Adjust Purwatama: Festival Titik Temu tahun ini lebih banyak berkolaborasi
Penulis: Andi Baso Djaya | Publikasi: 29 November 2024 - 11:45
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Adjust Purwatama: Festival Titik Temu tahun ini lebih banyak berkolaborasi
Antuasiasme penonton saat menyaksikan aksi salah satu band yang tampi dalam FTT 2023 | Sumber: instagram.com/festivaltitiktemu

Memasuki tahun ketiga pelaksanaannya, RnR Experience selaku penyelenggara Festival Titik Temu (FTT) berusaha terus memberikan suguhan yang berbeda dan baru kepada pengunjung setiap tahunnya.

Hal utama yang menjadi tolok ukur, selain pemilihan band yang tampil, tentu saja melalui beragam program yang menghiasi jalannya festival. Sosok yang bertanggung jawab dalam menghadirkan program-program tersebut adalah Adjust Purwatama.

“Intinya kita harus berkolaborasi. Namanya juga festival. Dan kolaborasinya bukan cuma dalam hal musik,” kata Adjust saat kami temui di Jodjokodi Covention Center (JCC), Jalan Moh. Yamin, Tatura Utara, Kamis (28/11/2024) malam.

Mengenakan kaos dan bercelana pendek warna hitam yang menjadi outfit andalannya, Adjust yang juga pendiri Bring Archive History tampak sibuk mengecek finalisasi penyelenggaraan FTT. 

Festival terbesar di Sulawesi Tengah yang menghadirkan musik, kuliner, fesyen, dan insan-insan kreatif lainnya dalam satu acara ini dijadwalkan berlangsung 29—30 November 2024. Tempat penyelenggaraan masih di JCC, lokasi yang sama dengan perhelatan tahun lalu.

Sudah dua penyelenggaraan FTT terakhir Adjust dipercayakan sebagai program manager. Apa saja keseruan dan kendala yang ia hadapi? Berikut hasil wawancaranya.

Adjust Purwatama dalam penyelenggaraan FTT tahun ini coba melibatkan lebih banyak komunitas dari skena lain untuk berkolaborasi | Sumber: Dokumentasi probadi

Total ada berapa band yang tahun ini bakal tampil di FTT?

Ada 24 band. Secara jumlah berkurang dibandingkan FTT tahun lalu yang jumlahnya sekitar 40 band. Alasannya karena tahun ini proses kurasinya menghadirkan lebih banyak band baru maupun band senior yang belum pernah main di FTT sebelumnya, seperti Maracana.

Defy untuk pertama kalinya akhirnya akan main di FTT. Ada juga band yang memutuskan comeback setelah sekian lama vakum, seperti Nganamate, kami berikan kesempatan main tahun ini.

Selain itu, kami mengundang solis atau band yang tahun ini merilis karya untuk tampil. Contohnya Berly yang merilis mini album Lost in Time. Ada juga Steady Groove yang merilis mini album Mind of Us.

Bicara soal program, apa saja yang bakal dihadirkan tahun ini?

Sebelumnya sudah kami laksanakan “Menuju Titik Temu”. Itu semacam program pemanasan. Pas FTT,  kami akan menghadirkan beberapa program unggulan.  

Ada program “Api-Api dalam Kobaran” yang isinya kompetisi beatbox, lalu ada “Perjamuan Perwujudan”, “Yang Nampak Tak Tersentuh”, “Klub Kesenangan Sesaat”, “Jiwa Sehat Tubuh Moshing”, “Melihat Mereka Berembuk”, “Sejenak Bertatap Muka”, “Mata-Mata Menjamah”, “Presentasi Visibel”, dan “Sulam Salin”.

Kebanyakan program kami tahun ini sifatnya kolaboratif. Lumayan memudahkan pekerjaan dan bikin sinergi kami makin erat dengan teman-teman komunitas yang lain. Misalnya program “Api-Api dalam Kobaran”, kami mengajak komunitas Hammer Beatbox untuk menjadi penanggung jawab di dalam program tersebut.

Program “Yang Nampak Tak Tersentuh” itu juga kolaborasi antara Bring Archive History dengan Movement Studio. Begitu juga beberapa program kami lainnya.

Dibandingkan tahun lalu, apa saja perbedaan yang paling signifikan tahun ini?

Jumlah program yang kami sodorkan tahun ini lebih banyak dibandingkan penyelenggaraan tahun lalu. Otomatis saya juga jadi lebih banyak berkomunikasi dengan orang-orang yang terlibat.

Untungnya secara internal dan eksternal semuanya berjalan lancar tanpa kendala berarti. Audiens di platform digital juga memberikan sambutan yang bagus.

Berapa lama persiapan untuk penyelenggaraan FTT tahun ini?

Kami memulai persiapan sejak tiga bulan lalu. Paling menyita fokus perhatian selama rentang persiapan tersebut sudah pasti terkait produksian. Semisal produksian tidak beres, pasti yang lain akan ikut terhambat.

Terkait ongkos produksi, apakah itu kemudian memengaruhi dalam menyodorkan program-program yang akan dihadirkan?

Biasanya saya langsung merumuskan sendiri program-program apa yang akan dihadirkan. Bukan lihat berapa ketersedian bujet, baru kemudian bikin rumusan program.

Saya sangat terbantu dengan respons teman-teman dari komunitas lain. Ketika kami sodorkan program atau ajakan berkolaborasi, mereka langsung menyambut dengan positif. Mungkin karena sudah ada kesadaran bahwa sudah saatnya untuk saling berkolaborasi. Saling mendukung. Agak susah kalau mau jalan sendiri-sendiri.

Berarti sejauh ini belum ada program yang akhirnya harus gugur di tengah jalan karena terkendala produksi?

Ada, sih. Program “Meramu di Keramaian”. Alasannya urung kami hadirkan bukan karena faktor bujet produksi. Kendalanya karena jumlah peserta yang tidak memenuhi kuota minimal yang kami harapkan.

Terpaksa program itu urung kami hadirkan tahun ini. Mungkin karena waktunya agak mepet. Padahal itu program yang menarik. Kami berkolaborasi dengan komunitas Clip Clay.

Konsepnya itu hari pertama ada lokakarya alias workshop bagaimana membentuk sebuah benda dari tanah liat. Benda-benda bikinan para peserta nantinya akan dipamerkan pada hari kedua FTT.

Punya program impian yang belum bisa dihadirkan dalam FTT tahun ini?

Saya mau sekali bikin kolaborasi dengan musisi, visual artist, ilustrator, dan mapping artist. Bentuknya itu artwork-artwork band yang dibikin motion atau digerakkan dalam sebuah ruangan. Band yang visualnya digerakkan tampil di dalam ruangan itu.

Kendala besarnya lagi-lagi terkait produksian. Sebab harus bikin satu ruangan khusus yang agak besar. Belum lagi harus menyewa beberapa proyektor dengan lumens yang tinggi.

Saya maunya satu proyektor untuk satu bidang demi menjaga kualitas video yang dipantulkan. Jadinya semacam wahana pertunjukan.

Ada lagi ideku bikin program pertukaran band. Saya kepengin FTT berjejaring dengan festival-festival musik lain di luar Palu.

Tahun pertama, kan, sudah terjadi dengan Rock in Celebes (RIC). Nah, harapannya ke depan kami bisa membangun koneksi dengan Joyland, Pestapora, Synchronize, atau DistorsiKERAS.

Modelnya itu mengundang promotor festival-festival musik yang lain untuk datang ke FTT. Selama di Palu, mereka scouting talent yang bisa mereka tampilkan dalam festivalnya.

Para promotor itu juga bisa berbagi pengetahuannya untuk kita yang ada di sini melalui temu wicara.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by FESTIVAL TITIK TEMU (@festivaltitiktemu)

Bagaimana melihat perkembangan FTT dari tahun ke tahun?

Perkembangannya lumayan signifikan. Sejak penyelenggaraan pertama, FTT sudah mengusung konsep yang agak beda dibandingkan festival sejenis yang ada di Palu. Menampilkan beberapa panggung dan program. Mengajak beragam komunitas untuk berkolaborasi.

Festival ini juga sejak awal tetap dengan komitmennya mengundang musisi dari Sulawesi Tengah sebagai penampil.

Dari sisi audiens juga ada peningkatan. Waktu FTT yang pertama, namanya juga hajatan baru, mungkin belum banyak yang mengetahui kehadiran FTT. 

Memasuki penyelenggaraan kedua tahun lalu, jumlah penampil dan program yang dihadirkan lebih banyak. Penontonnya juga lebih banyak.

Laiknya sebuah festival musik, apakah kalian mulai merasakan kekhawatiran melihat minimnya rilisan dari musisi di Palu, dan Sulteng secara umum, setiap tahunnnya?

Kuantitas merilis karya, entah mini album atau album penuh, yang dihasilkan band atau solis sudah lama menjadi perhatian kami. Semisal di Jakarta, sebuah festival tetap bisa—katakanlah—menghadirkan band yang bukan “dia lagi, dia lagi” karena secara kuantitas di sana ada banyak musisi.

Sementara kita di sini, secara kuantitas masih terbatas sekali. Musisinya sedikit, band yang rilis album lebih sedikit lagi. Beberapa band baru memang bermunculan, tapi mereka masih jarang merilis karya.

Kami juga sebenarnya selalu mengingatkan dan memberikan support, terutama kepada band-band baru, agar mereka jangan sampai lupa untuk merilis karya.

Makanya kehadiran band-band dari luar Palu sangat penting. Kehadiran mereka bisa memberikan suguhan lain dari yang selama ini mungkin teman-teman di Palu nonton. FTT tahun ini kami ada Extace dari Tentena dan Siel N Blue dari Morowali Utara.

Harapan untuk penyelenggaraan FTT tahun ini?

Pertama tentu saja kami berharap jumlah penonton bisa lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Soalnya bagaimanapun namanya festival itu bisnis.

Saya juga berharap FTT tetap menjadi festival paling keren di Palu, bahkan di Sulawesi Tengah, yang gagasannya dari kolektif. Soalnya tanpa mengundang talent dari luar Sulteng, kami tetap bisa menyuguhkan program-program bagus yang disukai audiens.

FTT itu setia menempatkan dirinya sebagai tempat musisi asal Sulteng menjadi focus point atau artis utama. Bahkan kami berusaha mengakomodir permintaan band yang ingin menghadirkan sebuah penampilan spesial.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Bisnis pertunjukan terimbas hadirnya RPP Kesehatan
Bisnis pertunjukan terimbas hadirnya RPP Kesehatan
Geliat acara musik dan seni pertunjukan yang mencoba bangkit dari keterpurukan selama masa pandemi terancam…
TUTURA.ID - Berharap Sheila on 7 konser lagi di Palu
Berharap Sheila on 7 konser lagi di Palu
Warga Tutura.Id yang mengisi "Polling Paling 2023" punya harapan besar band favorit mereka bisa kembali…
TUTURA.ID - Aneka rupa wujud pasar lentora kekinian menjelang Idulfitri
Aneka rupa wujud pasar lentora kekinian menjelang Idulfitri
Melongok kemeriahan suasana pasar lentora era kekinian yang telah bertransformasi mengikuti perkembangan zaman dan selera…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng