Menyikapi kelompok rentan dalam situasi bencana
Penulis: Grefi Marchella | Publikasi: 29 September 2022 - 12:45
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Menyikapi kelompok rentan dalam situasi bencana
Anak-anak dan perempuan termasuk kelompok rentan yang harus dilindungi saat terjadi bencana - Foto: Ghofuur Eka Ferianto/Shutterstock

Situasi bencana merupakan hal yang sangat tidak ingin kita alami. Meski demikian, mengingat bencana merupakan sebuah siklus yang pasti berulang, suka atau tidak kita pasti mengalaminya kembali.

Oleh karena itu, masing-masing dari kita perlu dibekali dengan pengetahuan tentang mitigasi bencana. Tujuannya agar ketika situasi yang tak diharapkan tersebut kembali terjadi, kita bisa lebih sigap menghadapinya.

Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, perlindungan terhadap kelompok rentan, dalam hal ini perempuan, anak-anak, dan lanjut usia, harus menjadi prioritas saat terjadi bencana.

Negara menganggap mereka sebagai korban yang sangat lemah dan tidak berdaya sehingga perlu mendapatkan perlindungan pertama.

Kenyataan yang kerap terjadi di lapangan justru sebaliknya. Kelompok ini mengalami banyak peristiwa tak menyenangkan. Contohnya kasus pelecehan dan pemerkosaan berujung kehamilan yang tidak diinginkan. Perlakuan-perlakuan tersebut mereka alami saat tinggal di pengungsian imbas kejadian bencana yang melanda Palu dan sekitar empat tahun silam.

Dewi Rana (48), Direktur Lingkar Belajar Untuk Perempuan (Libu Perempuan), menuturkan bahwa laporan adanya pelecehan di pengungsian sudah ada tiga hari pascabencana. Berbagai metode dicoba untuk menangani masalah-masalah terkait kelompok rentan di situasi bencana, salah satunya melalui Ruang Ramah Perempuan.

Ruang Ramah Perempuan berupa tenda sederhana tertutup berukuran 11x8 meter yang coba dibangun oleh Libu Perempuan di 12 titik pengungsian empat tahun yang lalu. Tak disangka, hal kecil yang coba dilakukan tersebut berdampak besar bagi kondisi mental perempuan dan anak yang ada di pengungsian kala itu.

“Ada ibu-ibu yang datang hanya untuk menangis. Ada juga yang datang hanya sekadar untuk ganti baju, minta gula atau minyak, dan lain sebagainya. Lewat Ruang Ramah Perempuan kami juga menerima laporan-laporan pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di pengungsian,” ungkap Dewi kepada Tutura.Id saat menjadi narasumber dalam kegiatan ‘Hidup dengan Bencana’ (28/9/2022).

Terdapat berbagai layanan yang tersedia dalam Ruang Ramah Perempuan, seperti edukasi, layanan psikososial, serta distribusi kebutuhan khusus perempuan, anak, dan lansia seperti pakaian dalam, popok, pembalut, dan kacamata baca.

Dewi berharapa langkah kecil seperti Ruang Ramah Lingkungan bisa selalu tersedia dan dijadikan salah satu strategi untuk menangani kelompok rentan pada situasi bencana.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Napak tilas SKP-HAM: Kerja paksa, bom Maesa, dan bencana 2018
Napak tilas SKP-HAM: Kerja paksa, bom Maesa, dan bencana 2018
SKP-HAM genap berusia 18. Guna memperingatinya, mereka menziarahi sejumlah titik yang jadi saksi bisu tragedi…
TUTURA.ID - Mantra Chef Fildzah Djafar untuk menjaga lingkungan
Mantra Chef Fildzah Djafar untuk menjaga lingkungan
Sejak awal mendirikan Kayana Restaurant, Fildzah Djafar sudah pasang komitmen "manjakan dirimu tanpa merusak bumi".…
TUTURA.ID - 104 kepala keluarga mengungsi akibat gempa bumi 5,3 magnitudo di Sigi
104 kepala keluarga mengungsi akibat gempa bumi 5,3 magnitudo di Sigi
104 KK di Sigi terpaksa mengungsi akibat gempa bumi berkekuatan 5,3 magnitudo. Pemkab Sigi telah…
TUTURA.ID - Bertahan hidup di atas zona merah
Bertahan hidup di atas zona merah
Para penyintas bencana 28 September 2018 bertahan hidup di atas tanah yang kini ditetapkan sebagai…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng