Korupsi merupakan sebuah kejahatan luar biasa yang berdampak destruktif terhadap negara dan masyarakat. Salah satu titik pangkal seseorang mudah melakukan korupsi karena nafsu serakah yang ditunjang oleh kekuasaan, kesempatan, dan rendahnya integritas.
Praktik rasuah ini juga pasti melibatkan orang lain secara sistematis. Oleh karena itu, perlu keterlibatan banyak pihak pula dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya di Indonesia, termasuk kaum perempuan.
Bila dilihat dari perspektif gender dan gerakan antikorupsi, peran perempuan tidak hanya terbatas pada pencegahan tindakan korupsi di ranah keluarga terdekat, tetapi juga bisa berperan di komunitas dan lingkup kerja.
Fakta itu yang membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Yayasan Sikola Mombine untuk pertama kalinya melaksanakan acara Sekolah Antikorupsi (SAKTI) Perempuan di Palu. Pembukaannya berlangsung di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Selasa (12/12/2022).
Selain itu, kegiatan tersebut dirangkaikan dengan diskusi publik yang mengusung tema "Peran Generasi Muda dalam Pemberantasan Korupsi dan Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender".
Kegiatan ini dihadiri oleh peserta SAKTI Perempuan 2022 dan mahasiswa prodi Ilmu Pemerintahan. Setelah sesi diskusi selesai, Tutura.Id berkesempatan berbincang bersama Almas Sjafrina, Kepala Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW.
Almas menerangkan, korupsi dan perempuan punya keterkaitan yang erat karena perempuan adalah salah satu korban yang paling berdampak dalam praktik korupsi.
"Bagaimana ketidakadilan publik dan media melihat perempuan dalam pusaran kasus korupsi," ungkapnya.
Namun, alumni Universitas Airlangga itu optimistis kaum perempuan punya potensi untuk bersama memerangi praktik korupsi.
"Kami juga melihat perempuan sebenarnya punya peran yang penting dan signifikan dalam pemberantasan korupsi," sambung pemilik nama lengkap Almas Ghaliya Putri Sjafrina itu.
SAKTI Perempuan, kata Almas, merupakan upaya ICW dalam memperkuat generasi muda untuk melawan korupsi. "Kami percaya bahwa gerakan anti korupsi harus meluas dan melibatkan generasi muda, khususnya perempuan."
Manajer Advokasi dan Pembinaan Sikola Mombine, Maryam Dulman, S.H., menyambung bahwa kerjasama ini dilatarbelakangi tujuan pemberdayaan perempuan khususnya dalam bidang anti rasuah.
"Kami berkoordinasi dengan ICW untuk mengadakan SAKTI Perempuan karena belum ada pendidikan pemberantasan korupsi di Kota Palu khususnya pada perempuan," jelas Maryam.
Maka pelibatan perempuan dalam mengambil kebijakan, khususnya yang mendukung pemberantasan korupsi, penting untuk terus digaungkan. Pasalnya, lanjut Merry—sapaan akrab Maryam, perilaku korupsi erat kaitannya dengan Kekerasan Berbasis Gender (KBG). Sebab hal itu berdampak pada akses perempuan terhadap fasilitas publik dan partisipasi perempuan.
Koordinator Program Studi Ilmu Pemerintahan, Dr. Nur Alamsyah, dalam pernyataan penutup saat diskusi menambahkan pentingnya acara SAKTI Perempuan sebagai wujud kepedulian terhadap isu gender khususnya perempuan dan korupsi. Pun agar semakin memantik kesadaran untuk menanganinya lebih serius.
Lebih lanjut, ia berharap kegiatan ini sebagai langkah memajukan demokrasi serta kolaborasi yang inklusif dalam memberi wawasan baru terkait korupsi dan KBG.
Kegiatan SAKTI Perempuan masih terus berlanjut 18 Desember 2022. Setelah serangkaian pendaftaran dan proses, terpilih 15 peserta yang terpilih dari latar belakang komunitas dan mahasiswa, termasuk dua orang di antaranya penyandang disabilitas.
Sikola Mombine Indonesia Corruption Watch SAKTI Perempuan korupsi rasuah Universitas Tadulako FISIP Untad Ilmu Pemerintahan gender kekerasan berbasis gender generasi muda kaum perempuan gerakan antikorupsi