Kehadiran para seniman dan budayawan legendaris Kota Palu mewarnai “Malam Budaya Kaili” dalam Festival Tangga Banggo (FTB) edisi keempat yang berlangsung di Kelurahan Siranindi, Palu Barat, Jum'at, (8/9/2023).
Festival yang akan diselenggarakan empat hari beruntun dari 7-10 September ini diinisiasi oleh Forum Masyarakat Siranindi. Keanekaragaman budaya dan tradisi yang lahir di wilayah yang toponiminya berasal tanaman cocor bebek tersebut jadi salah satu alasan diselenggarakannya FTB.
"Siranindi ini kelurahan kultural karena ada banyak suku yang tinggal di sini. Jadi,kita akomodir di Festival Tangga Banggo. Malam ini khusus Suku Kaili. Sebelumnya sudah tampil Barongsai mewakili etnis Cina, ada juga malam Bugis, besok malam nanti ada kesenian Jawa yang tampil," ungkap Muhammad Fahri selaku sekretaris panitia festival.
Laiknya penyelenggaraan pada tahun-tahun sebelumnya, panggung FTB juga dimeriahkan oleh penampilan grup musik yang saat ini sedang populer, seperti Tardigrada, DPR Band, Tuti, Iphi Thopeko, Ayu, Aci the Box, dan Jho.
Namun, tentu saja panitia selalu berusaha memberikan hal baru atau sajian yang berbeda dalam setiap penyelenggaraan.
Untuk tahun ini untuk pertama kalinya diadakan penganugerahan bagi para seniman dan budayawan dari Tana Kaili.
Mereka yang mendapatkan penghargaan dianggap punya dedikasi tinggi terhadap dunia kesenian dan budaya di Kota Palu.
Menurut Fahri, seniman dan budayawan di Kota Palu telah banyak melahirkan karya memukau, sayangnya deretan nama tersebut seolah terlupa dari ingatan, khususnya di kalangan anak muda.
"10 seniman terpilih ini punya karya-karya yang viral pada masanya. Kami menyebut mereka ini legend," tutur Fahri sumringah.
Berikut sosok-sosok penerima penghargaan tersebut.
Tjatjo Tuan Sjaichu Al-Idrus
Orang yang menekuri karya-karyanya mengenal sosok ini dengan nama pena T. S. Atjat. Umurnya kini menginjak 74 tahun. Sapaan akrabnya Abah Tjatjo. Telah menghasilkan ratusan puisi dalam Bahasa Indonesia dan Kaili. Pun naskah drama, cerpen, dan novel.
Saat pembukaan “Malam Budaya Kaili” yang jadi momentum pemberian penghargaan, suara Abah Tjatjo masih sangat lantang membacakan karya puisinya yang berjudul "Gegere "(berperang).
Intje Mawar Lasasi
Jika sekarang Kota Palu terdapat berbagai jenis kreasi tari dari daerah Kaili, tumbuhnya tradisi tersebut tidak lepas dari peran Ince Mawar Lasasi Abdullah.
Penari era 1960-an ini menciptakan gerakan tarian yang mengambil inspirasi dari kebudayaan Kaili. Misalnya saja tarian Nantanu (Tari Tenun) yang pernah ditampilkan di Kedutaan Belanda di Jakarta tahun 1973.
Intje Mawar juga ikut menggali dan melestarikan 12 jenis busana tradisional Kaili dan Kabupaten Donggala.
Ida Sikopa
“Parantaika-Parantaika”. Demikian biasa kita mendengar kata pembuka pengumuman yang menggema di Bandara Mutiara Sis Al-Jufri, Palu. Kata dalam Bahasa Kaili yang bersinonim dengan “Perhatian-Perhatian” itu diucapkan oleh Ida Sikopa.
Ida Sikopa telah menciptakan puisi dan puluhan larik lagu berbahasa Kaili yang populer di era 1990-an, di antaranya “Mokolontigi”, “Kaledo”, “Doana”, dan banyak lagi.
Salim Bachmid
Ia dulunya sempat menjadi manajer grup musik Sonata. Band ini jadi kebanggaan warga Boyaoge, Palu Barat, lantaran dianggap sebagai salah satu pelopor band di Kota Palu. Mendiang Salim Bachmid menjadi sosok musisi yang karya-karyanya hingga kini masih kerap dinyanyikan.
Herry Rahman
Sosok mendiang Heri Rahman dikenal dengan penyanyi dengan bait-bait berbahasa Kaili yang jenaka sehingga kerap mengundang atensi pendengar dan penonton. Karya-karya lagunya populer saat era 2000-an yang masih dinyanyikan sejumlah seniman hingga saat ini, antara lain “Mango, “Nepalaisi”, dan “Guru Karate”.
Agus Suryaningprang
Seorang koreografer tari yang menjadi pimpinan Sanggar Seni Maradika. Sanggar itu berdiri sejak 1983 dan hingga saat ini masih tetap eksis. Melalui arahannnya, sanggar seni yang berada di Kelurahan Siranindi ini telah melahirkan banyak penari dan koreografer di Sulawesi Tengah.
Hasan M. Bahasyuan
Seorang maestro yang banyak melahirkan musik dan tari tradisional Kaili. Sah belaka jika menyebutnya pencipta lagu, komposer, dan koreografer paling berpengaruh di Tanah Kaili.
Karya-karya besar yang diciptakan Hasan Bahasyuan yang melegenda hingga kini, antara lain Tari Pajoge Maradika, Tari Pomonte, lagu “Toraranga”, “Vose Sakaya”, hingga lagu “Parigi Ri Kareme Nuvula”.
Azis alias Jojon
Salah satu murid Hasan Bahasyuan yang paling cempiang. Bass jadi instrumen andalannya. Dekade-dekade lampau kerap jadi langganan pemain bass terbaik dalam setiap festival band.
Hingga kini Jojon masih produktif menciptakan karya musik dan manggung. bersama grup musik Di bawah Pohon Rindang atau disingkat (DPR) Band. Sepperti mendiang gurunya, pintu rumah Jojon selalu terbuka lebar menyambut para musisi muda yang ingin datang sekadar bertukar pikiran hingga belajar musik.
Ashar Yotomaruangi
Pendiri Lembaga To Kaili Bangkit (LKTB) ini banyak bergerak dalam aktivitas berkesenian terutama dalam seni peran.
Ia menciptakan beberapa naskah teater yang dimainkan oleh Lingkaran Seni Sensasi binaannya. Ia turut menjadi aktor dalam film Kaili (Karena Aku Ingin Kembali) yang rilis 2017 silam.
Selain itu, ia juga menciptakan puisi. Sebuah puisi ciptaannya yang bertajuk "Matepudu" kerap mengundang gelak tawa penonton karena memuat larik jenaka.
Aksan Intjemakkah
Seorang seniman yang juga produktif menciptakan lirik lagu-lagu berbahasa Kaili, seperti“Palu Maliuntinuvu”, “Kabilasa Randa”, “Nomarue”, “Ada Mpoboti”, dan beberapa lagu lainnya.
Lagu “Palu Maliuntinuvu” dulunya bahkan sering dijadikan lagu pembuka dalam siaran lokal TVRI Sulteng. Selain menjadi seniman, sosok ini juga pernah menggeluti dunia kewartawanan dengan menjadi sekretaris redaksi di Radio Republik Indonesia Palu.
Festival Tangga Banggo Kelurahan Siranindi Forum Masyarakat Siranindi Malam Budaya Kaili seniman musisi budayawan