Beberapa hari terakhir, lini masa pewartaan di Sulawesi Tengah ramai polemik tentang perubahan nama gedung Gelora Bumi Kaktus (GBK) menjadi Andi Raga Pettalolo (1918-1979).
Nama gedung GBK yang berlokasi di Jalan Hang Tuah, Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, diberikan oleh Longki Djanggola semasa menjabat gubernur Sulteng periode 2016-2021.
Menurut Longki, alasan mengapa “Bumi Kaktus” disematkan sebagai nama gedung lantaran area tersebut sedari dulu hingga kini ramai ditumbuhi beragam jenis kaktus.
Sementara Gubernur Rusdy Mastura berdalih jika nama gedung tersebut tidak diganti, melainkan ditambah dengan nama Andi Raga Pettalolo sehingga menjadi Gelora Bumi Kaktus Andi Raga Pettalolo.
Hemat Gubernur Cudy, penambahan nama itu sebagai bentuk apresiasi kepada sosok Andi Raga Pettalolo yang turut berjasa dalam sejarah Sulteng, salah satunya menjadi ketua pertama kontingen Sulteng dalam perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-V di Bandung tahun 1961.
Selain GBK Andi Raga Pettalolo, beberapa bangunan baru yang ikonik berlokasi di ibu kota Sulteng ini juga mengambil nama tokoh bersejarah Sulteng di masa lampau.
Sebut saja Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie yang diresmikan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 2014 silam.
Sosok SIS Al-Jufrie atau biasa dikenal dengan Guru Tua adalah ulama sekaligus pejuang dalam pengembangan Islam dan pendidikan di Sulteng antara tahun 1892-1969. Salah satu warisan besar yang ia tinggalkan adalah kelembagaan Alkhairaat.
Kemudian ada Jodjokodi Convention Center (JCC). Nama bangunan yang berlokasi di Jalan Profesor Mohammad Yamin, Kelurahan Lolu Selatan, Kecamatan Palu Timur, itu diambil dari sosok Magau Djodjokodi alias Toma i Sima yang dipercayakan sebagai raja kedelapan Kerajaan Palu.
Tepat di seberang gedung JCC, pernah berdiri gedung Dharma Wanita Bidarawasia, nama istri Jodjokodi. Hanya saja kemudian berubah menjadi kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sulteng.
Omong-omong soal penyematan nama figur legendaris di Sulteng pada beberapa bangunan baru, rupanya menyita perhatian sejumlah kalangan.
Persatuan Artis, Penyanyi, dan Pencipta Lagu Republik Indonesia (PAPPRI) dan Dewan Kesenian Provinsi (DKP) Sulteng, misalnya, berharap agar beberapa nama populer laik dipertimbangkan menjadi nama gedung kesenian Kota Palu yang konon masih pembangunan.
Ketua PAPPRI Sulteng, Umariyadi Tangkilisan, menyebut tiga figur yang cocok disematkan pada prasarana yang berlokasi di Jalan Bukit Cina, Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore itu. “Hasan Bahasyuan, Masyudin Masyuda, dan Tjatjo Tuan Saichu,” kata Umariyadi kepada Tutura.Id, Minggu (28/1/2024).
Pria yang karib dengan sapaan Papa Guma ini berpandangan, khusus gedung kesenian Kota Palu, pemberian namanya harus sesuai dengan ketokohan dan kategorisasi alias peruntukannya seperti tiga nama di atas yang memang punya andil besar dalam dunia kesenian dan budaya Sulteng.
Menurut Adi, sapaan lain Umariyadi, karya dan hasil riset merekalah yang kemudian menjadi modal para komunitas seni dan budaya Sulteng bekerja.
“Kita perlu belajar soal proses. Hari ini, lebih banyak orang fokus pada hasil akhir. Padahal proses yang mereka (Hasan, Masyudin, Abah Tjatjo) kerjakan menjadi sangat penting,” tuturnya.
Soal penamaan infrastruktur sesuai figur legendaris, lanjut Adi, sebenarnya tak hanya Pemprov Sulteng yang punya kewenangan, melainkan pemerintah di level kabupaten dan kota.
Untuk pemberian nama gedung kesenian, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu perlu mencontoh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parigi Moutong. Bupati Samsurizal Tombolotutu pada 10 April 2023, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-21 Kabupaten Parigi Moutong, meresmikan Taman Budaya Hasan M Bahasyuan di Kelurahan Masigi, Kecamatan Parigi.
Bagi Sulteng, terutama di kalangan pecinta seni budaya, sosok Hasan M Bahasyuan tak sekadar dikenal sebagai pencipta lagu, penata musik, atau pencipta tarian daerah, melainkan Maestro Budaya Sulteng yang telah berkiprah sejak masa pendudukan Jepang tahun 1939.
Sekadar pengingat, selain sejumlah bangunan milik Pemprov Sulteng dan Pemkab Parigi Moutong, ada nama Haji Hayyun yang juga dilekatkan pada lapangan di Kabupaten Tolitoli.
Ketokohan Haji Hayyun kian melambung kala Peristiwa Salumpaga 15 Juni 1919 atau Pemberontakan Rakyat Tolitoli 1919. Kala itu Haji Hayyun melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda yang menerapkan sistem kerja paksa dan pajak.
Belakangan, nama lapangan tersebut diubah menjadi Lapangan Gaukan Mohammad Bantilan (GMB) oleh Mohammad Saleh Bantilan, Bupati Tolitoli periode 2011-2021. Sedangkan nama Haji Hayyun disematkan untuk Pelabuhan Tanjung Batu, Kelurahan Baru, Kecamatan Baolan.
Adi menjelaskan jika Pemprov Sulteng atau sekelas Pemkab Parigi Moutong dan Tolitoli bisa melakukan hal-hal tadi, seharusnya Pemkot Palu juga bisa. Apabila Pemkot Palu memberi peluang publik memberikan nama pada gedung kesenian, maka pihaknya merekomendasikan nama Masyudin Masyuda.
Perlu diketahui, Masyudin Masyuda lebih dikenal sebagai figur peneliti dan budayawan Sulteng pada tahun 1970-an. Konon, Masyudin jadi orang Sulteng pertama yang meneliti situs megalitik alias lumpang batu di Desa Watunonju, Sigi.
Masyudin juga yang pertama kali menjajaki pembangunan awal Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah sekitar tahun 1977. Masyudin juga banyak terlibat dalam riset dan penciptaan karya sastra maupun bahasa (linguistik).
Pada kesempatan terpisah, Rizal Rauf selaku wakil ketua Dewan Kesenian Provinsi (DKP) Sulteng saat dihubungi Tutura.Id, Senin (29/1) turut sepakat dengan usulan PAPPRI Sulteng.
Rizal menilai nama yang disodorkan PAPPRI Sulteng masuk dalam kriteria dan ketiga figur tersebut laik dipertimbangakan Pemkot Palu.
“Memang lebih baik jika penyematan nama-nama tokoh yang mempunyai andil besar bagi aktivitas yang berkaitan dengan bangunan atau tempat tersebut,” jelasnya.
Gedung Kesenian Palu Gelora Bumi Kaktus Andi Raga Pettalolo Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie Djodjokodi Convention Center Gedung Dharma Wanita Bidarawasia PAPPRI Sulteng Dewan Kesenian Palu Hasan Bahasyuan Masyudin Mashuda Tjajo Tuan Saichu Haji Hayyun Gaukan Mohammad Bantilan