Pada 2010 silam, sebuah laporan kebakaran datang dari pabrik pembuatan rotan berlokasi di Kelurahan Pantoloan, Palu Utara.
Lantaran berisi material yang mudah terbakar, api jadi membumbung tinggi dengan cepat.
Tahu betul bertarung dengan waktu, petugas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Kota Palu bergegas menuju ke lokasi secepat mungkin. Hanya dalam selang waktu 15 menit, petugas berhasil mencapai lokasi kebakaran.
Dengan membentuk formasi regu, secepat kilat tandon berisi 6.000 Liter air menyembur ketinggian api yang telah menganga di hadapan petugas.
Selang-selang oranye raksasa mengular bersama nosel bertekanan kuat diarahkan menyemprot arah sumber api dengan tergesa-gesa.
Tiba-tiba gagang mulut nosel dari selang tiba-tiba lepas, menciptakan benturan keras yang mengenai kepala seorang petugas. Kontan darah segar mengucur.
Sang petugas terpaksa pulang lebih cepat dari lokasi kebakaran menuju rumah sakit untuk perawatan.
Demikian Fadlan (41) mengenangkan peristiwa kecelakaan kerja yang pernah dialaminya. Bekasnya yang berupa luka bekas jahitan di pelipis mata kiri masih terlihat hingga kini.
Fadlan kini menjabat sebagai penanggung jawab peleton Damkarmat Kota Palu. Setengah usianya telah ia dedikasikan bertempur memadamkan api bersama Pemadam sejak tahun 2004 lalu.
“Jangan takut dengan Damkar. Wajah kami kadang terlihat seram karena hampir setiap saat harus berhadapan dengan api,” ungkap Fadlan sembari terkekeh ketika membuka kisahnya kepada Tutura.Id pada Selasa (7/11/2023).
Dituntut serba bisa
Ditemui di kantor Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Kota Palu, Jalan Balai Kota Timur, Fadlan banyak bercerita tentang suka duka dalam menjalani profesinya itu.
Petugas Damkarmat saat ini tidak hanya dituntut hadir dalam bencana kebakaran semata. Tetapi juga melakukan upaya penyelamatan yang terbentuk dalam tim rescue atau penyelamatan.
“Damkar biar jadi kuli bangunan sekarang juga bisa. Kalau jadi petugas damkar memang dituntut mau tidak mau harus serba bisa,” tuturnya.
Perkataannya itu dibuktikan seketika bertemu Tutura.Id. Fadlan yang kala itu mengenakan kaos Damkar dan bercelana pendek, memamerkan keahlianya melakukan las ganggang besi. Fadlan terlihat giat dengan peralatan rangka baja kusen yang berhamburan di hadapannya.
Bukannya menyewa tukang bangunan, rangka baja yang dikerjakan Fadlan saat itu untuk melengkapi bangunan sederhana di depan kantornya. Bangunan itu rencananya akan digunakan oleh tim rescue Damkarmat Kota Palu.
Fadlan pun menerangkan di luar tugas pokok sebagai pemadam api, tugas penyelamatan pun dilakukan. Tugas itu mencakup penyelamatan manusia saat terjebak kebakaran dan kejadian bencana.
Namun, di luar kondisi bencana kebakaran dan bencana alam lainnya, tim rescue Damkarmat Kota Palu yang terbagi dalam tiga regu ini juga melayani laporan warga.
Aksi mereka ini kerap mendapatkan sorotan masyarakat, lantaran menerima laporan seperti mengusir hantu, menyelamatkan kucing, hingga dimintai bantuan memasang gas.
Petugas damkar yang kerap menerima laporan aduan masyarakat yang bervariasi ini membuat tim rescue terdorong melakukan hal sebelumnya tidak dilakukannya menjadi bisa.
Terlebih peralatan Damkarmat dinilai Fadlan belum cukup memadai untuk menangani aduan masyarakat yang hampir setiap hari bervariasi.
“Sebenarnya peralatan ini masih kurang, sebab aksi penyelamatan kepada masyarakat terkadang tidak dapat ditebak. Segala urusan mengusir jin pernah dilaporkan,” imbuh Fadlan.
Hanya beristirahat makan
Adakalanya Fadlan dan regunya memiliki waktu yang padat. Ini terjadi ketika ada peristiwa besar. Fadlan menceritakan satu pengalaman yang membuatnya hanya beristirahat untuk makan.
Menurut Fadlan mendapat jatah piket bertugas berjaga 24 jam tanpa tidur sudah bukan hal yang baru baginya. Meskipun dalam tujuh hari terhitung tiga kali bertugas, tak menjamin petugas Damkarmat dapat memiliki banyak waktu. Bahkan untuk sekedar healing.
Pada Agustus lalu, peristiwa kebakaran yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kawatuna menghabiskan hampir 10 hari pengerjaan pemadam tanpa henti.
Ini dilakukan untuk memastikan tak ada bibit api yang tersisa. Operasi memandaman ini cukup banyak kendala lantaran medan operasi memiliki sudut elevasi cukup curam dengan kedalaman antara 30-60 meter.
Ini membuat pertukaran shift bagi petugas pemadam tak lagi dilakukan untuk menambah personel untuk penanganan kebakaran. Ditambah lagi medan TPA yang terdapat gas metana yang mudah terbakar dan efek kemarau di Kota Palu yang membuat operasi pemadaman itu berlangsung lama.
Petugas Damkarmat terkadang hanya berganti tugas untuk makan dan beristirahat di sembarang tempat dengan beralaskan apapun yang ditemuinya asal dapat merebahkan tubuhnya.
Selama seminggu dengan pola seperti itu tak jarang petugas Damkar menderita gatal-gatal di kulit, lantaran berada di lautan sampah.
“Kalau ada kardus bekas disitu, baguling tidur sebentar di situ saja sebelum lanjut,” kenang Fadlan.
Fadlan menilai jika operasi pemadaman kala itu bukanlah peristiwa kebakaran besar pertama kali terjadi. Ia mengungkap dahulu semasa awal Rusdy Mastura menjabat sebagai walikota, TPA Kawatuna pernah mengalami kebakaran hebat.
Kala itu, pemadaman api memakan waktu hampir sebulan. Personel harus dibantu dengan beberapa instansi lain untuk meredam kebakaran.
Di masa-masa seperti itulah petugas Damkarmat selama 24 jam tak pulang ke rumah sebelum api benar-benar padam.
Namun tantangan sedemikian beragamnya tak lantas membuat Fadlan berhenti. Meskipun berhadapan dengan panas membara pada api, petugas pemadam harus selalu berlatih bersabar dengan segala cacian jika ada yang menilai kinerjanya tidak memuaskan.
“Bekerja sebagai Damkar bukan hanya sekadar petugas saja. Tapi petugas kemanusiaan yang murni berhadapan langsung masyarakat,” pungkas Fadlan.