Bermula dari ganti tugas teman menyanyi, Bunda Nona jadi ikon Pongko Dero
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 14 Januari 2024 - 22:25
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Bermula dari ganti tugas teman menyanyi, Bunda Nona jadi ikon Pongko Dero
Bunda Nona, penyanyi dero yang terkenal di Kota Palu dan Sulteng. Dia berfoto di kawasan megalit Situs Pokekea, Lembah Behoa, Kabupaten Poso. (Foto: dokumentasi pribadi)

Kota Palu punya satu penyanyi dero yang sangat terkenal. Sosoknya populer dengan sapaan Bunda Nona. Sudah 19 tahun menghibur masyarakat dengan suara merdunya.

Bunda Nona yang aslinya bernama Elisabeth Supit lahir di Manado, 53 tahun silam. Rupanya, Bunda Nona punya visi lain. Melalui lagu dero, dia mengaku ingin terus melestarikan seni kayori agar tak tergerus zaman.

Kepada Tutura.id, saat dihubungi via telepon, pada Kamis (11/1/2024), Bunda Nona mengaku telah memiliki ketertarikan terjadap dunia musik sejak usia muda. Dulu sewaktu masa SMP dan masih tinggal di Manado, dia bersekolah di Bina Vokalia. Lalu setelah orang tuanya pindah tugas, mereka kembali ke Palu.

Bunda Nona bercerita bahwa sebenarnya menjadi seorang penyanyi dero adalah ketidaksengajaan yang kemudian menjadi profesi sangat dicintainya hingga sekarang.

Awalnya Bunda Nona penyanyi bergenre Pop. Namun, saat diundang memeriahkan hajatan keluarga, ia diminta menggantikan seorang penyanyi dero yang tak kunjung datang. Bunda Nona bersedia jadi pengganti karena saat itu keluarga ingin menikmati dero sebelum kembali pulang ke kota asal mereka.

“Karena memang saya bisa nyanyi, dan ibu (saya) asalnya Pamona, jadi pemain kibor saat itu langsung menyakinkan saya. Akhirnya saya yang menyanyi dero sepanjang acara,” ujarnya.

Berselang dua pekan dari hajatan keluarga tersebut, Bunda Nona kemudian menerima tawaran untuk rekaman lagu dero. Bagai gayung bersambut, dia lantas menerima tawaran tersebut. Momen itu menjadi awal kariernya sebagai penyanyi dero, bukan lagi penyanyi pop.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Info Palu (@infopalu)

Bisa semalam suntuk

Menurut Bunda Nona, menjadi penyanyi dero itu memberi kepuasan tersendiri. Apalagi melihat orang berkumpul, membuat lingkaran, dan bersenang-senang. Menari menikmati alunan musik. 

Ia bahkan bisa bernyanyi dalam waktu berjam-jam semalam suntuk. Hanya untuk menghibur siapa pun yang datang untuk melihatnya bernyanyi.

“Kadang saya itu bisa nyanyi sampai pagi. Karena melihat mereka menikmati, jadi kayak saya juga senang dan biasanya lupa waktu,” ungkapnya.

Selama menjadi seorang penyanyi dero, Bunda Nona mengaku punya suka dan duka dalam perjalanannya menghibur orang-orang. Dibayar dengan harga teman dan kurang tidur jadi salah dua di antaranya. Namun, ia tetap melakoni profesi tersebut karena lagi-lagi ia sangat mencintai profesinya.

“Saya pernah hanya satu jam saja istirahat, terus bangun dan langsung pergi kantor. Tapi namanya juga kita sudah jatuh cinta, tidak sama sekali saya rasa capek atau mau berhenti,” tegasnya.

Tidak hanya manggung di dalam daerah saja, ia juga sering menerima undangan untuk menyanyikan lagu dero hingga di provinsi luar Sulteng. Hanya saja kata Bunda Nona, tantangannya adalah musik dero yang beda membuat terkadang susah untuk mencari nada yang pas.

“Saya pernah ke Manado, ke Sulawesi Barat. Saya juga pernah sampai ke Trenggalek dan juga pernah ke Yogyakarta. Untuk memudahkan saya, biasanya pemain kibornya saya suruh ambil nada medley chacha untuk nadanya,” terangnya.  

Menjadi penyanyi dero baginya bukan hanya sekadar passion, bakat, atau bahkan uang, Bunda Nona menyebutnya sebagai media healing. Ia melakukannya untuk melepas kepenatannya dari urusan pekerjaan yang ia geluti sehari-hari.

Tak ayal, ia acap kali hanya tidur dengan durasi yang pendek. Pun demikian, ia tak pernah merasa lelah. “Kalau kata anak muda sekarang healing. Begitu sudah menyanyi dero versi saya,” akunya.

Dengan jam tidur yang kurang saat ada panggilan dero dan sadar dengan usia saat ini, Bunda Nona punya cara tersendiri agar tetap bugar. Dia punya ramuan herbal racikannya sendiri untuk menjaga staminanya. Ditambah displin menjaga tidur yang cukup lain waktu.

