Pemanasan Komunitas Seni Tadulako sebelum tampil di Festival Budaya Panji 2024
Penulis: Hermawan Akil | Publikasi: 6 Oktober 2024 - 17:25
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Pemanasan Komunitas Seni Tadulako sebelum tampil di Festival Budaya Panji 2024
Pertunjukan teater "Tadulako Memeas" oleh Komunitas Seni Tadulako | Foto: Hermawan Akil/Tutura.Id

Sejak 31 Oktober 2017, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah menetapkan Kisah Panji sebagai warisan budaya "Memory of The World" alias Ingatan Kolektif Dunia.

Kisah Panji yang berasal dari era Kerajaan Kadiri (1042–1222) awalnya ditemukan dalam naskah-naskah kuno karya para pujangga. Isinya cerita tentang Raden Panji Asmorobangun.

Sekarang Kisah Panji mencakup berbagai bentuk seni rupa, mulai dari wayang, bentuk ekspresi, dan tradisi lisan. Ceritanya juga punya banyak versi yang menyebar hingga ke Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina.

Pun demikian, Kisah Panji selalu punya kesamaan makna berupa pesan politik yang merakyat, keteguhan hati, dan kesetiaan. Menggambarkan pula tentang kesetaraan gender dan welas asih.

Warisan budaya adiluhung ini tentu saja harus terus dilestarikan, salah satunya melalui Festival Budaya Panji yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Rencananya Festival Budaya Panji 2024 berlangsung di Gedung Kesenian Jakarta, 22–24 Oktober. Tahun ini mengangkat tema “Cerita Panji dalam Keragaman Budaya Nusantara”.

Festival ini akan menampilkan 10 karya seni yang telah dikurasi oleh tim juri berpengalaman dan melibatkan seniman lintas disiplin sebagai mentor, seperti Herry Dim (seni rupa), Epi Martison (etnomusikologi), dan Ismail Basbeth (sineas).

Pertunjukan teater berjudul “Tadulako Memeas” diangkat dari cerita Suku Lauje | Foto: Hermawan Akil/Tutura.Id

Salah satu peserta Festival Budaya Panji 2024 adalah Komunitas Seni Tadulako dari Palu. Mereka akan memainkan seni pertunjukan teater berjudul “Tadulako Memeas”.

Presentasi awal Komunitas Seni Tadulako sebelum bertolak ke Jakarta adalah mementaskan “Tadulako Memeas” di Aula Taman Budaya dan Museum Provinsi Sulawesi Tengah, Jalan Kemiri, Kelurahan Kamonji, Palu Barat, Sabtu (5/10/2024).

Karya ini diangkat dari cerita Suku Lauje yang merupakan saduran dari buku berjudul “Vuyul Punsu Negunggun”.

Ceritanya tentang putra dan putri Raja Babolo yang bernama Vulang Nembua dan Madiang Galang. Mereka terpaksa meninggalkan kerajaan akibat kalah dalam perang.

Kedua putri tadi ditemani La Gilot sebagai panglima perang berlari dari kejaran musuh, lalu akhirnya masuk ke dalam hutan. Setelah keadaan aman, mereka pun membuka lahan yang dinamai dengan nama Desa Punsu.

Singkat cerita Vulang Nembua bertemu seorang perempuan dari langit yang memberinya seekor burung. Ia menamakan burung itu Wayang. Kisah “Tadulako Memeas” mengandung makna ketangguhan, kesabaran, kesyukuran, dan kesetiaan dalam perjuangan hidup.

Komunitas Seni Tadulako melakukan pentas pemanasan di Aula Taman Budaya dan Museum Provinsi Sulawesi Tengah sebelum tampil di Festival Budaya Panji 2024 | Foto: Hermawan Akil/Tutura.Id

Tak mudah bagi Komunitas Seni Tadulako bisa terpilih mengikuti Festival Budaya Panji 2024. Mereka harus mengikuti jalur seleksi terbuka dan melewati proses kurasi yang ketat.

"Sulteng ternyata dapat bicara banyak dalam persoalan panji ini," kata Hapri Ika Poigi selaku pendiri Komunitas Seni Tadulako saat ditemui Tutura.Id seusai pertunjukan.

Komunitas Seni Tadulako menjadi salah satu dari tiga perwakilan terpilih yang berasal dari luar Pulau Jawa, selain Bali dan Kalimantan Selatan.

Prosesi pengkaryaan ini terbilang cukup berat sebab melalui proses riset yang mengharuskan tim datang langsung ke tempat permukiman Suku Lauje di Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Selama di sana mereka banyak menggali kembali cerita rakyat untuk pentas seni ini.

Dituturkan Hapri Ika Poigi, keterikatan antara manusia dan alam sangat penting dalam kebudayaan Suku Lauje. Apalagi bila melihat kondisi saat ini di mana terjadi kemerosotan ekologis.

Mengingat Sulteng punya banyak cerita rakyat atau tradisi lisan, Hapri yang juga Ketua Dewan Kesenian Sulteng berharap pemerintah daerah lebih memperhatikan kekayaan budaya lokal masyarakat.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
5
Jatuh cinta
2
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Ama Achmad: Berkarya dari ujung lengan timur Sulawesi
Ama Achmad: Berkarya dari ujung lengan timur Sulawesi
Ama Achmad sudah melahirkan dua buku puisi. Ia bersetia membangun semangat literasi di Banggai Raya.
TUTURA.ID - Pameran visual ''Garis Waktu''; melihat jejak budaya Sulawesi Tengah melalui teknologi digital
Pameran visual ''Garis Waktu''; melihat jejak budaya Sulawesi Tengah melalui teknologi digital
Museum Negeri Provinsi Sulteng menghadirkan pameran memanfaatkan medium digital. Menuai respons positif dari pengunjung.
TUTURA.ID - Kawasan tetangga ramah di tengah budaya urban
Kawasan tetangga ramah di tengah budaya urban
Warga Lorong Pataba berusaha mempertahankan relasi sosial antarwarga di tengah budaya kehidupan modern.
TUTURA.ID - Festival Titik Temu: Ikhtiar merintis perayaan akbar budaya urban di Palu
Festival Titik Temu: Ikhtiar merintis perayaan akbar budaya urban di Palu
Tutura.Id berbincang dengan Andika Pramulia, Co-Founder RnR Experience, penyelenggara Festival Titik Temu. 
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng