Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2023 (ST2023)-Tahap I, yang mengungkap kondisi menarik terkait demografi para petani di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Sorotan utamanya? Generasi petani milenial yang sangat dibutuhkan untuk membangun masa depan pertanian yang berkelanjutan. Peran mereka signifikan dalam memajukan pertanian daerah ini. Harapan baru memberi kesegaran bagi wajah pertanian yang lebih sejahtera.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pedoman Gerakan Pembangunan Sumber Daya Manusia Pertanian Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045, petani milenial adalah petani berusia 19 tahun hingga 39 tahun, dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital.
Menurut hasil ST2023, terdapat 123.014 petani milenial yang membentuk sekitar 28,63 persen dari total 457.605 petani di Sulteng. Mereka adalah para petani berusia 19–39 tahun yang diakui berkat adaptasi mereka terhadap teknologi digital.
Teknologi digital yang dimaksudkan mencakup penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern, penggunaan internet/telepon pintar/teknologi informasi, penggunaan pesawat nirawak alias drone, dan/atau penggunaan kecerdasan buatan.
Pun demikian, hanya sekitar 36.236 dari jumlah tersebut yang telah mengadopsi teknologi digital dalam aktivitas pertanian mereka. Sisanya, sebanyak 86.778 orang masih belum memanfaatkan sepenuhnya potensi teknologi dalam bertani.
Sebaran petani milenial juga menjadi sorotan menarik. Kabupaten Parigi Moutong menjadi daerah dengan jumlah terbanyak, mencapai 27.995 orang. Sigi dan Donggala menyusul berikutnya dengan masing-masing 13.853 dan 11.609 orang.
“Data petani milenial dapat menjadi salah satu indikator tingkat regenerasi di sektor pertanian serta menunjukkan pemanfaatan teknologi digital yang diharapkan dapat menciptakan pertanian modern yang produktif dan berkelanjutan,” kata Kepala BPS Sulteng, Simon Sapari saat mempublikasikan hasil Sensus Pertanian 2023-Tahap I, Senin (4/12/2023).
Namun, perlu diperhatikan bahwa, meskipun petani milenial menunjukkan perkembangan, masih terdapat tantangan. Jumlah petani pada kelompok umur 25-34 tahun dan 35-44 tahun mengalami penurunan persentase. Ini menjadi fokus evaluasi untuk mencari solusi bersama.
Selain itu, perhatian tertuju pada usaha pertanian perkotaan atau urban farming. Cara ini memungkinkan terjadinya pemanfaatan lahan bertani di tengah kawasan permukiman yang sempit, mulai dari pemanfaatan pekarangan, balkon, hingga di bawah atap rumah.
Metodenya dilakukan dengan sistem hidroponik menggunakan air atau unsur hara, aquaponik, atu vertikultur yang memanfaatkan ruang vertikal sebagai tempat bercocok tanam, baik dalam bentuk digantung maupun rambat atau terpasang di dinding, atau media terpal.
Kabupaten Sigi, dengan 24 rumah tangga yang mengusahakan urban farming, menjadi yang terdepan dalam hal ini. Selanjutnya, terbanyak kedua dan ketiga ditempati oleh Kota Palu dan Kabupaten Poso yang masing-masing sebanyak 17 rumah tangga dan 10 rumah tangga.
Tantangan di sektor pertanian
Meskipun ada kemajuan positif dalam sektor pertanian Sulteng, ada juga tantangan besar, terutama dalam menghadapi investasi pada sektor pertambangan.
Gubernur Sulteng Rusdi Mastura telah mengungkapkan pentingnya mengimplementasikan visi pangan daerah dan meningkatkan partisipasi generasi muda, terutama kelompok milenial dan generasi Z, yang dianggap memiliki kecakapan teknologi untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian.
“Investasi pada sektor pertambangan ini sebenarnya jadi tantangan sektor pertanian di Sulteng. Bagaimana kita melaksanakan visi-misi Gubernur Sulteng sebagai penyangga pangan di IKN dan lokal kita,” kata Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sulteng Nelson Metubun saat berbincang dengan Tutura.Id via telepon, Sabtu (16/12) petang.
Nelson melanjutkan, Dinas TPH Sulteng telah melakukan beberapa upaya, antara lain mengentaskan pengadaan pupuk dan hal-hal lain yang beberapa kali tidak tepat sasaran.
Selain itu, pihaknya membuka peluang untuk melakukan penelitian bersama mahasiswa pertanian. Sementara pada bagian lainnya, dilakukan pula pengadaan, edukasi, dan pelatihan, termasuk bagi petani milenial.
“Mereka diberikan bekal sederhana soal teknik-teknik dasar pertanian TPH yang bisa memberikan dampak lebih dibanding sektor pertanian yang dijalankan secara konvensional maupun tradisional,” ujar Nelson.
Sektor pertanian membutuhkan partisipasi pemuda yang lebih besar agar bisa terus tumbuh. Anggapan bahwa petani adalah profesi rendahan harus segera dilunturkan demi melentingkan semangat generasi muda untuk menjajalnya. Era sekarang ini petani menjadi sangat dibutuhkan. Tanpa petani, maka tak ada produksi pangan.
Peluang pasar masih sangat terbuka. Oleh karena itu, regenerasi di sektor pertanian juga sangat dibutuhkan. Pasalnya sektor ini merupakan salah satu mesin penggerak ekonomi dan penyerap tenaga kerja terbanyak di Sulteng.
Merujuk data BPS, petani mendominasi sektor tenaga kerja informal di Sulteng. Lima tahun terakhir persentasenya menunjukkan angka 92,72 persen (2018); kemudian naik 89,25 persen (2021); 93,00 persen (2020); 93,47 persen (2021); dan kemudian turun jadi 91,92 persen (2022).
Sektor pertanian pada kuartal ketiga 2023 juga masih menjadi lapangan pekerjaan paling diminati dengan besaran 40,58 persen.
Inilah panggilan untuk kolaborasi antara pemerintah, petani, dan pemuda demi menciptakan masa depan pertanian yang berkelanjutan di Sulteng.
pertanian Sensus Pertanian Sulawesi Tengah BPS Sulteng Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sulteng petani milenial generasi z urban farming