
Fenomena politisi pindah partai kembali mewarnai panggung politik Sulawesi Tengah. Kali ini giliran Atha Mahmud dan Mohamad Hamdin, dua kader Partai NasDem Sulteng, yang memilih hengkang. Keduanya kini resmi tercatat sebagai kader Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Sebelumnya, di Partai NasDem Sulteng, Atha Mahmud pernah pegang peran penting sebagai ketua. Ia memimpin Partai NasDem Sulteng jelang Pemilihan Kepala Daerah 2020. Sebelumnya, Atha juga pernah menjadi ketua Partai NasDem Morowali, serta ketua Badan Pendidikan Partai NasDem Sulteng.
Adapun Mohamad Hamdin, pernah bekerja sebagai wakil ketua bidang media dan komunikasi publik Partai NasDem Sulteng pada 2017. Beriring pososinya itu, Hamdin juga dikenal sebagai juru bicara (jubir) Partai NasDem Sulteng.
Ia urus kendali komunikasi Partai NasDem Sulteng selama empat kepemimpinan berbeda, mulai dari Tahmidy Lasahido, Aristan, Atha Mahmud, hingga Ahmad Ali.
Atha dan Hamdin hingga kini masih tercatat sebagai tenaga ahli Gubernur Rusdy “Cudy” Mastura. Atha pegang posisi sebagai tenaga ahli bidang percepatan penanggulangan kemiskinan dan kesejahteraan rakyat. Sedangkan Hamdin pegang peran sebagai tenaga ahli bidang sosial kemasyarakatan, pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Ihwal kepindahannya ke Perindo, Atha terlihat lebih irit bicara. Berbeda dengan Hamdin yang terkesan lebih buka-bukaan. Hal itu terkonfirmasi melalui keterangan tertulis, plus foto kehadirannya dalam kegiatan Partai Perindo Sulteng. “Mulai hari ini, saya nyatakan diri keluar dari Partai NasDem dan pindah ke Partai Perindo,” kata Hamdin, Sabtu (6/5/2023).
Hamdin mengatakan Partai NasDem tak lagi sejalan dengan cita-cita kolektif pada masa awal pembangunannya. Ia juga beralasan bahwa Partai NasDem berhasil memimpin ketika berjuang, tetapi gagal saat berada di tampuk kekuasaan.
Bagi Hamdin, keberhasilan Partai NasDem di Sulteng bukanlah hal sepele. Berkaca pada Pemilu 2019, Partai NasDem berhasil meraup suara terbanyak dan mengantarkan lima kadernya sebagai ketua DPRD, yakni: Sulteng (provinsi), Parigi Moutong, Tojo Una-Una, Morowali dan Banggai Kepulauan.
Selain itu, Partai NasDem juga sukses menempatkan kadernya sebagai wakil ketua DPRD di Sigi, Donggala, Toli-Toli, Banggai, Banggai Laut, Morowali Utara, dan Poso.
Mereka juga berhasil menghantarkan empat kader untuk memimpin lembaga eksekutif. Pencapaian itu dilakukan pada Pilkada 2020, dengan berhasil memenangkan Rusdy Mastura (Gubernur Sulteng), Mohamad Lahay (Bupati Tojo Una-Una), dan Amirudin Tamoreka (Bupati Banggai).
Masalahnya, dalam kacamata Hamdin, meski memiliki kekuasaan tetapi ada kesan partai dijauhi. “Coba perhatikan baliho mereka yang terpampang saat ini, apa tagline-nya? Membangun Sulteng lebih baik. Kapan itu bisa terwujud? Lalu, untuk apa kekuasaan saat ini?” keluh Hamdin.
Menyeberangnya Atha dan Hamdin ikut menggenapkan jumlah tenaga ahli Gubernur Cudy di Partai Perindo. Dua orang lainnya adalah Rony Tanoesaputra dan Andono Wibisono.
Hamdin dan Aristan saling sindir
Aristan, Sekretaris Partai NasDem Sulteng, menyebut bahwa alasan kepindahan mantan rekan seperjuangannya di Partai NasDem Sulteng terkesan subjektif.
“Sejumlah alasan yang disampaikan Kaka Hamdin itu beliau baper (terbawa perasaan). Jadi politisi jangan baper-lah. Dasarnya juga mengada-ada,” kata Aristan, Sabtu (6/5/2023).
Aristan menjelaskan bahwa Atha telah lama keluar dari Partai NasDem lantaran ingin fokus menjalani peran sebagai tenaga ahli gubernur. Adapun Hamdin telah keluar sejak Partai NasDem Sulteng dipimpin oleh Nilam Sari Lawira.
Setelah memastikan keduanya sudah memantapkan pilihan politik jelang Pemilu 2024, Aristan mengaku bahwa Partai NasDem Sulteng juga telah membuatkan surat pencabutan kartu tanda anggota (KTA) keduanya. Aristan juga menyebut bahwa hengkangnya kedua tokoh ini tidak akan membawa pengaruh negatif bagi Partai NasDem.
“Buktinya NasDem tetap solid. Banyak kader baru bergabung dan aktifitas tetap berjalan normal. Kita hormati dan doakan semoga sukses di partai barunya,” pungkas Aristan.
Berselang dua hari kemudian, Hamdin balik membalas pernyataan Aristan. “Sebetulnya yang baper siapa? Ada-ada saja. Harusnya bisa bedakan sikap organisasi dan pikiran individu. Materi kemunduran saya adalah autokritik terhadap organisasi, bukan cara pandang orang per orang di dalam organisasi,” imbuh Hamdin, Senin (8/5/2023).
Menurut Hamdin, sikap organisasi seperti partai politik (parpol) bertujuan merebut kekuasaan, tanpa melibatkan perasaan. Namun, sebut Hamdin, yang terjadi di Partai NasDem Sulteng justru sebaliknya.
Ia pun menyinggung kasus pemecatan dua kader NasDem, yakni Bupati Kasman Lassa (Donggala) dan Bupati Mohamad Lahay (Tojo Una-Una). “Ya, setelah dimenangkan lalu dijauhi. Donggala dipecat, Touna dijauhi. Mungkin sebentar lagi Banggai?” terang Hamdin.
Hamdin bahkan ikut menyebut situasi Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura, yang pada akhirnya memilih pindah dari partai yang menghantarkannya di kursi nomor wahid di Sulteng.
“Gubernur tidak usah dicerita, karena sudah jadi rahasia umum. Bahkan sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu, memaksa istri Gubernur Cudy (Vera Rompas Mastura), berhenti dari jabatan sebagai pimpinan Partai NasDem Kota Palu,” katanya.

