Tantangan dan langkah proaktif mengatasi kekerasan anak di dunia pendidikan
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 17 November 2023 - 18:57
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Tantangan dan langkah proaktif mengatasi kekerasan anak di dunia pendidikan
Ilustrasi guru dan murid di kelas | Sumber: Shutterstock

Kekerasan terhadap anak kian memprihatinkan. Berdasarkan aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2022, sebanyak 2.133 orang anak menjadi korban kekerasan fisik dan/atau psikis, pornografi, dan kejahatan siber.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) melalui Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menunjukkan, sekitar 20% anak laki-laki dan 25,4% anak perempuan berusia 13-17 tahun mengaku mengalami kekerasan dalam 12 bulan terakhir.

Situasinya tidak jauh berbeda di lingkungan satuan pendidikan alias sekolah yang meliputi PAUD, SD, SMP, SMA, dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Merujuk hasil survei Asesmen Nasional (AN) tahun 2022, sebanyak 34,51% peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual. Lalu 26,9% murid rentan mengalami hukuman fisik dan 36,31% berpeluang mengalami perundungan.

Dalam upaya menanggapi keadaan ini, pemerintah mengeluarkan regulasi baru dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) nomor 46 tahun 2023. Peraturan itu dikenal sebagai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).

“Permendikbudristek PPKSP melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan," tegas Mendikbudristek Nadiem Makarim mengutip laman Kemendikbud.go.id, Selasa (8/8/2023).

Tindaklanjut dari Permendikbudristek 46/2023 mewajibkan tiap satuan pendidikan di Indonesia membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Tak hanya itu, pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota, harus punya Satuan Tugas (Satgas) PPKSP.

Pemerintah daerah dan penanggung jawab satuan pendidikan diberikan waktu antara 6-12 bulan untuk membentuk TPPK maupun Satgas PPKSP.

Seperti apa implementasi regulasi ini di Palu? Meskipun sudah berlalu beberapa bulan sejak diberlakukan pada awal Agustus 2023, sebagian besar satuan pendidikan di kota ini masih belum membentuk TPPK.

Per 5 Oktober 2023, baru empat sekolah yang membentuk TPPK dari 564 satuan pendidikan. Lalu, per 17 November 2023, jumlah ini meningkat jadi 65 TPPK.

Jenjang PAUD tercatat memiliki 25 TPPK alias paling banyak. Kemudian diikuti SD-SMP/sederajat (22) dan SMA /sederajat (18). Sedangkan di jenjang PKBM alias nonformal, belum ada yang membentuk TPPK.

Tujuh bentuk kekerasan yang disoroti dalam Permendikbudristek 46/2023 | Sumber: Kemendikbud.go.id

Upaya pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah

Pentingnya upaya pencegahan juga ditekankan oleh sekolah yang telah membentuk TPPK. Contohnya, SDN Inpres 2 Tatura yang aktif mengampanyekan "stop bullying" dengan memasang spanduk di ruang kelas.

TPPK di sekolah tersebut berangotakan lima orang dengan komposisi tenaga pendidik atau guru, komite sekolah, orang tua siswa, dan staf nonguru.

Kepala sekolah, Arlina, menjelaskan bahwa fokus mereka saat ini adalah pada pencegahan dan peningkatan kapasitas anggota TPPK, meskipun belum ada kasus kekerasan yang ditangani.

“Kalau di SD itu paling sering kasusnya baku hina nama orang tua. Bagi mereka itu wajar, tapi sebenarnya itu sifatnya perundungan (bullying) dan itu tidak boleh. Untuk mengingatkan mereka, kami pasang spanduk kampanye stop bullying di depan ruang kelas,” kata Arlina kepada Tutura.Id, di ruangannya, Kamis (16/11) sore.

Tak hanya bagi siswa, sambung Arlina, kampanye stop kekerasan juga diperuntukkan bagi orang tua atau wali siswa. Pasalnya selama ini masih banyak orang tua/wali tak mengetahui apa itu perundungan (bullying). Kekerasan bagi mereka hanya jika terjadi insiden pemukulan atau perkelahian.

Oleh karena itu, TPPK SDN Inpres 2 Tatura melakukan sosialisasi ketika ada pertemuan dengan orang tua/wali murid. Ditambahkan pula item kegiatan ekstrakurikuler untuk meredam aktivitas siswa dari yang sifatnya negatif.

Beralih ke jenjang sekolah menengah. SMP Negeri 1 Palu ikut mengambil langkah-langkah proaktif. Sekolah yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Besusu Tengah, menggabungkan kampanye "stop bullying" dalam program Profil Pancasila (P5).

Kepala SMPN 1 Palu Yusri mengungkapkan, ada pelbagai upaya yang dilakukan pihaknya untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan di lingkungan sekolah. Salah satu konsep yang diusung ialah melibatkan pelajar dalam kampanye stop kekerasan.

“Kami tugaskan siswa di seluruh kelas untuk bikin media kampanye stop bullying dan lain-lain agar mereka ingat bahwa itu bersifat kekerasan,” kata Yusri didampingi Ashar selaku Wakasek Kesiswaan kepada Tutura.Id, di ruang guru SMPN 1 Palu, Kamis (17/11) sore.

Menurut Yusri, munculnya perundungan oleh seorang atau sekelompok pelajar disebabkan perbedaan latar belakang yang sangat heterogen. Lingkungan atau pergaulan hidup paling dominan yang kemudian lebih membentuk karakter seorang pelajar.

“Untuk memantau gelagat peserta didik di dalam maupun luar sekolah dan keperluan lainnya, kami bikin forum molibu via aplikasi WhatsApp. Di dalamnya ada guru kelas, komite sekolah, dan orang tua/wali siswa,” sambung Yusri.

Sementara Ashar menambahkan, potensi perundungan berawal dari sikap yang merasa berada di posisi lebih tinggi dibanding pelajar lainnya.

Untuk melunturkan perasaan jemawa tadi, pihak sekolah mengganti dua hari pelaksanaan apel pagi dengan menampilkan minat dan bakat pelajar.

“Apel Rabu kami ganti dengan kegiatan literasi. Apel Kamis diubah dengan program pemikat (pementasan minat dan bakat). Program pemikat ini menampilkan apa saja dari pelajar, entah budaya, musik, olahraga dan masih banyak lagi,” jelas Ashar.

Selain dengan pihak guru dan orang tua, kata Ashar, TPPK juga menggandeng OSIS untuk sejumlah kegiatan. Salah satu yang telah mereka selenggarakan adalah kontes merakit robot dan kompetisi video game.

Kepala SDN Inpres 2 Tatura Palu Arlina | Sumber: Robert Dwiantoro/Tutura.Id

Di jenjang SMA/sederajat, ada SMA Labschool Univesitas Tadulako (Untad) yang juga telah membentuk TPPK sejak 6 September 2023. Masa kerja untuk periode dua tahun.

Syafi’udin selaku wakil hubungan masyarakat (humas) SMA Labschool Untad menuturkan, TPPK langsung bergerak untuk mencegah dan menangani aksi kekerasan yang ada di sekolah.

“Dua pekan lalu ada sosialisasi seputar bullying dengan melibatkan seluruh kelas. Untuk pencegahan dan penanganan, pertama penyampaian dari guru kelas kepada para siswa, ada temuan lalu diselesaikan di tingkat wali kelas. Kalau teguran tak berhasil, maka siswa akan dibina oleh guru BK,” kata Syafi’udin di ruang tunggu SMA Labschool Untad, Jalan Setiabudi, Kamis (17/11) sore.

Menurut staf kesiswaan SMA Labschool Untad ini, dampak perundungan yang terjadi di sekolah sejatinya bermula dari rumah. Jika perilaku keras diterima oleh seorang pelajar, maka efeknya ada dua kemungkinan; menjadi korban atau malah justru berbalik sebagai pelaku.

Itu karena lingkungan akan memengaruhi karakter pelajar yang masih labil, ia bisa menjadi keras atau menjadi penyendiri karena tekanan kekerasan yang ia terima.

“Karena hal itu siswa akan menjadi intoleran. Di dalam Permendikbudristek 46/2023 selain perundungan, juga termasuk isu intoleransi. Dalam perspektif saya, toleransi bukan hanya soal kerukunan beragama, tetapi menerima perbedaan karakter dan status,” pungkas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ini.

Jomplangnya jumlah TPPK dan Satgas PPKSP di Sulteng

Meskipun beberapa satuan pendidikan telah bergerak maju, tantangan yang dihadapi masih besar. Dari total 7.822 satuan pendidikan di Sulteng, hanya 913 yang telah membentuk TPPK, setara dengan 11,67 persen. Artinya belum ada daerah yang memiliki TPPK mencapai 50 persen.

Progres paling lumayan sejauh ini ditunjukkan oleh Kabupaten Tojo Una-Una dengan jumlah 168 TPPK (33,33%) dari 504 satuan pendidikan. Lalu ada Kabupaten Morowali yang sudah membentuk 131 TPPK (27,52%) dari 476 satuan pendidikan. Sisanya masih berada di bawah 15% dari total satuan pendidikan di setiap daerah.

Catatan keberadaan TPPK di 14 daerah se-Sulteng sedikit lebih baik jika dibanding Satgas PPKSP. Hingga saat ini, dari level pemerintah provinsi hingga kabupaten/kota sama sekali belum membentuk Satgas PPKSP.

Padahal, perkara kekerasan yang menimpa anak usia sekolah kerap terjadi dan memantik emosi publik. Teranyar, dugaan kekerasan berujung kematian bocah AR (8) di Palu Barat. Terduga pelaku MFM (16) juga masih berstatus pelajar di salah satu sekolah non formal di Palu.

Merujuk laman SIMFONI PPA (17/11/2023), kekerasan yang menimpa anak usia sekolah (6-17 tahun) sudah menyentuh angka 284 kasus, dengan 25 kasus di antaranya terjadi di sekolah. Angka ini sudah mencapai 82,08 persen dari kasus serupa di tahun 2022.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Berharap Kota Palu ramah bagi penyandang disabilitas
Berharap Kota Palu ramah bagi penyandang disabilitas
Pembangunan infrastruktur di Kota Palu pascabencana 2018 sedang gencar. Menyisakan harap agar ramah terhadap penyandang…
TUTURA.ID - Respons pemerintah dan komunitas relawan setelah kasus Covid-19 kembali ditemukan di Palu
Respons pemerintah dan komunitas relawan setelah kasus Covid-19 kembali ditemukan di Palu
Temuan dua kasus Covid-19 di Kota Palu memantk reaksi dari warga. Bagaimana respons pemerintah dan…
TUTURA.ID - Pemicu kebakaran hutan dan lahan bukan semata faktor cuaca panas
Pemicu kebakaran hutan dan lahan bukan semata faktor cuaca panas
BMKG telah mengeluarkan surat edaran yang berisi rekomendasi siaga darurat karhutla dan kekeringan di daerah…
TUTURA.ID - Penatu yang memberdayakan tenaga manusia, ketimbang mesin
Penatu yang memberdayakan tenaga manusia, ketimbang mesin
Ada celah dalam mencuci pakaian menggunakan mesin. Olehnya, Londré Cuci Tangan hadir demi menjaga kualitas…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng