Sebanyak 241 anak-anak di Indonesia mengalami kasus gagal ginjal akut. Sekitar 55 persen dari kasus tersebut (133 anak) berujung meninggal dunia. Kasus mematikan ini telah menyebar di 22 provinsi.
Statistik mematikan tersebut disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10). Kasus ini mulai meningkat sejak Agustus 2022.
"Ini terjadi peningkatan mulai Agustus 2022. Meninggal karena gangguan ginjal akut memang selalu terjadi cuma jumlahnya kecil tidak pernah tinggi," kata Menteri Budi.
Merujuk data Kementerian Kesehatan, kasus terbesar ada di wilayah DKI Jakarta yang angkanya mencapai 57. Wilayah lain yang juga punya jumlah kasus besar ialah Jawa Barat (33), Aceh (31), dan Jawa Timur (30).
Sejauh ini nama Sulawesi Tengah tidak tercantum dalam lis 22 provinsi dengan kasus gagal ginjal akut. Perlu diingat bahwa daftar yang dibuat oleh Kemenkes ini berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan level provinsi. Sejauh ini baru 22 provinsi yang memberikan laporan dan ada kemungkinan akan bertambah.
Menimbang luasannya muncul desakan untuk menjadikan kasus gagal ginjal akut ini sebagai kejadian luar biasa. Hal itu antara lain disampaikan oleh Epidemiolog, Dicky Budiman.
“Ini agak terlambat, tapi setidaknya, ini bisa membantu manajemen situasi. Dalam status KLB ada prosedur yang bisa jadi pedoman, antara lain ada satgas, investigasi apalagi ini belum tentu karena obat, bisa jadi infeksi," ujar Dicky, dalam program polemik MNC Trijaya, Sabtu (22/10).
Pandangan Dicky merujuk pada luasan peristiwa yang mengalami peningkatan selama tiga kurun waktu (jam, hari, atau minggu). Pun angka kematian telah menunjukkan kenaikan 50 persen.
Adapun pengaturan status KLB itu termaktub dalam Permenkes Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Dugaan sementara dan investigasi
Dugaan sementara pemicu penyakit ini ialah senyawa kimia yang mencemari obat sirup. Penyakit awal bisa berupa batuk atau demam biasa. Situasi menjadi serius lantaran anak-anak mengonsumsi obat yang telah tercemar senyawa kimia tertentu.
Ada tiga zat kimia yang sering disebut sebagai biang kerok kasus mematikan ini: Ethylene Glycol (EG), Dietilen Glikol atau Diethylene Glycol (DEG), dan Ethylene Glycol Butyl Ether (EGBE).
"Itu ada di mereka jadi confirmed 60 persen. Bahwa (penyakit) ini disebabkan oleh senyawa kimia tersebut," ujar Menteri Budi dalam konferensi pers.
Investigasi dalam kasus ini masih terus berjalan. Pemerintah juga berencana mendatangkan obat Fomepizole dari Singapura dan Australia.
Obat penangkal racun ini dianggap bisa mengatasi senyawa kimia berbahaya yang menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak. Pemerintah berencana mengimpor 200 vial Fomepizole. Harganya mencapai Rp16 juta per vial.
Adapun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejauh ini telah melakukan penyelidikan atas ratusan jenis obat sirup yang beredar di masyarakat. Dalam kesimpulan awalnya, BPOM bilang zat kimia mematikan datang dari sejenis pelarut pada obat sirup yakni Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol.
“Keempat bahan tersebut sebenarnya bukan merupakan bahan yang berbahaya atau pun dilarang penggunaannya dalam pembuatan obat sirup,” kata Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito.
Beriring dengan kasus gagal ginjal akut, BPOM juga telah menarik lima jenis obat dari pasaran.
- Termorex Sirup (obat demam): Produksi PT Konimex. Kemasan dus, botol plastik @60 ml.
- Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu): Produksi PT Yarindo Farmatama. Kemasan dus, botol plastik @60 ml.
- Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu): Produksi Universal Pharmaceutical Industries. Kemasan Dus, botol Plastik @60 ml.
- Unibebi Demam Sirup (obat demam): Produksi Universal Pharmaceutical Industries. Kemasan Dus, botol @60 ml.
- Unibebi Demam Drops (obat demam): Produksi Universal Pharmaceutical Industries. Kemasan Dus, botol @ 15 ml.