Usai menakhodai film Titanic (1996) yang bikin orang terpincut dengan kisah asmara Jack dan Rose, sineas James Cameron mengumumkan kepada khalayak bahwa proyek film selanjutnya yang akan ia garap bakal lebih mencengangkan.
Kisahnya tentang prajurit manusia yang coba menyusup dan mengeksplorasi sumber daya alam di Planet Pandora yang dihuni mahluk humanoid berwarna biru. Jajaran pemain utamanya terdiri dari Sam Worthington (sebagai Jake Sully), Zoe Saldana (Neytiri), CCH Pounder (Mo'at), Stephen Lang (Miles Quaritch), Michelle Rodriguez (Trudy Chacon), dan Sigourney Weaver (Dr. Grace Augustine).
Cameron umbar janji bahwa film yang telah dipersiapkannya sejak 1994 itu akan memberikan pengalaman menonton berbeda. Menggunakan teknologi canggih dalam dunia sinema. Dalam hal skala penggunaannya belum pernah dilakukan film-film lain.
Alhasil 20th Century Fox harus menyiapkan dana produksi hingga AS$200 juta. Sebuah angka, meski bukan yang termahal, tetap saja masuk ukuran fantastis kala itu.
Sekadar perbandingan, biaya produksi trilogi film The Lord of the Rings jika digabungkan tetap belum menyamai Avatar. Padahal film karya Peter Jackson itu tak kurang jor-joran dalam pamer penggunaan efek spesial komputer.
Publik bertanya-tanya gerangan film model apa lagi yang hendak dihadirkan Cameron. Rekam jejak sineas yang tergila-gila dengan fiksi sains itu membuat Avatar patut diantisipasi. Menghadirkan kembali kapal Titanic seukuran aslinya sebagai set sudah bikin tercengang. Pamer teknologi efek visual lewat Terminator (1984) dan Alien (1986) juga sudah pernah dilakukannya.
Setelah melewati proses produksi selama tiga tahun dengan anggaran pembuatan yang terus membengkak, dunia akhirnya jadi saksi ketika Avatar memulai petualangannya di layar bioskop seluruh dunia pada akhir 2009.
Agar sensasi menyaksikan film yang disuguhkan secara tiga dimensi tersebut maksimal, para pemilik bioskop di seluruh dunia harus pula beradaptasi. Jaringan bioskop Cinema21, misalnya, memboyong teknologi Dolby Digital Cinema 3D ke layar pemutaran mereka.
Pun demikian, seperti diungkapkan Ted Gagliano, President of Postproduction 20th Century Fox (2010), pihaknya mendistribusikan lebih dari 100 versi film ini untuk mengakomodir teknologi masing-masing bioskop di seluruh dunia kala itu yang belum merata.
Cameron bahkan sengaja menyelesaikan film dalam tiga pilihan aspek rasio; 2.39:1 (untuk layar Cinemascope), 1.85:1 (Academy Flat alias ukuran layar standar), dan 1.43:1 (IMAX).
Perjuangan para pemain dan kru tidak sia-sia. Film ini menorehkan sejarah baru dalam hal pemasukan. Box Office Mojo mengalkulasi total pemasukannya di seluruh dunia lebih dari AS$2,8 miliar. Sebuah rekor film terlaris sepanjang masa yang belum terlewati hingga saat ini, bahkan oleh Avengers: Endgame (2019) sekalipun.
Kehadiran Avatar juga dikenangkan sebagai pendorong evolusi penggunaan teknologi Computer Generated Imagery alias CGI dalam sinema. Belum pernah ada sebelumnya film dengan penggunaan teknologi pencitraan hasil komputer berskala gigantis laiknya yang dilakukan Cameron bersama timnya.
Melalui Avatar, Cameron memelopori penggunaan kamera khusus yang memungkinkan ekspresi wajah para aktor direkam secara digital untuk kemudian digunakan oleh para animator.
Roger Ebert, salah satu kritikus film paling dihormati, dalam ulasannya memberikan penilaian empat bintang. “Avatar bukan sekadar hiburan sensasional, tapi juga sebuah terobosan teknis,” tulis Ebert dalam laman Chicago Sun-Times.
Avatar versi penyempurnaan
Sekitar 13 tahun kemudian sejak kemunculan perdananya di layar lebar, Cameron kembali menghadirkan Avatar. Kali ini datang dengan sejumlah perbaikan. Ia menyebut kemunculan kembali gerbang pembuka proyek ambisiusnya ini telah melalui proses remaster dari segi gambar dan audio.
Laiknya yang terjadi di industri musik, istilah remaster merujuk pada proses memperbaiki atau memodifikasi kualitas sebuah produk yang sudah pernah dirilis sebelumnya.
Peningkatan dalam Avatar meliputi kualitas gambar 4K High Dynamic Range. “Gambar yang sekarang jadi lebih kinclong. Sesuatu yang kerap jadi masalah untuk film format tiga dimensi karena penggunaan kacamata otomatis mereduksi kecerahan gambar,” ungkap Cameron kepada IGN.
Beberapa adegan dalam film juga tersaji dengan 48 frame-per-second (fps). Meninggalkan pakem 24 fps yang menjadi standar sebelumnya. Kegunaan menambah kecepatan gambar perdetik agar menghasilkan sensasi penginderaan tampak nyata, terlebih dalam dunia Avatar yang hadir dalam bentuk live-action.
Tata suara juga hadir dalam level Dolby Atmos 9.1 alias lebih menggelegar tersebabkan penempatan pengeras suara lebih banyak dalam studio. Versi sebelumnya menggunakan Dolby Digital.
“Dolby Atmos 9.1 belum tersedia pada saat itu. Kini kami bisa membaurkan film tersebut dengan format suara yang lebih baik. Jadi Avatar yang sekarang benar-benar terlihat dan terdengar lebih baik daripada sebelumnya,” tambah Cameron berpromosi.
Menurut produser Jon Landau dalam wawancaranya bersama Hollywood Reporter (23/9/2022), segala upaya peningkatkan kualitas teknis tadi dilakukan untuk membawa penonton terserap masuk lebih jauh ke dunia Pandora.
Hanya saja lantaran teknologi layar di XXI Palu Grand Mall belum mumpuni, jadilah film ini hanya tersedia dalam versi dua dimensi alih-alih tiga dimensi. Minimal bisa menuntaskan rasa penasaran sebab ketika tayang perdana 2009 silam, warga di kota ini tidak bisa menjadi saksi lantaran kala itu belum ada bioskop lagi yang beroperasi.
Sungguhpun di kemudian hari orang-orang bisa menyaksikannya melalui cakram DVD blu-ray, tetap saja terasa berbeda sensasinya saat menonton versi layar besar di bioskop. Cameron juga menyebut bahwa satu-satunya cara menikmati Avatar adalah dengan melihatnya di layar besar.
Anggap saja penayangan kembali Avatar dengan versi lebih kinclong jadi semacam penyambutan untuk versi sekuelnya. Film yang diberi tajuk Avatar: The Way of Water itu dijadwalkan rilis 16 Desember 2022.
Untuk penayangnya hari ini (24/9), jaringan XXI PGM terpantau mengalokasikan dua kali penayangan untuk Avatar, masing-masing pukul 15.30 WITA di Studio 4 dan 16.30 WITA di Studio 5.