Bambang Sardi manfaatkan penelitian kelapa untuk pemberdayaan masyarakat
Penulis: Mughni Mayah | Publikasi: 17 Juli 2023 - 16:39
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Bambang Sardi manfaatkan penelitian kelapa untuk pemberdayaan masyarakat
Bambang Sardi menerangkan tata cara pembuatan VCO dengan riset metode baru hasil penelitiannya. (Foto: dokumentasi pribadi/Bambang Sardi)

“Tidak ada bahan yang disebut limbah. Bagi saya semuanya mutiara.”

Demikianlah keyakinan Bambang Sardi terhadap penelitian. Baginya kekuatan pengetahuan dan teknologi dapat memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia. Sekalipun dari sesuatu yang dianggap oleh orang-orang hanya limbah.

Semisal pemanfaatan blondo. Residu atau bahan sisa sari pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ini dimanfaatkan jadi biskuit bagi balita. Kandungan gizinya dipercaya dapat digunakan dalam intervensi mencegah tengkes alias stunting.

Penelitian ini dilakukan oleh Bambang Sardi di bawah bendera Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Tadulako, bersama Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Parigi Moutong. 

Dosen di Universitas Tadulako yang baru saja menyelesaikan studi S3 ini banyak berbincang kepada Tutura.Id perihal inovasi dari hasil penelitian yang dilakoninya. Ia kini bergelar doktor setelah menyelesaikan pendidikan di Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Hingga kini terus melakukan riset penelitian dengan turut melibatkan mahasiswanya. 

Sebelum melakukan penelitian pemanfaatan blondo sebagai bahan biskuit balita, pria kelahiran Wakatobi, 37 tahun lalu, ini awalnya secara beruntun melakukan penelitian khususnya pada pengelolaan tanaman kelapa. Penelitian ini menghasilkan inovasi bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat di Sulawesi Tengah.

Tanaman kelapa dimanfaatkannya menjadi berbagai jenis olahan. Salah satunya pembuatan minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) dengan metode baru.

Alhasil ia mendapatkan apresiasi dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award pada tahun 2017 dalam bidang teknologi. Ajang tersebut memberi penghargaan bagi generasi muda yang memberikan kontribusi positif.

"Dulu metode pengolah tanaman kelapa tidak semasif sekarang. Sehingga kualitas produk kita kurang bagus. Dan hasil harga kelapa belum cukup memenuhi kebutuhan hidup petani," ujarnya saat berbincang di salah satu kedai kopi, Jumat (14/7/23). 

Bambang melihat Sulteng dipenuhi potensi sumber daya alam melimpah. Salah satunya kelapa. Pengamatan ini lantas membangkitkan instingnya melakukan penelitian. Aktivitas yang tidak asing lagi baginya sejak mengenyam pendidikan S1 Jurusan Teknik Kimia di Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Sulawesi Selatan.

Di lain kesempatan membuat VCo dari santan kelapa lokal Sulteng. (Foto: dokumentasi pribadi/Bambang Sardi)

Awal mula penelitian

Bambang menceritakan sekitar tahun 2008, saat masih menjadi mahasiswa program sarjana (S1), dirinya beberapa kali membantu penelitian dosennya. Banyak riset yang dilakukannya langsung di lapangan. Tak hanya sekadar berkutat di dalam laboratorium.

Ia berkunjung ke daerah-daerah, berkumpul bersama masyarakat di desa-desa, dan mengolah data dan informasi. Salah satu konsen penelitiannya memang saat itu hendak mengembangkan tanaman kelapa.

Proses riset ternyata berjalan tak mudah. Sebab tak semua bahan baku tanaman kelapa tepat dijadikan VCO. Mencari kelapa yang bisa menghasilkan VCO berkualitas bagus juga bukan pekerjaan gampang. Padahal kualitas sumber bahan baku sangat penting.

Seiring berjalannya waktu, pada Tahun 2014, Bambang memutuskan ke Kota Palu. Kedatangannya itu dalam rangka menjadi tenaga dosen di Fakultas Teknik, Univeritas Tadulako (Untad). 

Tak ingin hanya sekadar menjadi seorang pengajar, tanpa menghasilkan sesuatu bernilai lebih, Bambang pun kembali menekuni penelitian. Ia ingin memberi kontribusi membangun daerah dengan bekal pengetahuannya. 

Ia merundingkan keresahannya ini kepada para mahasiswanya. Tanaman kelapa menjadi topik utama. Seorang mahasiswanya memberi informasi tanaman kelapa di Desa Silanga, Parigi Moutong. 

Selama akhir pekan, ia mengisi hari liburnya dengan berkunjungi desa yang dimaksudkan. Di sana ia mendapati petani hanya mengolah tanaman kelapa menjadi kopra. Sementara harga dari penghasilan kopra cenderung fluktuatif. 

Ia lantas memperkenalkan pengolahan VCO berbekal riset yang pernah dilakukan bersama dosennya dulu. Respons baik diterimanya dari warga setempat dan pembuatan VCO dengan motede baru pun dilakukan.

VCO dari tanaman kelapa yang diambil langsung dari petani Desa Silanga ternyata menghasilkan kualitas bagus. Terdapat kandungan asam laurat di atas 50% dengan konversi daging kelapa menjadi VCO sebesar 12,5 %. Asam lemak ini terdapat kandungan yang memiliki manfaat sebagai sifat antibakteri, antivirus, dan antijamur.

Hasil akhir berupa VCO (kiri) dan blondo alias taiminya. (Foto: dokumentasi pribadi/Bambang Sardi)

Produk sampingan VCO

Produk VCO saat ini banyak dimanfaatkan oleh industri kesehatan, farmasi, dan kosmetik. Proses pembuatannya menggunakan metode fermentasi anaerob yang dilakukan tanpa pemanasan dan penambahan bahan kimia. Jadinya produk yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi industri. Nilainya juga berlipat ganda lebih tinggi dengan minyak kelapa biasa. 

Kelebihan inilah yang membuat Bambang fokus dalam pembuatan VCO dengan melibatkan masyarakat. Dia pun membagi pengetahuan seputar pengolahan kelapa.

Untuk menghasilkan kualitas VCO yang baik, Bambang menemukan bahan kelapa yang dipilih haruslah berasal dari varietas dalam. Agar menghasilkan santan yang baik, proses pemerasan kelapa harus menggunakan air dari kelapa itu sendiri. 

"Tanaman kelapa dengan jarak tanam 0-400 mdpl. Kelapa yang baik dalam pembuatan VCO sebaiknya dekat dengan laut. Kemudian parut yang digunakan harus tumpul agar daging kelapanya halus sehingga menghasilkan santan lebih banyak," jelas Bambang. 

Bahan sisa dari VCO, yang disebut blondo, dimanfaatkan untuk pembuatan biskuit. Blondo ini mirip sisa pembuatan minyak kelapa yang disebut dengan taiminya.

Pengembangan dari produk olahan VCO yang berupa biskuit blondo ini lantas menjadi bahan penelitiannya. Utamanya soal kandungan gizi.

Bambang mengungkapkan penelitiannya menyimpulkan adanya perbedaan signifikan tinggi badan balita sebelum dan sesudah dilakukan intervensi biskuit blondo. Rata-rata tinggi badan balita setelah intervensi (pemberian biskuit blondo) sebesar 0,81 cm. Peningkatan rata-rata berat badan balita sebesar 0, 43 kg setelah pemberian. 

Setelah sukses dengan inovasi biskuit blondo, Bambang melakukan penelitian dengan bahan lainnya. Bukan lagi seputar kelapa, namun merambah ke batu bara. Hasil penelitiannya yang berlangsung selama tiga tahun itu ia tuangkan dalam buku berjudul Pirolisis Batubara Peringkat Rendah.

Batu bara dapat diolah menjadi bahan bakar cair dan gas melalui metode pirolisis tanpa oksigen dengan bantuan microwave. Dengan memakai metode pembakaran tanpa oksigen ini hasil pembakaran dari batu bara tidak menghasilkan karbondioksida.

Intinya, tak menghasilkan polutan yang merusak lingkungan. Bambang mengklaim hal ini baik untuk bagi warga bumi menuju nol emisi karbon.

Bambang Sardi dan buku hasil penilitiannya. (Foto: Mughni Mahya/Tutura.Id)
Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Hari Tani Nasional: Pelbagai masalah petani di Sulteng
Hari Tani Nasional: Pelbagai masalah petani di Sulteng
Pemerintah berkeinginan membangun KPN di Sulteng. Apakah proyek ini sudah melibatkan petani? Lantas, apa saja…
TUTURA.ID - Penguatan perempuan dalam gerakan antikorupsi
Penguatan perempuan dalam gerakan antikorupsi
Indonesia Corruption Watch dan Sikola Mombine berkolaborasi melaksanakan Sekolah Antikorupsi (SAKTI) Perempuan pertama di Palu.
TUTURA.ID - Prof. Amar terpilih menjadi rektor baru Untad
Prof. Amar terpilih menjadi rektor baru Untad
Pelantikan Prof. Dr. Ir. Amar Akbar Ali sebagai rektor baru Untad dijadwalkan berlangsung 6 Maret…
TUTURA.ID - Rusdy Toana: Tokoh Muhammadiyah, dan perintis pembentukan Sulteng
Rusdy Toana: Tokoh Muhammadiyah, dan perintis pembentukan Sulteng
Nama Rusdy Toana diajukan menjadi pengganti Jalan Jabal Nur. Tokoh Muhammadiyah ini memang punya rekam…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng