Pukul empat sore di Palu sering terasa seperti tengah hari, lengkap dengan sinar matahari yang menyala-nyala.
Seperti pada Jumat Sore, 11 November 2022. Meski panas menyengat, sekumpulan orang muda tak henti bekerja menyiapkan sebuah perayaan di Area Parkir Utara, Gelora Bumi Kaktus, Kota Palu.
Orang-orang muda itu sibuk menyiapkan stan berupa tenda-tenda mini yang bakal diisi oleh para pegiat dunia kreatif. Beberapa yang lain sibuk bolak-balik mengangkut macam-macam properti. Di sisi lain, dua panggung musik yang masih kosong menerbitkan kesan megah nan sepi dari kejauhan.
Festival Titik Temu. Perayaan yang sedang disiapkan oleh orang-orang muda itu. Seperti namanya, ia dimaksudkan sebagai satu perayaan yang mempertemukan berbagai pelaku kreatif di daerah ini.
Saya sengaja datang lebih awal demi bisa ikut diskusi seputar manajerial artis, yang jadi bagian dari festival. Wendi Putranto tampil sebagai pembicara dalam diskusi. Ia dikenal sebagai manajer band Seringai dan program manager bagi M Bloc Space.
Saat saya larut dalam diskusi, tiba-tiba satu band penampil sudah beraksi. Tanpa basa-basi pembawa acara, atau sambutan ala birokrasi; musik langsung bergema. Parade irama hanya berhenti saat jeda magrib dan isya.
Kala jeda isya, saya menghampiri Andika “Dika” Pramulya. Ia merupakan co-founder RnR Experience, penyelenggara Festival Titik Temu.
Saya melempar ajakan wawancara demi beroleh gambaran utuh tentang Festival Titik Temu. Dika menyambut ajakan interviu, meskipun handy talky yang dipegangnya nyaris tak henti bersuara dan beberapa kali menyebut namanya.
Dika berbicara tentang mimpinya: Palu kelak punya festival lokal yang jadi representasi budaya urban di kota atau provinsi ini. Mimpi yang tengah dirintisnya bersama RnR Experience lewat Festival Titik Temu.
“Mungkin sekarang belum, tapi lima atau sepuluh tahun ke depan (Festival Titik Temu) akan jadi kebanggaan bersama,” katanya.
Lelaki berusia 30 tahun ini bukan orang baru di semesta event dan festival musik. Hampir satu dekade dirinya ikut terlibat dalam Rock in Celebes, festival musik tahunan kebanggan Makassar dan sering disebut sebagai hajatan musik terakbar di Indonesia timur.
Dika juga banyak serap ilmu dari pengalamannya tinggal di Bandung dan bersentuhan dengan skena lokal di macam-macam kota. Setelah bertahun-tahun merantau, ia memang baru memutuskan balik ke Palu sekitar setahun lalu.
Kami mengobrol selama hampir setengah jam. Dia berbagi cerita tentang konsep dan kisah di balik panggung Festival Titik Temu. Berikut rangkuman perbincangan kami.
Kenapa namanya Festival Titik Temu?
Kami berangkat dari empat pilar utama: musik, fesyen, kuliner, dan seni. Harapannya, orang-orang yang punya interest di bidang ini bisa berkumpul.
Hiburan utamanya musik. Kami juga harap teman-teman musisi (lokal) bisa bertemu di sini, berbagi panggung, dan memamerkan karya orisinal mereka.
Berapa lama proses persiapan festival ini? Berapa banyak orang yang terlibat?
Niat mau bikin event ini sudah ada enam bulan lalu. Kemudian untuk persiapannya tiga bulan. Panitia, total ada 25 orang.
Saat ini banyak event di Kota Palu, hampir semuanya mendatangkan penampil nasional. Kenapa Festival Titik Temu memilih sesuatu yang berbeda?
Setelah bencana 2018, lalu ada pandemi, orang-orang rindu euforia konser atau keramaian. Tidak heran kalau banyak event di Palu.
Kita juga lihat potensi itu. Bagaimana kalau kita juga ikut ambil bagian dalam momentum ini? Yaitu bikin satu festival dengan skala berbeda, yakni lokal.
Kenapa harus lokal? Ada harapan atau dorongan tertentu?
Harapan kami (Festival Titik Temu) jadi representasi budaya urban di Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu.
Dengan begitu, Kota Palu dan Sulteng punya festival, yang mungkin sekarang belum, tapi lima atau sepuluh tahun ke depan akan jadi kebanggaan bersama. Mimpinya buat sebuah festival skala lokal yang di-arange dengan proper, serta line-up yang dikurasi dengan baik.
Jadi para penampil ini dikurasi dengan baik; seperti apa proses di baliknya?
Sebenarnya lumayan sulit karena ini band-band lokal semua. Para pelakunya (terutama di Palu) teman-teman kita juga. Tapi yang bikin kita senang, ada juga dari kota lain. Ooh ternyata informasi event ini sampai ke mereka. Pendaftar festival ini ada dari Tolitoli dan Luwuk.
Bagaimana cara menjangkau para penampil ini?
Kami buka open submission. Ada pembukaan pendaftaran di website Festival Titik Temu. Secara keseluruhan ada sekitar 80-an band yang daftar.
Jadi kami mengurasi 80-an band. Kami berusaha memilih yang terbaik untuk ditampilkan di sini (menyaring jadi 27 penampil). Itu di luar 15 band yang memang sudah kami anggap layak tampil.
Bagaimana detail pertimbangan-pertimbangan dalam proses kurasi?
Pertama kami melihat slot, karena tidak bisa mengakomodir semua. Kami hanya bisa tampilkan delapan band per hari untuk RnR Stage; dan lima band per hari untuk Ruang Stage.
Pada tahap kurasi, ada juga proses hearing session. Kami juga mempertimbangjan variasi line-up. Artinya tidak rock semua, tapi ada folk, pop, atau jazz. Kami pengen komposisinya lengkap.
Festival ini menghadirkan beberapa panggung, apa kriteria pembagian penampil untuk mengisi stage?
Mungkin seperti pengelompokan. Kalau RNR Stage yang musiknya ada distorsi. Kalau di Ruang Stage lebih ke pop, folk, atau jazz. Kemudian ada Pulp Stage buat DJ dan karaoke.
Terinspirasi dari mana konsep seperti ini?
Saya berkecimpung di festival dan event musik sudah 10 tahun. Ada beberapa event nasional dan internasional yang saya terlibat, seperti Soundrenaline di Bali atau ikut roadshow dengan band nasional, misalnya Slank.
Tahun 2022 juga jadi tahun kesembilan saya di Rock in Celebes. Selama (ikut menggarap) Rock in Celebes, jadi kepikiran: Palu mestinya punya festival kebanggaan.
Secara umum bagaimana menggambarkan konsep festival ini?
Festival ini multigenre dari penampilan musik. Kemudian dari tenant juga beragam disiplin. Fesyen juga begitu. Kami pengen festival ini dinikmati semua kalangan. Kami ingin menghadirkan pengalaman baru berfestival untuk orang Palu dan Sulteng.
Pengalaman seperti apa yang dimaksud?
Yang disebut festival itu semua aktivitas hadir secara simultan jalan semua (serentak). Yang mau main game, yang mau makan, yang mau berbelanja, silakan saja. Musiknya tetap jalan.
Dan, kita tidak pakai MC di dua panggung. Rata-rata Festival tidak pakai MC. Kita pake voice over untuk announcement band.
Bagaimana dengan target perputaran uang? Ada rumus penghitungannya?
Dari setiap tenant, penjualan tiket, dan merchandise, ada form yang diisi. Dari situ kami tahu berapa yang mereka dapatkan. Lalu nanti kita akumulasi. Taksiran kami bisa lebih puluhan juta uang yang beredar.
Berapa banyak tiket yang terjual?
Presale terjual sekitar 400-an tiket. Tiket on the spot belum ter-update.
Andika Pramulia Dika Festival Titik Temu budaya urban musik industri kreatif festival musik