Wajah Huntap Kampung Mamboro Perikanan yang jauh dari masalah
Penulis: Mughni Mayah | Publikasi: 29 September 2023 - 12:45
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Wajah Huntap Kampung Mamboro Perikanan yang jauh dari masalah
Himpunan mahasiswa Arsitek Tadulako saat mengunjungi Huntap Kampung Mamboro Perikanan (Sumber: dokumentasi pribadi)

Sejumlah anak kecil berkumpul di sebuah baruga. Mereka tampak sibuk bermain dengan ceria. Tampak selaras dengan deretan rumah panggung berwarna-warni yang terletak di seberang baruga.

Baruga dalam kebiasaan Suku Kaili terdahulu difungsikan sebagai balai adat. Sama dengan bantaya yang jadi balai desa. Kini kedua bangunan tersebut jadi tempat pertemuan warga.

Sedangkan deretan rumah panggung berwarna-warni adalah hunian tetap (huntap) yang dihuni para penyintas gempa dan tsunami di Kelurahan Mamboro Barat, Kecamatan Palu Utara.

Lantaran banyak warga di sana berprofesi sebagai nelayan, kawasan tersebut lebih akrab dengan sebutan Kampung Mamboro Perikanan.  

Huntap ini boleh jadi satu-satunya yang mengusung nilai-nilai kearifan lokal pada bangunannya. Bentuknya rumah panggung yang seolah menggabungkan antara sou (rumah) dan dego-dego (tempat beristirahat).

Kolong rumah panggung yang biasanya dibiarkan terbuka lapang dimanfaatkan oleh penghuninya menjadi ruang keluarga. Olehnya, kolong ini dibangun tembok beton keliling. Sementara lantai dua bangunan tetap berdinding kayu.

Pembangunan kompleks hunian ini dimulai sejak 2019 dan rampung dua tahun berselang. Demi alasan keamanan, lokasinya berjarak sekitar 280 meter dari garis pasang surut pantai. Pemilihan jarak ini dipilih menjauh sekitar 100 meter dari Zona Rawan Bencana.

Warga penyintas secara mandiri gotong royong melaksanakan pembangunannya dengan pendampingan dari beberapa kelompok ahli.

“Proses rekonstruksi huntap hingga menjadi seperti ini tidak semudah membalik telapak tangan. Kami melewati banyak proses dengan dampingan dari Arkom (Arsitek Komunitas, red). Kami para warga, baik laki-laki maupun perempuan, belajar mendesain dan membangun rumah dari nol,” kenang Emilia, salah-satu penyintas bencana, kepada Tutura.Id, Minggu (10/9/2023).

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by SULTENG VIBES (@sultengvibes)

Paduan kearifan lokal dan RISHA

Huntap Kampung Mamboro Perikanan berisi 10 unit rumah panggung berukuran 10x10 meter. Lalu ada juga 29 unit rumah tapak berukuran 8x8 meter. Total jenderal ada 39 Kepala Keluarga yang mendiaminya. 

Bila huntap lainnya menghadapi masalah kekurangan air ataupun kebanjiran saat waktu-waktu tertentu, Huntap Kampung Mamboro Perikanan jauh dari perkara tersebut.

Para penyintas di sini tak kekurangan air. Ada mata air yang dipelihara dengan baik. Tersedia bak penampungan yang menjadi sumber air bersih bagi warga huntap.

Tersedia pula fasilitas umum, seperti masjid yang terletak di kiri pintu masuk huntap, satu baruga, dan lapangan kecil yang difungsikan sebagai tempat olahraga.

Pembangunan huntap ini memadukan model tradisional yang dekat dengan kearifan lokal setempat.

Berpadu dengan konsep panel Rumah Instan Sederhana (RISHA), sebuah inovasi sistem konstruksi rumah layak huni, tahan gempa, dan menggunakan bahan beton bertulang pada struktur utamanya.

Harganya juga terjangkau dan memantik perhatian para milenial yang berencana membangun rumah.

Yayasan Arsitek Komunitas  (Arkom) sebagai pendamping para penyintas menyaring berbagai gagasan sehingga menjadi cikal bakal desain model yang ada sekarang.

Rumah sehat yang layak huni tentu tak lengkap tanpa fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK).  Dengan memanfaatkan lahan sempit, sebuah septictank komunal dan bak kontrol sebagai bagian dari fasilitas perilaku hidup bersih dan sehat ada di setiap rumah warga.

Dalam perancangannya, mulai dari pencarian lokasi tanah, pemilihan material, hingga warna-warna cat, dilakukan oleh masyarakat penyintas di Kampung Mamboro Perikanan berkolaborasi dengan PUPR, BPBD Kota Palu, PLN, Yayasan Sheep Indonesia, KotaKu, dan berbagai instansi lainnya.

Alhasil kini terbentuklah sebuah tim pembangunan yang diberi nama Kelompok Mosinggani.

Potret keberhasilan kolaborasi dan gotong royong oleh penyintas dan pendamping ahli, menghasilkan kawasan Huntap yang jauh dari masalah (Sumber: dokumentasi pribadi)

Meraih penghargaan

Huntap Kampung Mamboro Perikanan memenangkan World Habitat Award Bronze Winner 2021 sebagai bangunan rumah kolektif untuk habitat yang lebih baik dari PBB melalui UN-Habitat (United Nations Human Settlements Programme).

Dalam sebuah diskusi kunjungan karya yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Arsitektur Tadulako, Abdi selaku salah satu staf Arkom menceritakan perjalanan panjang untuk dapat menyatukan gagasan bersama masyarakat penyintas.

Awalnya Abdi dkk. kerap mendapat penolakan dari warga, terutama Ketua RT Samsudin. Alasannya karena Arkom dulu hanya dianggap mampu membuat diskusi dan pertemuan dengan penyintas tanpa hasil yang nyata.

“Kami pernah diusir sama Pak RT. Dia bilang ngapain kamu kemari tidak bawa apa-apa. Yang lain bawa uang. Tapi kami mencari cara bagaimana tetap bertahan melakukan pendekatan membuat masyarakat ini bisa sama-sama bangkit. Proses ini kami mulai dari nol hingga pembangunan selesai seperti sekarang ini,” tutur Abdi.

Kolaborasi ini jadi bukti bahwa ilmu arsitek tak semata soal pengetahuan tentang desain bangunan, tetapi arsitek mampu menyentuh kehidupan sosial masyarakat, bahkan dari kalangan penyintas.  

“Saya hampir tiga bulan di pengungsian. Tidak ada penghasilan. Hanya diajak membuat pertemuan-pertemuan. Arkom memang pantang menyerah. Huntap ini bisa dibangun dengan jerih payah dan keringat dari gotong royong warga,” jelas Samsudin.

Lalu sebagai bentuk kesadaran menghadapi krisis iklim, terutama soal ketahanan pangan warga, Kelompok Mosinggani sedang merancang sebuah lahan perkebunan hidroponik yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat Kampung  Mamboro Perikanan.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
1
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mengunjungi Balaroa Memorial Wall untuk memulihkan diri
Mengunjungi Balaroa Memorial Wall untuk memulihkan diri
Hampir setahun sejak diresmikan, "Balaroa Memorial Wall" bukan sekadar tugu pengingat bencana, tapi jadi tempat…
TUTURA.ID - Lima tahun setelah lindu melanda; suara dari huntara
Lima tahun setelah lindu melanda; suara dari huntara
Warga penyintas yang hingga hari ini terpaksa tinggal di huntara berharap segera pindah. Apa boleh…
TUTURA.ID - Saksi bisu petaka 28 September
Saksi bisu petaka 28 September
Petaka barangkali akan selalu membawa kenangan tentang tangis dan kehilangan. Trauma mendalam. Namun suka tidak…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng