Praktik mahasiswa memberikan parsel kepada dosen saat ujian skripsi
Penulis: Nasrullah | Publikasi: 25 November 2022 - 13:51
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Praktik mahasiswa memberikan parsel kepada dosen saat ujian skripsi
Parsel kini seolah wajib disiapkan oleh mahasiswa saban ujian proposal dan skripsi (Sumber: shutterstock)

Telah menjadi kebudayaan bagi mahasiswa di beberapa kampus yang ada di Indonesia untuk menyajikan berbagai makanan dan bingkisan cendera mata kepada tim penguji dan pembimbing.

Hantaran tersebut diberikan saat mahasiswa mengikuti seminar proposal, seminar hasil, hingga ujian tutup (skripsi).

Seolah belum cukup repot mengurus segala macam syarat administrasi untuk mengikuti ujian dan cemas menjawab semua lontaran pertanyaan para dosen penguji, mahasiswa harus ketambahan lagi mengurusi hal nonteknis yang sebenarnya termasuk gratifikasi.

Mengapa demikian? Sebab rektor dan dosen termasuk penyelenggara negara yang dilarang menerima hadiah apa pun terkait pekerjaannya.

Beberapa yang ajek kita jumpai hadir dalam ruangan sidang adalah makanan berat (nasi kotak) dan camilan.

Kini variannya bertambah sebab beberapa ada pula yang memberikan buah-buahan, mug, kaos, dan berbagai jenis cendera mata lain. Parsel.

Kebiasaan yang merepotkan dan sebenarnya tak wajib ini entah mengapa awet terpelihara.

Bahkan sejumlah pelapak di situs atau aplikasi perdagangan elektronik (e-commerce) tak sungkan menjual paket dengan judul “paket parsel/hamper untuk skripsi”.

Sebagian pengamat menghubungkannya dengan budaya ewuh pakewuh yang masih kental kita anut.

Adab yang menjadikan orang Indonesia kebanyakan menoleransi sebuah pelanggaran hanya karena merasa sungkan atau tidak enak jika menegur apalagi melayangkan protes.

Beberapa mahasiswa yang kami temui punya jawaban berbeda menanggapi kebiasaan tersebut. Salah satunya Hidayat, 22 tahun, mahasiswa agribisnis Untad yang juga berprofesi sebagai pengemudi ojek daring.

“Menurutku pemberian parsel sebaiknya nanti ujian tutup saja. Sebagai bentuk terima kasih atas bimbingan dosen selama penelitian hingga kita berhasil menyandang gelar sarjana,” ujar Hidayat saat ditemui Tutura.Id (22/11/2022).

Kebiasaan memberikan hamper kepada para dosen penguji dan pembimbing saban ujian, bagi mahasiswa pas-pasan macam Hidayat, terang hanya menambah beban.

Bahkan pemberian parsel kini telah pula berkembang menjadi ibarat kompetisi oleh beberapa kalangan mahasiswa. Berlomba-lomba memberikan parsel berharga mahal dengan isi paket yang ramai dibandingkan milik mahasiswa lain.

“Sekarang saya masih belum ujian lantaran uangku belum cukup. Karena setiap ujian selalu ada bingkisan yang harus kita siapkan,” tambah Hidayat.

Pendapat agak berbeda datang dari Filda (bukan nama sebenarnya).

“Pemberian parsel menurutku tidak apa-apa. Anggap sebagai bentuk terima kasih kepada dosen. Lagi pula dosen tidak pernah minta sesuai kemauannya. Semampunya kita saja. Tidak perlu dipaksakan harus beli ini itu,” ungkap mahasiswi ilmu komunikasi yang punya kesibukan sebagai pekerja paruh waktu ini.

Muhammad Marzuki (60), salah satu dosen di program studi Antropologi FISIP Untad, sepakat dengan pernyataan Filda.

“Tidak ada paksaan bagi mahasiswa untuk memberikan parsel kepada dosen. Cuma karena sudah jadi kebudayaan, kami selaku dosen menerima pemberian dari mahasiswa tersebut,” ujar Marzuki.

Bagi Marzuki, bukan masalah besar seandainya mahasiswa datang hanya berbekal makanan seadanya atau tanpa membawa parsel. Semua tergantung kemampuan mahasiswa yang bersangkutan.

Sepengalaman Filda ketika mengikuti seminar proposal, seminar hasil, serta ujian skripsi, total uang yang dihabiskannya untuk mempersiapkan makanan dan parsel hampir mencapai Rp2 juta rupiah.

Pun demikian, ia mengaku ikhlas memberikannya sebagai bentuk rasa terima kasih kepada dosen.

Respons serupa juga meluncur dari Mutmainnah (23). “Kalau pengeluaran selama sidang tidak saya hitung karena semuanya dilakukan ikhlas,” kata alumni Ilmu Komunikasi FISIP Untad ini.

Terkait adanya oknum dosen yang meminta disediakan makanan dari restoran tertentu, Hidayat, Filda, dan Mutmainnah kompak mengembalikan semuanya kepada pribadi mahasiswa bersangkutan.

“Ada temanku di fakultas lain tidak kasih bingkisan ke dosen karena sudah ada tunjangan dari Dana Dipa. Semuanya kembali ke keuangan masing-masing. Jangan dipaksakan kalau tidak bisa,” pungkas Filda.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
0
Lucu
4
Sedih
0
Kaget
1
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mahasiswa korban penganiayaan di Untad ngotot menempuh jalur hukum
Mahasiswa korban penganiayaan di Untad ngotot menempuh jalur hukum
Aksi dugaan kekerasan yang dilakukan senior kepada mahasiswa baru di kampus kembali terjadi. Korban mengalami…
TUTURA.ID - Edufair Palu berharap jadi solusi bagi para siswa memilih kampus
Edufair Palu berharap jadi solusi bagi para siswa memilih kampus
Bermula sejak 2015, Edufair Palu rutin diselenggarakan saban tahun. Ada banyak program yang ditawarkan kepada…
TUTURA.ID - Darurat pengadaan buku-buku baru di perpustakaan Untad
Darurat pengadaan buku-buku baru di perpustakaan Untad
Sejumlah mahasiswa berharap koleksi buku perpustakaan di lingkungan kampus Universitas Tadulako segera diperbarui.
TUTURA.ID - Budaya antikritik di kampus mengancam kreativitas mahasiswa
Budaya antikritik di kampus mengancam kreativitas mahasiswa
Seorang mahasiswa FEB Untad mendapati nilai skripsinya anjlok. Konon nilainya berubah lantaran sebuah unggahan medsos…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng