Serba-serbi lalampa Toboli: Dari hari raya hingga kisahan asal-usulnya
Penulis: Muammar Fikrie | Publikasi: 9 Juli 2023 - 08:29
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Serba-serbi lalampa Toboli: Dari hari raya hingga kisahan asal-usulnya
Warga bersuka ria menikmati lalampa sambil berjoget mengikuti irama musik pada momen Hari Raya Lalampa di Desa Toboli, Parigi Moutong, Sulteng. | Foto: Madhani Putro

Poros Trans Sulawesi di Desa Toboli, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah mendadak ramai pada Sabtu (8/7/2023).

Keramaian itu tersebab perayaan Hari Raya Lalampa atau Lebaran Lalampa, sebuah acara tahunan bagi warga Toboli. Orang-orang datang berkumpul demi dapat lalampa gratis, dan menikmati hiburan. Kemacetan pun sempat terjadi lantaran kerumunan ini.

Kepala Desa Toboli, Tanco menjelaskan bahwa perayaan Hari Raya Lalampa telah diselenggaran sebanyak lima kali. 

“Alhamdulillah Lebaran Lalampa Toboli ke-5 dapat dilaksanakan. Masyarakat silakan makan Lalampa sepuasnya, gratis (selama pukul 9.00-12.00 WITA). Hanya boleh makan di tempat, tidak boleh dibawa pulang kecuali dikasih pemilik warung,” kata Tanco saat membuka acara. 

Kedai makan legendaris di Toboli, “Raja Lalampa” jadi salah satu tujuan warga berburu camilan khas ini. Pada perayaan kali ini, kedai yang sudah eksis sejak 1963 itu membagikan sekitar 2.500 bungkus lalampa secara gratis. 

Sebagai catatan, pada hari normal, lazim bagi “Raja Lalampa” untuk menjual ribuan bungkus kudapan andalan mereka itu. Bila musim mudik, atau saat Trans Sulawesi sedang ramai-ramainya, penjualannya bisa menembus angka 4.000 bungkus per hari. 

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Info Palu (@infopalu)

Tak hanya warga biasa. Sejumlah tokoh juga terlihat dalam keramaian Hari Raya Lalampa. Salah satunya ialah Bupati Kabupaten Sigi, Mohamad Irwan. 

Bupati Irwan pula didaulat untuk memberikan sambutan. “Kegiatan ini dapat menjadi sarana promosi, dan akhirnya bisa meningkatkan ekonomi masyarakat yaitu pelaku usaha kuliner,” katanya. “Kalau terus konsisten (Hari Raya Lalampa) bisa berpotensi mendatangkan wisatawan.” 

Lalampa Toboli sudah lama kesohor kelezatannya, lebih-lebih di wilayah Sulteng. Harganya pun bersahabat di kantong; sebungkus hanya Rp2.500. 

Sebuah riset tentang "Perempuan dan Lalampa" ditulis oleh Imam Wahyudi dari program studi Sejarah, Universitas Tadulako. Menurut riset yang terbit di Jurnal Manaqib (Universitas Islam Negeri Datokarama, Desember, 2022) itu lalampa mula-mula diperkenalkan sebagai "gogoso" yang dibawa oleh para pendatang asal Sulawesi Selatan ke Toboli.

Sejak era 1930-an, makanan ini mulai dianggap sebagai kuliner khas Toboli oleh warga setempat. Adapun nama lalampa mulai sering dipakai pada era 2000-an.

Sebagai catatan, pada periode 1998-2010 jumlah warung lalampa Toboli hanya 12. Pada 2010-2021 jumlahnya meningkat jadi 41. Data terakhir pada 2021, menunjukkan jumlah warung lalampa Toboli mencapai 53. 

Menyelisik asal muasal lalampa

Lalampa mirip dengan lemper yang populer di Pulau Jawa. Bahan dasar keduanya ialah beras ketan putih. Plus ada penggunaan santan dalam proses pembuatannya.

Pembeda antara keduanya terletak pada isian. Lemper lebih sering berisi daging ayam, sapi, atau abon. Adapun lalampa, sebagai kudapan yang tumbuh di daerah pesisir, konsisten dengan isian berupa ikan jenis tongkol, tuna, atau cakalang.

Lalampa juga punya cita rasa yang lebih pedas, sebagaimana kebiasaan lidah warga Indonesia Timur. Sedangkan lemper cenderung manis gurih sesuai selera dominan di Pulau Jawa. 

Perbedaan lainnya: Lemper lebih sering dikukus. Sedangkan lalampa dibakar. Proses pembakaran ini bakal menerbitkan wangi khas yang mengundang selera. Penyajiannya akan tambah lezat bila ditemani kopi atau teh hangat.

Lantas dari mana lalampa berasal? Kudapan ini sebenarnya kesohor di seluruh penjuru Sulawesi. Orang-orang di bagian utara, seperti Manado dan Gorontalo juga menyebutnya sebagai lalampa. Di Sulawesi Selatan, penamaan yang lebih familiar ialah gogos atau gogoso.

Kiri: Lalampa sering pula disebut sebagai lemper bakar. Kanan: Peta wilayah kekuasaan Kasultanan Ternate. | Foto: Lalampa (Direktori Warisan Budaya, Kemendikbudristek); Peta Kasultanan Ternate (Wikimedia)

Melihat penyebarannya yang luas, sulit untuk melacak asal usul lalampa. Meski demikian, ada sejumlah catatan awal yang mungkin bisa jadi landasan ihwal asal muasal lalampa.

Bila merujuk Direktori Warisan Budaya milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, ada dua wilayah yang mendaftarkan lalampa sebagai warisan budaya tak benda, yakni: Gorontalo, dan Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara.

Selain dua daerah itu, lalampa juga sering disebut berasal dari Manado. Bahkan ada istilah "lemper Manado" untuk lalampa.

Penjelasan menarik ditemukan di pencatatan lalampa sebagai warisan budaya oleh Kabupaten Kepulauan Sula. Catatan itu membersitkan dugaan bahwa lalampa punya pertautan dengan tradisi kuliner di era Kasultanan Ternate.

Sebagai catatan, tradisi kuliner Kabupaten Kepulauan Sula juga punya banyak kemiripan dengan sejumlah wilayah di Sulawesi. Selain lalampa, Kabupaten Kepulauan Sula juga mengenal nasi jaha atau nasi bambu. Jenis makanan dan penamaan itu juga populer di Sulteng. Orang Poso bahkan punya istilah lokal untuk nasi bambu yakni inuyu.

Bila merujuk peta Kasultanan Ternate, wilayah kekuasan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara itu mencakup sebagian wilayah timur Sulawesi. Sebagian besar wilayah Sulteng juga masuk dalam pengaruh Kasultanan Ternate, termasuk daerah yang kini kita kenal sebagai teritori Kabupaten Parigi Moutong--rumah bagi lalampa Toboli. 

Rute pelayaran era modern agaknya turut pula meluaskan sekaligus merekatkan persebaran lalampa.

Bagi yang pernah merasakan era keemasan kapal Pelayaran Indonesia (Pelni), Anda mungkin mengingat lalampa sebagai dagangan andalan para pedagang asongan yang berjualan pada berbagai pelabuhan di kawasan timur Indonesia.

Kudapan macam lalampa memang cenderung awet. Hal itu membuatnya bisa jadi pilihan bekal dalam perjalanan jauh. 

Agaknya, situasi yang sama membuat lalampa Toboli jadi kesohor. Wilayah Toboli berada di tengah-tengah Trans Sulawesi. Titiknya ideal menjadi persinggahan bagi banyak para pejalan jauh--mereka yang mau menuju ke utara, atau selatan Pulau Sulawesi. Lalampa pun bisa jadi pilihan untuk mengisi perut, atau bekal dalam perjalanan.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
7
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Tahun politik: Tikungan terakhir politisi senior Sulteng
Tahun politik: Tikungan terakhir politisi senior Sulteng
“Polling Paling 2023” dari Tutura.Id memuat empat nama politisi senior. Sebagai politisi nan kenyang asam…
TUTURA.ID - Catatan perjalanan dari Taman Nasional Banff untuk Sulawesi Tengah
Catatan perjalanan dari Taman Nasional Banff untuk Sulawesi Tengah
Mengunjungi Taman Nasional Banff di Kanada memberikan refleksi bahwa kekayaan alam dan warisan budaya perlu…
TUTURA.ID - WALHI anggap gubernur Sulteng melanggengkan kejahatan korporasi sawit
WALHI anggap gubernur Sulteng melanggengkan kejahatan korporasi sawit
Rekomendasi gubernur Sulteng dalam sengketa lahan PT ANA dikritik oleh WALHI. Sebaliknya, tenaga ahli gubernur…
TUTURA.ID - Arah dukungan Irwan Lapatta dalam Pilkada Sigi dan Sulteng
Arah dukungan Irwan Lapatta dalam Pilkada Sigi dan Sulteng
Mohamad Irwan Lapatta, bupati Sigi dua periode, belakangan ini giat menjadi anggota tim pemenangan dalam…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng