Aliansi Perjuangan Rakyat Sulawesi Tengah menggeruduk lima kantor pemerintah di Palu, Selasa (19/12/2023). Aksi gabungan aktivis, mahasiswa, dan petani itu menuntut pembebasan tiga petani Sidondo dan pembubaran Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
Massa aksi berjumlah 50-an orang itu menyasar kantor Balai Gakkum KLHK Sulawesi Seksi Wilayah II Palu, gubernur dan DPRD Sulteng, Komnas HAM Perwakilan Sulteng, dan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL).
Gerakan ini sebagai reaksi atas penangkapan Emon, Arwin, dan Farid oleh tim operasi Balai Gakkum KLHK Sulawesi Seksi Wilayah II Palu. Kejadiannya berlangsung di lokasi bekas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), Dusun Kinta Baru, Desa Sidondo I, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, pada 11 Desember 2023 lalu.
Menurut hasil pemeriksaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Gakkum LHK Sulawesi Seksi Wilayah II Palu, pada 12 Desember 2023, tiga anggota Serikat Tani Sigi itu diduga keras melakukan tindak pidana di bidang kehutanan.
Pada 13 Desember 2023, tiga kepala keluarga itu langsung digiring ke Rumah Tahanan (Rutan) Maesa Palu dengan durasi penahanan 20 hari. Pada hari yang sama, pihak keluarga baru mendapatkan informasi soal status ketiganya.
Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng dalam temuannya menyebut, warga Kelurahan Petobo dan Desa Sidondo I itu tak mendapat hak pembelaan oleh pengacara saat proses gelar perkara.
“Apa yang mereka alami (Emon, Farid, dan Arwin, red.) kami anggap tak adil. Apa benar mereka penambang yang merusak lingkungan? Ketiganya hanya petani kecil yang menggantungkan hidup di hutan. Jauh sebelum adanya status resmi TNLL pada 5 Oktober 1993 silam,” tegas perwakilan massa aksi, Doni Moidady, dalam orasinya, Selasa (19/12).
Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng ini menilai, aktivitas yang diambil ketiga petani tersebut, bukanlah pilihan utama.
Katastofre 28 September 2018, Pandemi Covid-19, irigasi Gumbasa hancur, hingga air berhenti mengairi sawah, sambung Doni, bikin sumber mata pencaharian mereka hilang.
Selain itu, para warga kampung harus menjatah pengunaan air untuk keperluan rumah tangga. Peliknya kondisi hidup yang demikian bikin ketiga anggota Serikat Tani Sigi tadi terpaksa mengambil pekerjaan berisiko tinggi di lubang-lubang bekas tambang.
“Banyak keresahan dan ketakutan petani di lingkar TNLL. Luas TNLL sekitar 215,73 ribu hektare, lebih besar dari penguasaan petani. Dominasi hutan oleh TNLL selama 30 tahun terakhir perlu dievaluasi, dan jika kondisi buruk ini berlanjut, TNLL pantas dibubarkan demi kepentingan petani sebagai soko guru hidup matinya bangsa,” terang Doni.
Respons dari pemerintah
Kepala Seksi Wilayah II Palu, Balai Gakkum LHK Sulawesi, Subagio, dihadapan massa aksi cenderung merespons normatif seruan massa aksi.
Subagio justru irit bicara, bahkan ketika salah seorang istri petani yang ditahan mengeluh soal kondisi ekonominya, sehingga memohon pembebasan tanpa syarat.
“Kami sudah terima surat permohonan penangguhan penahanan dari saudara Amar (LBH Sulteng), kami juga mendengar keluhan maupun saran. Setelah ini kami akan teruskan ke pimpinan di Makassar. Semoga lewat silaturahmi ini berbuah sesuatu yang baik,” ujar Subagio di kantor Seksi Wilayah II Palu, Balai Gakkum LHK Sulawesi, Jalan Cik Ditiro, Palu, Selasa (19/12).
Subagio hanya meminta massa aksi bersabar karena prosesnya tengah berjalan. Ia juga berempati atas kondisi finansial dan psikologis yang dialami istri dan anak ketiga petani yang tersandung kasus hukum.
Pada kesempatan terpisah, Balai Besar TNLL sebagai institusi yang berwenang atas pengelolaan TNLL, menilai kalau permintaan pembebasan tiga petani yang ditahan sepenuhnya menjadi ranah pihak Balai Gakkum LHK.
“Nanti kita coba berdialog lagi, berdiskusi ulang soal status tiga petani ini dengan teman-teman di Balai Gakkum LHK Sulawesi. Saya harap para petani tak usah resah apalagi takut dengan TNLL,” kata Kepala Balai TNLL Titik Wurdiningsih saat dijumpai massa aksi di Jalan Profesor Mohammad Yamin, Palu, Selasa (19/12).
Lihat postingan ini di Instagram
Saat diminta kesediaannya untuk menjamin bahwa ketiga petani itu tak merusak hutan, Titik menyebut kalau pihaknya sebatas bertugas menjaga kawasan TNLL. Adapun urusan penegakkan hukum dikembalikan ke Balai Gakkum LHK Sulawesi.
Soal tuntutan membubarkan status kawasan TNLL, menurutnya, akan berdampak pada bencana alam seperti banjir di daerah Sigi dan Palu.
Berdasarkan situasi yang dialami para petani dan TNLL, Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng turut mendesak agar Balai Gakkum LHK Sulawesi diadili sebab dinilai menjalankan proses tak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Massa aksi juga meminta adanya jaminan rasa aman bagi petani di Sigi yang berkonflik dengan kawasan TNLL, menghentikan segala bentuk teror dan intimidasi, dan menarik tim operasi Gakkum LHK dari kawasan TNLL.
Selanjutnya, mereka juga mendesak Balai Wilayah Sungai Sulawesi agar mengairi sawah yang jadi mata pencaharian petani Sigi dan memberikan hak kepada warga di lingkar TNLL untuk berladang/berkebun, serta mengelola sumber-sumber agraria secara adil dan bertanggung jawab.
petani pembebasan penangkapan penahanan balai gakkum lhk taman nasional lore lindu tnll sidondo sigi sulteng