Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF 2023). Salah satu wacana pokoknya terkait skema distribusi tertutup Liquid Petroleum Gas (LPG) ke masyarakat.
Skema tertutup ini merujuk kepada pembatasan distribusi LPG bersubsidi atau gas melon yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu. Merujuk plan tersebut, untuk bisa beroleh tabung LPG melon, warga perlu kasih lihat Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Hal ini dimaksudkan agar distribusi LPG bersubsidi lebih tepat sasaran dan menghindari penyalahgunaan. Saat ini sedang dilakukan uji coba pada lima kecamatan di sejumlah kota, yang selanjutnya bakal diperluas per 2023.
Sebagai catatan, ada tiga kelompok yang berhak menerima subsidi: rumah tangga miskin, petani atau nelayan kecil, serta usaha mikro dengan aset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta per tahun.
Laporan BBC Indonesia (28/12), menunjukkan sejumlah keluhan dari warga dan pedagang. Warga mengeluhkan kemungkinan plan tersebut memunculkan kerumitan baru. Bisa bikin pembeli mengantre. Pun tiada jaminan atas keamanan data pribadi.
Di sisi lain, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menjelaskan bahwa pembelian tabung LPG melon ini tak perlu aplikasi dan diharapkan tidak bikin rumit warga. "Masyarakat tidak perlu men-download aplikasi ataupun QR code," ujar Irto, dikutip Kompas.com, Sabtu (17/12/2022).
Menurut Irto, masyarakat yang sudah masuk dalam database Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) bisa langsung membeli dengan menunjukkan KTP. Bila belum masuk database, maka akan dilakukan pembaruan data, dan setelahnya bisa melakukan pembelian.
Solusi tepat sasaran?
Tabung gas LPG melon merupakan salah satu komoditas yang beroleh dana subsidi dan kompensasi energi. Kemenkeu menyebut bahwa pemerintah telah mengucurkan dana sebesar Rp502,4 triliun subsidi dan kompensasi energi pada 2022. Angka tersebut naik lebih dari tiga kali lipat dari Rp152,5 pada penganggaran awal.
Pada Agustus 2022, Menteri Keuangan, Sri Mulyani sempat mengeluhkan bahwa sebesar 80 persen dana tersebut justru dinikmati oleh orang kaya.
Terkhusus tabung gas LPG tiga kilogram sekitar 68 persen dari subsidinya malah jatuh pada orang-orang yang bekecukupan. Hanya 32 persen dari subsidi LPG 3 kilogram yang benar-benar sampai ke sasaran utamanya.
Menimbang situasi tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai bahwa langkah pemerintah menerapkan syarat KTP untuk membeli tabung gas LPG melon sudah tepat.
Meski demikian, Taufik mengingatkan agar pertamina wajib memastikan infrastruktur, administrasi, dan verifikasi siap diterapkan pada 2023.
"Jangan sampai ada keluarga miskin yang berhak mendapatkan (subsidi) gas tiga kilogram namun karena tidak terverifikasi akhirnya tidak merasakan manfaatnya. Dan jika dikalkulasi mungkin volume (pengeluaran biaya gas) antara 3 kg dengan 12,5 kg sama," kata Taufik, dikutip Merdeka.com (21/12/22).
Padangan berbeda datang dari analis kebijakan publik Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah. Lina bilang bahwa kebijakan ini belum matang tetapi sudah mulai disampaikan kepada publik.
"Masalah pemantauan siapa yang bertanggung jawab? Yang berikutnya lagi, pada akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan lagi dari masyarakat kepada pemerintah,” kata Lina, dikutip BBC Indonesia (28/12/22). "Di lapangan tidak sesederhana yang dipandang pemerintah.”
Sebelumnya, pemerintah juga sempat mewacanakan konversi subsidi LPG tiga kilogram menjadi kompor listrik. Belakangan program ini ditunda dengan alasan menjaga kenyamanan warga dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Perkara data jadi hal yang mesti diantisipasi oleh pemerintah. Model verifikasi data ala pemerintah kerap kali bermasalah, misal dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) pengalihan subsidi BBM. Sejumlah pihak menilai pangkal masalahnya ialah perkara pendataan yang tidak partisipatif.
Subsidi skema tertutup LPG 3 kilogram gas melon pemerintah kemenkeu kemenESDM data pengawasan rumah tangga miskin