Lantaran Pandemi COVID-19 segala aktivitas yang mengundang massa harus tertunda. Demikian halnya Festival Mosintuwu di Kabupaten Poso. Festival tahunan ini terakhir digelar pada 2019, dan harus absen selama dua tahun.
Kini Festival Mosintuwu kembali hadir demi merayakan sejarah dan kebudayaan Poso. Rencananya hajatan akbar ini akan berlangsung pada 9-12 November 2022 di Yosi, Kelurahan Pamona, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten Poso.
Mula-mula, pada 2016, perayaan ini bernama Festival Hasil Bumi. Lantas berganti titel pada gelaran berikutnya demi memberi penekanan pada semangat utama festival. Seperti namanya, festival ini memang ingin menjaga semangat kerjasama atau solidaritas alias kebersamaan antara manusia dan alam.
Minggu pagi (30/10/22), Tutura.Id berkesempatan mengunjungi Dodoha Mosintuwu, yang merupakan kantor Institut Mosituwu, perkumpulan yang jadi pemrakarsa sekaligus penyelanggara Festival Mosintuwu 2022.
Kami bertemu dengan Lian Gogali (44), Ketua Institut Mosintuwu. Lian seorang perempuan berperawakan mungil. Namun bila sudah singgung topik seperti perempuan, budaya, dan toleransi di Poso, gagasan-gagasan besar bisa mengalir darinya.
Gagasannya juga tak berhenti jadi ide belaka. Sejak 2009, bersama Institut Mosintuwu, Lian bergiat pada level tapak di Poso. Kerja-kerjanya merentang pada banyak isu, mulai dari kesetaraan gender, perdamaian, lingkungan, hingga perdesaan.
Desa yang berdaulat—secara ekonomi, sosial, budaya, dan politik—itulah cita-cita Festival Mosintuwu. Kali ini, festival yang akan memasuki gelaran kelima tersebut ambil tema “Mengingat, Menjaga, Merayakan Tanah, Air, Hutan.”
“Tema tanah, air, dan hutan itu mengajak kita untuk mengingat, menjaga serta merayakan kebudayaan Poso dalam kaitannya dengan pengelolaan ruang hidup masyarakat,” kata Lian. Ringkasnya, ruang hidup orang Poso tak pernah lepas dari tanah, air, dan hutan.
Peraih penghargaan Four Freedom 2022 dari Roosevelt Foundation itu juga menuturkan kegelisahannya soal kuasa investasi yang berdampak terhadap ruang hidup masyarakat di Poso. Perkara ini pula yang ingin disuarakan lewat Festival Mosintuwu 2022.
“Banyak masyarakat kehilangan tanah (fisik), kemudian disusul hilangnya nilai-nilai kebudayaan (filosofi) dalam hal pengelolaan ruang hidup tersebut,” ucap Lian. Ia bilang kenyataan itu didapat saat menjalankan pelbagai program bersama Institut Mosintuwu, misal Ekspedisi Poso (2019).
Suguhan Festival Mosintuwu
Festival Mosintuwu 2022, kata Lian, akan diawali dengan pelaksanaan Konferensi Perempuan Poso. Konferensi itu menghadirkan 102 perwakilan kelompok perempuan dari 32 desa di Poso. Mereka bakal mengisahkan kondisi tanah di daerahnya.
“Kami minta para perwakilan (kelompok perempuan) untuk membawa tanah dari desa dan menjelaskan sejarah tanah, filosofi pengelolaan, dan bagaimana kondisinya sekarang,” kata perempuan peraih penghargaan Indonesian Women of Change 2015 dari Kedutaan Besar Amerika Serikat itu.
Festival Mosintuwu 2022 juga menjanjikan nuansa berbeda dari gelaran sebelumnya, baik dari segi kepesertaan, kegiatan etnik, dan perlombaan.
Dari sisi kepesertaan, festival ini memang sengaja didesain untuk menjadi ruang pertemuan bagi para kelompok perempuan, pemuda, aktivis, seniman, akademisi, penulis, teolog lintas agama, pemangku adat, hingga pemerintah desa.
Pertemuan itu diharapkan bisa melahirkan energi untuk menciptakan satu gerakan kebudayaan yang menjaga keselarasan antara manusia dan alam serta mewujudkan kedaulatan orang banyak.
Kegiatan kebudayaan pada perayaan tahun ini juga bakal lebih beragam, beberapa di antaranya: Soedeli alias karnaval hasil bumi; mobolingoni yang merupakan cara berdongeng ala Poso; dan tentu saja modero alias tarian lingkar persaudaraan yang hampir selalu hadir pada momen perayaan, hari akbar, hingga seremoni kebudayaan Poso.
Ada pula peluncuran Taman Botani, yang bakal memperkenalkan 50 tanaman khas Poso. Tanaman-tanaman ini biasa digunakan untuk perayaan adat, pengobatan maupun makanan. Keberadaan taman ini selaras dengan asa Festival Mosintuwu untuk berbagi semangat merawat, dan mengolah pangan lokal.
Festival juga bakal dilengkapi dengan jelajah budaya, pelbagai lokakarya (workshop), teater rakyat, temu perajin, lomba foto, hingga panggung musik.
Ihwal kegiatan yang disebut terakhir, salah satu yang bakal hadir ialah Gede Robi Suprianto, gitaris dan vokalis band Navicula asal Bali. Robi selama ini memang banyak berfokus pada isu lingkungan termasuk lewat karya-karyanya. Fokus yang rasa-rasanya seirama dengan tema Festival Monstuwu.
“Kalau sebelumnya lebih didominasi oleh perempuan, sekarang targetnya anak muda dan pemangku adat. Gelaran kali ini juga tidak sekadar event yang mempertemukan, tapi lebih ke gerakan kebudayaan,” ujar Lian.
Informasi lebih lengkap tentang Festival Mosintuwu 2022 bisa dilihat lewat situsweb FestivalMosintuwu.id atau akun Instagram @Mosintuwu.
Festival Mosntuwu Institut Mosintuwu Lian Gogali Poso Kebudayaan Poso gerakan kebudayaan