"Sekumpulan perempuan yang suka naik motor motor tua ⚡️"
Demikian tulisan dalam unggahan awal akun @thewomenride_ di Instagram. Tarikh unggahan tersebut 24 Oktober 2022. Foto yang terlekat dalam kalimat tadi berisi pose sembilan orang perempuan.
Jika terus mengusap layar ponsel ke atas, maka kebanyakan yang memenuhi halaman utama akun Instagram mereka adalah foto aktivitas mengendarai motor.
The Women Ride hadir sejak dua tahun silam. Pencetusnya sembilan orang perempuan yang sebelumnya sudah saling akrab dan punya kesamaan hobi motoran. Hobi yang selama ini kerap dianggap hanya dunianya kaum Adam.
Mendirikan atau bergabung dalam komunitas dan klub motor, mengutak-atik motor, ikut touring—belakangan yang mengetren Sunmori atau Sunday morning ride—lekat betul dengan maskulinitas para laki-laki.
Sementara kaum Hawa, kalaupun ingin turut serta cukup jadi penumpang. Biarkan lak-laki yang duduk di depan membonceng. The Women Ride hadir coba mendobrak laku usang tersebut.
"Saat ini, masih ada banyak stereotipe dan hambatan yang dihadapi oleh perempuan pengendara motor. Kami ingin merayakan keberagaman dan menginspirasi perempuan untuk meraih kebebasan mereka di jalan raya tanpa terkekang oleh stereotip gender," ujar Jihan, salah satu anggota The Women Ride, kepada Tutura.Id, Sabtu (9/3/2024) malam.
Mereka tidak hanya menawarkan tempat bagi perempuan untuk berbagi minat yang sama terhadap sepeda motor, tetapi juga menjadi platform untuk memecahkan stereotipe dan menciptakan ruang yang aman dan mendukung untuk perempuan pengendara motor.
Salah satu bentuk upaya mereka dalam mendobrak stereotipe di jalanan terlihat dalam kegiatan riding untuk memperingati Hari Perempuan Internasional, Minggu (10/3/2024) petang. Titik awal di Luhcoffee, Jalan Wolter Monginsidi, Palu Selatan, dan berakhir di Renjana Kopi, Jl. Kampung Nelayan, Mantikulore.
“Kegiatan ini boleh diikuti oleh seluruh perempuan penyuka motor di Kota Palu. Mau yang pakai motor antik atau matik semua boleh ikut,” tegas Jihan.
Sejak pertama terbentuk dan kerap berkegiatan, komunitas ini kukuh menerapkan prinsip egaliter. Tak ada struktur yang membagi para anggotanya berdasarkan jabatan.
“The Women Ride tidak memiliki ketua atau struktur kepemimpinan. Kami hanya saling berkoordinasi membagikan ide dengan sesama anggota,” kata Jihan menambahkan.
Selama terbentuk, komunitas ini sudah banyak ikut ambil bagian dalam kegiatan tur sambil mengendarai motor alias touring, mulai dari Luwuk, Kolaka, Manado, dan Jakarta.
‘‘Tapi hanya perwakilan yang membawa nama kami. Kalau untuk kegiatan yang kami selenggarakan dan terbuka untuk umum baru kali ini dalam rangka memperingati International Women’s Day,’’ ungkap jihan.
Jihan berharap The Women Ride tidak hanya menjadi sebuah komunitas yang berisi perempuan dengan kesamaan hobi mengendarai motor, tapi juga sebuah gerakan sosial yang membawa perubahan positif dalam masyarakat.
Dengan terus mendobrak patriarki di jalanan, mereka membuktikan bahwa motor bukanlah semata-mata milik laki-laki, tetapi juga merupakan simbol kebebasan dan kesetaraan bagi semua orang.
komunitas klub motor The Women Ride patriarki stereotipe bias gender maskulinitas touring sunmori Hari Perempuan Internasional