Lembaga dan aktivis perempuan Sulteng memaknai International Women’s Day
Penulis: Pintara Dinda Syahjada | Publikasi: 8 Maret 2023 - 10:25
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Lembaga dan aktivis perempuan Sulteng memaknai International Women’s Day
Masih ada praktik diskriminasi dan kekerasan yang menghambat laju kaum perempuan (Ilustrasi: Shutterstock)

International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional diperingati tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Hari ini turut dirayakan oleh perempuan Indonesia.

Dimulai sejak 1908, peringatan ini berawal dari aksi demonstrasi 15.000 perempuan di Kota New York Amerika.  

Para pekerja perempuan yang merupakan buruh pabrik ini menyuarakan hak mereka tentang peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja.

Hari bersejarah itu pun ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Perempuan Internasional, dengan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam mewujudkan perdamaian dunia.

Dewasa ini, Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahun dengan tema yang berbeda. Pun halnya dengan  International Women’s Day 2023.

Tutura.Id mendatangi lembaga dan aktivis perempuan untuk mendengarkan seperti apa mereka memaknai hari spesial ini. Utamanya berkenaan dengan kondisi serta kerja-kerja mereka saat mengadvokasi isu-isu perempuan di Kota Palu dan Sulawesi Tengah.

Nining Rahayu bersama LBH APIK Sulteng rutin menyelenggarakan kegiatan edukasi dan advokasi kepada perempuan (Sumber: Istimewa)

LBH APIK Sulteng

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Sulteng, Nining Rahayu (34), mengungkapkan pihaknya selalu menyikapi beberapa hari istimewa yang berkenaan dengan perempuan dan anak.  

Misalnya, ikut serta dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang diperingati sejak 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya. Pun halnya dengan International Women’s Day dan juga Hari Anak.

Namun, khusus International Women’s Day 2023 kali ini, pihaknya tidak merayakannya secara seremonial. Nining mengungkapkan pihaknya lebih fokus pada menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan edukasi dan advokasi.

Misalnya dengan mengadakan lokakarya tentang bagaimana partisipasi perempuan, pengambilan kebijakan, pembangunan pascabencana, dan berbagai topik lainnya. Hal ini berkaitan masih terdapat sejumlah permasalahan seputar perempuan dan anak.

Nining mengungkapkan, pada tahun ini pihaknya memiliki dua desa dampingan yakni Lende dan Beka. Di dua tempat ini pihaknya akan membuat "Camping Hukum" dengan sasaran anak dan remaja.

“Camping Hukum itu itu diskusi tentang hak-hak anak, karena banyak sekali sekarang kasus-kasus pelecehan seksual itu terjadi pada anak dan pelakunya adalah anak,” ungkap Nining.

KPPA Sulteng

Komunitas Peduli Perempuan dan Anak Sulawesi Tengah (KPPA Sulteng) berbagi cerita tentang suka duka para aktivisnya dalam melakukan pendampingan terhadap perempuan. Khususnya bagi perempuan korban kekerasan.

Direktur KPPA, Adriani M. Hatta, bilang menyuarakan hak-hak perempuan bukan sesuatu yang mudah. Tidak jarang juga pihaknya mendapatkan kekerasan, psikis maupun secara fisik.

“Tantangan di lapangan itu banyak sekali, termasuk kita juga bisa mengalami kekerasan karena banyak orang yang salah paham. Orang-orang kadang tidak memahami apa-apa kerja kami, sehingga banyak risiko yang kami alami juga,” kata Adriani.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat tentang bahaya kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak perempuan di Sulteng masih rendah.

Oleh karena itu, pihaknya masih perlu bekerja keras melakukan kampanye penyadaran agar tersampaikan ke semua lapisan masyarakat, terutama perempuan dan anak.

Penanganan hukum dirasakan belum maksimal karena masih banyak kasus yang tidak terungkap. Alasannya beragam.

Ada yang karena ketidaktahuan dalam proses pelaporan, atau ketakutan bahwa ketika melapor mengeluarkan biaya.

"Jadi menurut saya masih panjang perjuangan untuk mencapai kesetaraan tugas dan peran perempuan," pungkas Adriani.

Unit PPA Polres Palu

Perwakilan Unit Pelayanan Perempuan Anak (PPA)  Polres Palu, Niluh Merriana (30) mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mendukung dan mewujudkan program Kota Palu Layak Anak. Salah satunya dengan berkerja sama dengan beberapa instansi terkait.

Jejaring yang dimaksud adalah berkoordinasi dengan lembaga yang mendampingi korban kekerasan baik anak dan perempuan. Merriana mengungkapkan selama Februari 2023, kasus KDRT dengan korban ibu rumah tangga adalah terbanyak dilaporkan.

Menyoal peringatan International Women’s Day 2023, Merriana membagikan pendapatnya soal peran dan kiprah perempuan Indonesia. Sebagai seorang Polwan, dirinya menilai kiprah perempuan di masa modern ini, sudah begitu baik karena bisa berkarir di mana pun.  

“Sudah terlaksanakan dengan baik, contohnya di dunia manapun, baik di dunia umum maupun di dunia politik juga hak-hak perempuan itu juga diperhatikan,” kata Merriana.

Patricia Yabi Direktur UPT PPA DP3A Sulteng (Sumber: Istimewa)

UPT PPA DP3A Sulteng

UPT PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng menjadi garda terdepan institusi pemerintah daerah untuk pelayanan terhadap perempuan korban kekerasan. Kepala UPT PPA Sulteng Patricia Yabi mengungkapkan ada enam fungsi yang diemban pihaknya.

Dia menjelaskan UPT PPA memiliki fungsi sebagai layanan pengaduan, layanan penjangkauan, pengelolahan kasus, mediasi, rumah aman, dan pendampingan. Kasus yang paling mendominasi adalah KDRT.  

“KDRT yang paling tinggi. Perkara-perkara lain juga banyak, tapi memang yang paling tinggi jumlahnya itu KDRT,” ungkap Patricia.

Dia menambahkan UPT PPA tidak hanya memberikan pelayana terhadap pendampingan hukum, namun juga memerhatikan psikis korban. Untuk layanan ini Patricia mengatakan pihaknya menyadari bahwa perempuan yang menjadi korban kekerasan memiliki trauma mendalam.

“Selama ini  yang saya tahu kita hanya berpikir bahwa perempuan ini mengalami kekerasan, kita harus laporkan. Tapi, kita tidak melihat bagaimana trauma yang dialami oleh perempuan tersebut apalagi dengan anak-anaknya. Jadi UPT PPA memberikan pendampingan secara psikologis oleh tenaga ahli. Semua gratis dari awal sampai akhir,” ungkap Patricia.

Libu Perempuan

Masih adanya stigma bahwa perempuan tidak perlu berkiprah dalam masyarakat, membuat kasus kekerasan terhadap perempuan masih tinggi. Inilah yang perlu menjadi refleksi dalam memeringati International Women’s Day 2023.

Dewi Rana selaku Direktur Lingkar Belajar (LiBu) Perempuan mengungkapkan, meskipun ada hari yang mengkhususkan diri untuk merayakan pencapaian perempuan di sektor publik, namun kenyataan masih banyak perempuan menjadi korban kekerasan. Inilah yang harus selalu dingat.

“Semua orang wajib diberikan kesempatan untuk belajar, untuk memajukan dirinya terutama di ruang publik dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk berkiprah,” tuturnya

Untuk merealisasikan hal tersebut, dari LiBu  Sulteng bergerak dalam memberi edukasi kepada masyarakat terkait hak-hak perempuan, melakukan penyuluhan hukum dan memperluas relasi. Hal ini dilakukan untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan. Khususnya di Sulawesi Tengah.

Fitriani Pairinan fokus mendampingi perempuan dalam mendapatkan keadilan ke sumber agraria dan pangan fokus (Sumber: Istimewa)

Solidaritas Perempuan

Permasalahan perempuan tidak melulu hanya menjadi korban kekerasan. Tapi juga akses terbatas terhadap sumber-sumber agraria dan pangan. Tidak sama halnya dengan akses laki-laki terhadap sumber penting itu.

Hal ini lantas menjadi fokus pendampingan dari Solidaritas Perempuan (SP). Direktur SP Palu Fitriani Pairinan mengatakan kasus-kasus agraria dan pangan yang berhadapan dengan perempuan terjadi di beberapa daerah di Sulawesi Tengah.

Fitriani mencontohkan beberapa perempuan di Napu berhadapan dengan pihak Balai Taman Nasional Lore Lindu dan perempuan di Lero serta Toaya (Kecamatan Sindue) yang menghadapi ancaman pembangunan PLTU.

“Kalau di konteks kejadian yang di Napu, ada beberapa kejadian seperti pelarangan, ada ancaman-ancaman juga dari Polhut (Polisi Hutan), pemerintah,” ungkap Fitriani.

Dirinya pun mengakui bila kerja-kerja dalam mendampingi perempuan dalam mendapatkan keadilan ke sumber agraria dan pangan, tidaklah mudah. Sebab kebanyakan kasus adalah konflik perebutan tanah yang melibatkan warga versus pemerintah.

Fitriani pun berharap seiring waktu muncul kesadaran bahwa perempuan juga memiliki hak dan akses terhadap sumber agraria dan pangan.

Ia berharap peringatan International Women’s Day 2023 bisa jadi momentum kampanye mematahkan stigma terhadap perempuan.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
2
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Dugaan kekerasan seksual terhadap siswi sekolah dasar di Donggala
Dugaan kekerasan seksual terhadap siswi sekolah dasar di Donggala
Kasus ini sedang dalam penanganan Polres Donggala. Penasihat hukum korban menyayangkan lambannya penyelidikan.
TUTURA.ID - Bertemu Bayasa; penyembuh bergender netral dari Tanah Kaili
Bertemu Bayasa; penyembuh bergender netral dari Tanah Kaili
Aco sudah berusia 60 tahun. Ia kini satu-satunya bayasa yang tersisa di wilayah Palolo dan…
TUTURA.ID - Kekerasan seksual di jalanan dan ruang publik Kota Palu
Kekerasan seksual di jalanan dan ruang publik Kota Palu
Bagian privat perempuan jadi target pelaku kekerasan seksual di ruang publik yang seharusnya aman. Kasus…
TUTURA.ID - Hari Anti Tambang 2024; refleksi pengabaian penguasa terhadap kerusakan lingkungan
Hari Anti Tambang 2024; refleksi pengabaian penguasa terhadap kerusakan lingkungan
Peringatan Hari Anti Tambang tahun ini dipusatkan di Palu, Sulteng. Temanya "Lawan Kolonialisme Industri Ekstraktif,…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng