WALHI tingkatkan kapasitas kaum perempuan di Sulteng
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 26 Oktober 2022 - 12:57
Bagikan ke:
TUTURA.ID - WALHI tingkatkan kapasitas kaum perempuan di Sulteng
Risma Umar (berdiri) fasilitator dari Solidaritas Perempuan Indonesia Gender Team sedang menanggapi salah satu peserta dalam sesi pelatihan (Foto: Robert Dwiantoro/Tutura.Id)

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah menggelar kegiatan pelatihan bertajuk “Feminist Participatory Action Research” bertempat di Hotel Jazz Palu, Selasa (25/10/2022).

Kegiatan ini dihadiri oleh peserta yang didominasi kaum perempuan dari berbagai komunitas dampingan yang ada di Sulawesi Tengah. Di sela-sela kegiatan, Tutura.Id berkesempatan berbincang dengan Yusman selaku Koordinator Program WALHI Sulteng merangkap penanggung jawab teknis kegiatan tersebut.

Yusman menuturkan bahwa kegiatan WALHI Sulteng kali ini membawa dua agenda penting yang mengarah pada aksi atau kerja-kerja penyelamatan lingkungan akibat perubahan iklim.

“Agenda penting yang pertama untuk meningkatkan pengetahuan kepada peserta (komunitas dampingan) mengenai kesetaraan gender agar kaum perempuan punya daya tawar dalam kepentingan pembuatan kebijakan,” ungkapnya.

Peran perempuan dalam perlindungan terhadap keanekaragaman hayati yang terdapat di Sulteng menjadi agenda penting lain. Utamanya di wilayah lanskap Daerah Aliran Sungai (DAS) Lariang yang melewati Kabupaten Poso, Sigi, Donggala, dan bermuara di Selat Makassar dengan luas sekitar 7.069 km².

“Peserta yang hadir dalam kegiatan ini adalah utusan dari komunitas dampingan WALHI Sulteng yang berasal dari empat daerah, yakni Bada, Napu, Sigi, dan Rio Pakava. Mereka nantinya diharapkan mampu berbicara terkait kondisi hutan di daerah masing-masing sehingga tantangan pengelolaan hutan dapat terdokumentasi dengan baik,” lanjut Yusman.

Juli Savana selaku fasilitator dari Solidaritas Perempuan (Indonesian Gender Team) segendang sepenarian dengan Yusman. Ia mengajak kaum perempuan berpikir reflektif mengenai posisi mereka di dalam ranah pengambilan kebijakan publik.

“Perempuan seringkali menerima subordinasi atau dinomorduakan dalam pengambilan keputusan, karena dianggap itu adalah peran laki-laki. Kaum perempuan hanya bertugas di ranah domestik. Urusan rumah tangga. Setelah itu perempuan juga mendapat perlakuan diskriminatif di rumah, komunitas, dan di desa. Bahkan selalu menjadi korban kekerasan. Dampaknya, kaum perempuan menjadi tersisihkan dan terpinggirkan sehingga tidak bisa terlibat dalam urusan pengambilan keputusan publik,” ujar Juli.

Risma Umar, salah satu fasilitator dari Solidaritas Perempuan, turut menimpali bahwa cara pandang berdasarkan gender yang selama ini diketahui oleh laki-laki maupun perempuan adalah keliru. Cara pandang tersebut, misalnya, berkaitan dengan siapa yang berperan dalam tugas mencari nafkah atau mengurus rumah tangga. Alhasil ada rangkaian masalah yang saling bertautan akibat kekeliruan cara pandang tersebut.

“Nilai atau norma yang berlaku di dalam keluarga dan masyarakat bahkan negara yang berkaitan dengan peranan berbasis gender merupakan konstruksi sosial yang keliru. Konstruksi sosial itu menyebabkan stereotip, subordinasi, diskriminasi, bahkan kekerasan.  Contoh nyata, misalnya, laki-laki dianggap serba segalanya atau bertanggungjawab penuh untuk mencari nafkah. Sedangkan perempuan hanya bertugas di rumah. Contoh lain, laki-laki tidak bisa marah apalagi menangis. Di sisi lain, perempuan bisa. Nah, konstruksi sosial dan stereotip seperti ini yang selama ini sangat keliru dipahami baik oleh laki–laki maupun perempuan,” jelas Risma sembari memberikan arahan kepada peserta untuk istirahat sejenak.

Pengayaan terkait pemberdayaan perempuan yang dilakukan WALHI Sulteng ini mendapat sambutan gembira dari para peserta.

“Bagian paling menarik dalam kegiatan ini adalah yang dipahami oleh masyarakat khususnya terhadap kaum perempuan selama ini mengenai gender adalah konstruksi sosial yang dibentuk oleh sistem secara turun temurun untuk memisahkan peranan berdasarkan jenis kelamin” ungkap Ishak dari Yayasan Panorama Alam Lestari (YPAL) Poso.

Novilyana Onora selaku pendamping lokal komunitas di Rio Pakava, Donggala, menyampaikan sejumlah pergumulan dan tantangan berkaitan dengan keterlibatan kaum perempuan dalam ranah publik di daerah dampingannya. Salah satunya tentang betapa kesulitannya perempuan mengikuti pelbagai sesi diskusi atau pelatihan untuk menambah kemampuan.

Hidup dalam kungkungan budaya patriarki membuat perempuan kerap menjalankan tugas dan mengemban tanggung jawab ganda. Kerja-kerja domestik yang menyita energi dan waktu harus menjadi prioritas.

“Sehingga mereka jadinya terburu-buru menyelesaikan urusan rumah tangga. Alhasil kegiatan peningkatan kapasitas yang notabene memerlukan waktu menjadi tidak efektif. Setelah kegiatan ini, saya akan membantu mendampingi lebih banyak kaum perempuan dan mengajak mereka untuk lebih berani speak up mengenai masalah sekaligus keinginan yang ingi mereka wujudkan,” tutur Novi.

Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung selama lima hari ini (25-29 Oktober) turut didukung oleh Green Livelihoods Alliance, NTFP EP Indonesia, Relawan Untuk Orang & Alam, Yayasan Panorama Alam Lestari, dan SIKLUS Lanskap Sigi (Imunitas KARSA).

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Rutin pap smear dan IVA bisa selamatkan nyawa dari kanker serviks
Rutin pap smear dan IVA bisa selamatkan nyawa dari kanker serviks
Kanker belum ada obatnya, namun sebagain besar penyebab kanker serviks telah diketahui. Dengan begitu, langkah…
TUTURA.ID - Ama Achmad: Berkarya dari ujung lengan timur Sulawesi
Ama Achmad: Berkarya dari ujung lengan timur Sulawesi
Ama Achmad sudah melahirkan dua buku puisi. Ia bersetia membangun semangat literasi di Banggai Raya.
TUTURA.ID - Perundungan di sekolah, problem akut yang tak berkesudahan
Perundungan di sekolah, problem akut yang tak berkesudahan
SMP Al-Azhar Mandiri Palu telah mengatur larangan perundungan di sekolah kepada para murid sejak awal…
TUTURA.ID - Menggugat jalur damai pada kasus kekerasan seksual di Huntara Mamboro
Menggugat jalur damai pada kasus kekerasan seksual di Huntara Mamboro
Kasus kekerasan seksual di Huntara Mamboro berujung damai. Jalur restorative justice itu dikritik karena tak…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng