Sebuah samsak tergantung di depan satu rumah berwarna kuning. Keberadaan sasaran pukul dan tendang tersebut seolah menegaskan bahwa rumah yang terletak di Jalan Thamrin, Lorong II, Kelurahan Besusu Timur, Kota Palu itu identik dengan seni bela diri.
Rumah itu menempati satu pekarangan yang diisi pula oleh dua griya lainnya. Tanah pekarangan itulah yang kerap jadi pusat latihan bagi Perguruan Pencak Silat Tadulako. Perguruan ini dikenal sebagai salah satu penghasil atlet silat berprestasi yang telah mengharumkan nama daerah maupun negara.
Rumah berwarna kuning, yang jadi pusat Perguruan Silat Tadulako, dimiliki oleh Abdul Salim Usman Saleh (41). Ia juga berperan sebagai ketua pada perguruan tersebut.
Jelang magrib, 18 Mei 2023, Abdul Salim menyambut Tutura.Id dengan hangat. Ia menyuguhkan teh, sebelum berpamitan sejenak untuk menjemput Lahanto (56), kakak seperguruannya.
Lahanto merupakan salah seorang tetua di perguruan, dan pernah berguru langsung kepada Usman Saleh--ayah Abdul Salim dan tokoh nan penting dalam histori Perguruan Pencak Silat Tadulako.
Sembari menyeruput kopi, Lahanto dan Abdul Salim bergantian berbagi cerita seputar Perguruan Pencak Silat Tadulako.
Abdul Salim mengatakan bahwa perguruan ini berdiri pada November 1973 oleh Saleh Lamaurang. Nama yang disebut terakhir merupakan kakek dari Abdul Salim. Pada masanya, Saleh berprofesi sebagai mandor di Pasar Masomba, Palu.
Selepas era Saleh, perguruan ini diwariskan kepada dua orang anaknya: Awaluddin dan Usman Saleh. “Tadulako ini perguruan turun menurun (berdasarkan garis darah). Bukan perguruan yang belajar dari orang kemudian buat perguruan,” kata Abdul Salim.
Hal itu dikuatkan oleh pengakuan Lahanto. Bahkan semula perguruan ini hanya punya dua atlet yang merupakan anak Saleh.
“Setelah itu, Pak Usman Saleh yang mengembangkan dan menerima banyak murid,” ujar Lahanto, yang menimba langsung ilmu dari Usman Saleh. Lantaran perannya, Usman Saleh kelak beroleh gelar “Guru Besar” di lingkungan perguruan.
Mencetak atlet-atlet berprestasi
Pada masa awal berdirinya, aktivitas perguruan ini mengambil tempat di kediaman Saleh, bilangan dr. Wahidin, Keluruhan Besusu. Adapun nama Tadulako diambil dari Bahasa Kaili yang berarti panglima perang.
Baru empat tahun berjalan, perguruan ini sudah berhasil menorehkan sejumlah prestasi.
Hal itu dibuktikan oleh Awalludin—atlet yang juga anak dari Saleh—berhasil menduduki dalapan besar pada ajang PON-IX Jakarta pada 1977. Selanjutnya, pada 1980, giliran Usman Saleh yang duduk di peringkat ketiga pada kualifikasi PON-X di Ujung Pandang tahun 1980.
Pada perkembangannya perguruan ini melahirkan banyak atlet berprestasi, termasuk yang berhasil mengokuti pemusatan latihan nasional (Pelatnas), semisal Hendra Tanigau, Maat Suprianto, dan Haris. Beberapa prestasi juga berhasil ditorehkan para atlet jebolan Perguruan Pencak Silat Tadulako.
Misalnya, pada 2006, Alm. Abdullah Saleh berlaga di EAGA Friendship Games pada 2006 di Makassar. Nama lain ialah Adhan Rusdin yang berhasil menyabet medali emas Pekan Olahraga Mahasiswa Asean 2012, dan SEA Games Myanmar 2013. Pun ada nama Firman, yang sanggup meraih medali perak pada SEA Games Kuala Lumpur 2017.
Abdul Salim bilang masih banyak ruang bagi perguran ini untuk terus berkembang. “Tambah maju, dan tambah berkembang, dan jangan ada pengkhianat dalam perguruan. Mari kita sama-sama mengembangkan perguruan ini,” ujarnya.
pencak silat perguruan pencak silat perguruan tadulako sea games olahraga usman saleh