Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah berangsur mengalami penurunan. Hal tersebut berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng.
Dalam laporan tersebut, jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 turun menjadi 379,76 ribu orang. Berkurang 15,90 ribu orang, dibandingkan periode sama tahun lalu yang tercatat sebanyak 395,66 ribu orang.
Sementara itu, secara presentase penduduk miskin di Sulteng pada Maret 2024 mencapai 11,77 persen. Proporsi itu menurun 0,64 persen poin terhadap Maret 2023 yang tercatat 12,41 persen.
"Tingkat kemiskinan di Sulteng pada bulan Maret 2024 menjadi hal yang luar biasa, di mana pertama kalinya menyentuh angka di bawah 12 persen," kata Kepala BPS Sulteng, Simon Sapary, saat rilis yang berlangsung secara hybrid di kantor Gubernur Sulteng, Senin (1/7/2024).
Bila melihat pada provinsi lain di regional Sulawesi, angka kemiskinan provinsi "Negeri Seribu Megalit" ini terbilang tinggi, secara jumlah orang maupun secara presentase.
Ambil misal, jumlah penduduk miskin di perkotaan maupun perdesaan masih menjadi nomor kedua tertinggi di level regional, di bawah Sulawesi Selatan.
Namun secara presentase, Sulsel memiliki presentase angka kemiskinan terendah secara regional, mencapai 8,06 persen, di atasnya ada Sulawesi Utara (7, 25 persen).
Sementara posisi Sulteng menjadi provinsi nomor dua tertinggi secara presentase, di bawah Gorontalo (14,57 persen).
Berdasarkan wilayahnya, persentase penduduk miskin perkotaan di Sulteng pada Maret 2024 sebesar 8,61 persen atau 91,92 ribu orang. Angka ini turun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 8,90 persen atau 92,11 ribu orang.
Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2024 sebesar 13,33 persen atau 280,84 ribu orang. Ini juga menurun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 14,09 persen atau 303,55 ribu orang.
Dalam data BPS tersebut, pengukuran kemiskinan ini menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut Garis Kemiskinan (GK).
GK terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Sementara GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan
Adapun GK di Sulteng pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp600.872 per kapita per bulan. Ini dengan komposisi GKM sebesar Rp453.429 dan GKBM sebesar Rp147.443.
Pada Maret 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Sulteng memiliki 5,41 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya GK per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp3.250.718 per rumah tangga miskin per bulan.
Sekretaris Daerah Sulteng, Novalina Wiswadewa, bersyukur dan mengapresiasi capaian angka tersebut.
"Kami atas nama bapak gubernur, Pemerintah Provinsi Sulteng, dan pribadi mengucapkan terima kasih atas penyajian dan pendampingan yang dilakukan BPS dalam menekan angka kemiskinan di Sulteng,” kata Novalina yang hadir dalam momen rilis BPS.
Tak pernah mencapai target
Bila melihat grafik, angka tingkat kemiskinan sejak Maret 2021 hingga Maret 2024 ini terbilang fluktuatif. Tutura.Id menemukan adanya kecenderungan bahwa target penurunan angka kemiskinan semakin “jauh panggang dari api”.
Ini terlihat dalam angka target kemiskinan saban tahun. Pemprov Sulteng dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021-2026 memasang target kemiskinan pada tahun 2024 di angka 9,65 persen. Meleset 2,12 pesen poin dari target.
Bila dibuka lebih jauh, setahun setelah penyusunan RPJMD, angka kemiskinan di provinsi berusia 60 tahun ini tak pernah mencapai target.
Pada 2023, misalnya, presentase penduduk miskin berada di angka 12,41 persen, sementara targetnya 10,84 persen. Selisihnya mencapai 1,57 persen poin.
Selanjutnya pada Maret dan September 2022, presentasenya masing-masing 12,33 persen dan 12,30 persen. Selisihnya cukup tipis dibanding target dalam RPJMD berada di angka 12,18 persen.
Pun angka kemiskinan Sulteng juga jauh bila dibandingkan dengan rerata penduduk miskin pada level nasional yang presentasenya berada di angka 9,03 persen.
Pakar Ekonomi Universitas Tadulako, Ahlis Djirimu, turut menyoroti hal tersebut. Dirinya memberikan tanggapan melalui percakapan via Whatsapp dengan Tutura.Id, Kamis (4/7) malam.
Menurut pemegang gelar doktor dari Universitas de Nice Sophia Antipolis ini, belum tercapainya target angka kemiskinan di Sulteng lantaran kegiatan percepatan penurunan kemiskinan bersifat instan. Ahlis bahkan melukiskan program penanganan kemiskinan berupa bantuan tunai hanya menjadi "program hagala" dan menggarami laut.
Pembagian bantuan tunai untuk membantu kebutuhan warga miskin dilakukan dalam dua tahap setiap tahun; Rp10miliar disalurkan jelang Idul Fitri; dan Rp19miliar menjelang Natal dan Tahun Baru.
Bantuan yang bersumber dari APBD tersebut telah dialokasikan sejak 2022 hingga 2024 dengan total Rp29 miliar setiap tahunnya. Tahun ini bantuan tersebut dibagikan kepada 29.924 keluarga penerima manfaat.