“Misalnya ada manggung malam, pulang kantor saya upayakan tidur secukupnya. Set alarm, biasanya jam 7-10. Kalau untuk urusan suara, biasanya saya makan permen Woods, dengan minum rebusan jahe merah dan kunyit,” jelasnya.

Bunda Nona mengaku beberapa waktu belakangan ini sudah mengurangi jadwal manggungnya. Di satu sisi dirinya telah dipercayakan menempati posisi yang cukup “sibuk” di instansi ia bekerja sebagai ASN.  Dia pun lebih pilah-pilih undangan. Menyesuaikan dengan jadwal kerja.

Lebih dari sekadar menyanyi

Selain menjadi penyanyi, Bunda Nona  juga menulis sendiri lagu-lagu dero yang ia bawakan. Kebanyakan lagu dero yang ia tulis mengandung unsur kayori. Sebuah seni vokal atau nyanyian bersyair yang berisikan pantun. 

“Kalau saya punya lagu sendiri. Dulu pernah dikasih sama Papa Tua (red, paman) buku isinya kayori. Kebetulan dia tetua adat di kampung. Jadi saya terinspirasi dari itu,” katanya.

Dengan menulis dan memasukan unsur syair kayori, Bunda Nona berharap ikhtiar itu bisa ikut melestarikan dero sebagai kesenian asal Pamona dan bisa bisa terus dinikmati generasi selanjutnya. 

Bunda Nona melihat dero sebagai kesenian tradisi yang positif. Ia menjelaskan sedari kanak-kanak tarian dero itu merupakan tarian bentuk rasa syukur para petani dengan hasil panen mereka. Bukan tarian mengenai hal-hal yang berbau mistis. 

Olehnya, dia menepis bila ada anggapan tarian dero sebagai bentuk tarian pemujaan yang menyebabkan murka Tuhan.

“Waktu saya SD, dero itu tarian hasil panen petani di ladang. Mereka masak, undang tetangga, dan sama sama di sana. Mungkin anggapan (pemujaan, red.) itu hanya salah kaprah saja,” ungkapnya.  

Namun, dia tidak menampik bila ada saja kejadian negatif ulah oknum yang mabuk saat dero berlangsung. Bunda Nona mengaku selama menjadi penyanyi dero, paling menghindari bila ada orang mabuk yang memicu perkelahian atau kecelakaan. Ia merasa memiliki tanggung jawab terhadap hal tersebut. 

Dengan begitu, Bunda Nona selalu mengimbau anak-anak muda yang ingin mengikuti acara dero untuk tidak pernah mengonsumsi obat-obat terlarang atau miras, apalagi membawa senjata tajam. Dia juga selalu berpesan untuk anak-anak berpamitan kepada orang tua.

Ketika ditanyakan mengenai istilah "pongko dero" atau "poder" dan dirinya dinobatkan sebagai ikon istilah tersebut, Bunda Nona menanggapinya dengan berderai tawa.

Dia mengatakan poder merupakan istilah yang lazim digunakan oleh sesama pencinta dero. Bunda Nona mengakui bila ada kalanya poder menjadi istilah yang negatif, namun Bunda Nona mengatakan pada dasarnya poder hanya sekadar istilah yang biasa dan tidak perlu malu dapat julukan poder.

Bunda Nona mengaku masih punya mimpi besar yang ingin diwujudkannya. Ia ingin sekali mencetak rekor MURI untuk tarian dero massal. Agar tarian dero juga bisa dinikmati dan bisa jadi ajang memperkenalkan dero kepada masyarakat di luar Sulteng. 

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
2
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Sony Tandra dan mimpinya mengangkat derajat kaum tani
Sony Tandra dan mimpinya mengangkat derajat kaum tani
Sony Tandra sudah empat periode mengabdi di DPRD Sulteng. Pencapaian itu diraih dengan pakai tiga…
TUTURA.ID - Tahun politik: Tikungan terakhir politisi senior Sulteng
Tahun politik: Tikungan terakhir politisi senior Sulteng
“Polling Paling 2023” dari Tutura.Id memuat empat nama politisi senior. Sebagai politisi nan kenyang asam…
TUTURA.ID - Momentum Pilkada Sulteng untuk usaha konsolidasi pembangunan berkelanjutan
Momentum Pilkada Sulteng untuk usaha konsolidasi pembangunan berkelanjutan
Banyak pemilih menaruh perhatian serius terhadap isu krisis iklim. Visi misi para calon kepala daerah…
TUTURA.ID - Piala Dunia 2022: Euforia nobar di Palu tak seramai dulu
Piala Dunia 2022: Euforia nobar di Palu tak seramai dulu
Hanya ada satu tempat komersil di Palu yang pegang lisensi nobar Piala Dunia 2022. Benarkah…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng