan terakhir, setidaknya ada tiga korban tewas dalam konflik antara buaya dan manusia di Sulteng.
Sepekan sebelumnya (29/6/2023), warga Tojo Unauna, Amir Lahai (32) tewas setelah diserang buaya di Pantai Tobi, Kecamatan Unauna. Peristiwa ini terjadi pada tengah malam. Saat itu, Amir yang berprofesi sebagai petani sedang buang hajat di dermaga, dan tiba-tiba mendapat serangan buaya.
Perkara ini bikin heboh. Warga yang marah lantas menangkap, dan membunuh seekor buaya yang panjang tubuhnya mencapai empat meter. Perut buaya pun dibedah, tetapi warga tak menemukan apa pun.
Pada 2 Mei 2023, serangan buaya juga memakan korban di Desa Ponggerang, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala.
Korbannya ialah Al Azka, seorang bocah berusia 10 tahun. Pada awalnya, Azka sedang melihat-lihat aktivitas menangkap ikan dari tepian sungai. Namun korban terpeleset, dan terjatuh ke dalam sungai.
Tak berapa lama, saksi mata melihat ada seekor buaya yang mengapung sambil menggigit korban. Belakangan, korban ditemukan dengan luka gigitan pada wajah, dada, punggung, dan perut.
Catatan konflik antara buaya dan manusia bisa lebih panjang bila menghitung pula jumlah korban yang luka-luka.
Pada akhir Mei 2023, misalnya, seorang penambang pasir di Desa Tinggede, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi juga mendapat serangan buaya. Serangan itu mengakibatkan luka serius di lengan kiri korban.
Buaya liar juga masih sering menampakkan diri di bantaran Sungai Palu. Meski kerap jadi tontonan warga, kehadiran buaya ini juga membersitkan kekhawatiran.
Cukupkah pemasangan rambu peringatan?
Sebagai informasi, pada pertengahan Juni 2023, Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC Peradi) Kota Palu melayangkan somasi kepada Pemerintah Provinsi Sulteng dan BKSDA Sulteng. Teguran hukum itu dilayangkan guna menyikapi pelbagai kasus konflik antara manusia dan buaya yang terus memakan korban
“Secara hukum, Pemprov Sulteng lewat BKSDA harus bertanggung jawab untuk melakukan penangkaran atau langkah antisipasi agar buaya itu tidak secara liar berkembang biak dan mengancam hajat hidup warga,” kata Muslim Mamulai, Ketua DPC Peradi Kota Palu, dalam rilis tertulis pada 14 Juni 2023.
Adapun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah konon telah melakukan sejumlah langkah antisipasi. Seperti dilansir Kaili Post, Kepala BKSDA Sulteng, Hasmuni Hasmar menyebut bahwa pihaknya telah berusaha melakukan pencegahan konflik dengan memasang rambu-rambu peringatan.
Pemasangan rambu peringatan mungkin bisa jadi pencegahan. Namun bukan solusi jangka panjang, sebab tak menyentuh substansi masalah. Berbagai riset telah menyimpulkan bahwa buaya (terutama buaya muara) menjadi lebih agresif lantaran kehilangan habitatnya.
“Kehilangan habitat merupakan masalah utama bagi buaya muara pada negara-negara di Asia Selatan hingga Asia Tenggara,” demikian satu kesimpulan riset yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Indonesia.
Crocodile Specialist Group, kelompok global pemerhati buaya, juga telah menjelaskan sejumlah alasan turunan yang membuat buaya menyerang manusia.
Antara lain, Crocodile Specialist Group mengingatkan status buaya sebagai hewan teritorial yang punya kecenderungan menjaga wilayahnya dari makhluk asing. Manusia pun bisa dilihat sebagai makhluk asing yang mengancam mereka.
Beberapa alasan buaya menyerang manusia ialah berburu makanan, melindungi sasaran, salah sasaran, dan membela diri.
Sebagai catatan, meski kerap berkonflik dengan manusia, buaya masih masuk daftar hewan yang dilindungi. Setidaknya ada empat jenis buaya yang dilindungi bila merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018.
Keempat jenis buaya tersebut yakni: Buaya irian (Crocodylus novaeguineae), buaya muara (Corodylus porosus), buaya siam (Crocodylus siamensis), dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegelli).